Minggu, 22 Agustus 2010

Tentang Media

ALAT-ALAT PERAGA DALAM PERJANJIAN LAMA
Tuhan selalu menggunakan alat peraga berupa media visual untuk berkomunikasi dengan umat-Nya. Dia berbicara dan pesan-Nya didokumentasikan di dalam Alkitab. Namun, Dia melakukan lebih banyak hal lagi selain berbicara. Dia juga menggunakan berbagai alat visual untuk menguatkan pesan-Nya, seperti yang dapat dilihat ketika Ia berhubungan dengan orang-orang Israel selama keluar dari Mesir dan mengembara di padang belantara.
Tuhan memimpin Israel keluar dari perbudakan di Mesir. Umat Israel benar-benar telah diyakinkan untuk meninggalkan Mesir, sebagian besar karena penglihatan akan kekuatan Tuhan melalui tulah dan pekerjaan malaikat maut (Keluaran 7-12). Namun, ketika orang-orang Israel ini akan melewati Laut Merah, keragu-raguan pun muncul. Selama ini, Mesir selalu mencukupi kebutuhan mereka, memberi mereka makan, dan menahan mereka. Namun sekarang, ketika orang-orang Mesir mengejar-ngejar mereka dengan penuh amarah, bagaimana mereka bisa bertahan? Di manakah Tuhan itu sekarang?
Tuhan memilih menjawab mereka dengan menggunakan penglihatan--campur tangan dalam bentuk suatu mujizat. Keluaran 14 mencatat bagaimana Allah membelah Laut Merah sehingga orang-orang Israel bisa menyeberang di tanah yang kering. Ketika orang-orang Mesir mengejar mereka dengan menyeberangi dasar laut, air laut menimpa mereka, dan mereka pun mati. Bagi orang-orang Israel, ini adalah sebuah tanda kekuatan Allah yang dramatis, dan kekuatan itu ada bersama dengan mereka.
Di tahun-tahun berikutnya, ketika orang-orang Israel sekali lagi siap untuk melewati aliran air (kali ini Sungai Yordan) untuk mulai menaklukkan tanah perjanjian, Tuhan menguatkan kepemimpinan Yosua dan meyakinkan mereka kembali akan penyertaan Tuhan ketika Dia membelah air sungai Yordan (Yosua 3:8-10; 14-16). Kembali Dia menguatkan firman-Nya dengan simbol-simbol yang dapat dilihat untuk membangun kepercayaan dalam hati orang-orang Israel.
Tuhan tidak hanya menggunakan media visual seperti mujizat, namun juga menempatkan alat-alat lain yang lebih abadi di tengah-tengah bangsa Israel. Contohnya, Dia menobatkan para nazir Allah sebagai pengingat visual akan tujuan dan fungsi khusus bangsa Israel di dunia. Para nazir Allah itu dipilih secara sukarela dengan masa tugas meliputi jangka waktu, mulai tiga puluh hari sampai seumur hidup. Dalam jangka waktu itu, para nazir Allah harus bebas dari minuman anggur, buah anggur, dan minuman-minuman yang memabukkan. Mereka tidak boleh memotong rambut atau menyentuh orang mati. Maksud dari janji itu, yang ditetapkan Allah, adalah untuk menanggalkan keduniawian dan mengkhususkan diri bagi Allah. Para pria dan wanita yang memegang nazar itu adalah pengingat yang dapat dilihat oleh seluruh bangsa Israel, bahwa mengkhususkan diri bagi Allah adalah suatu keharusan jika Israel hendak menggenapi takdirnya di dunia (Bil 6:1-15; Hak 13:5,14; 1Sam 1:11; Luk 1:15).
Jumbai-jumbai juga merupakan jenis lain dari bentuk penglihatan. Bilangan 15:37-40 mencatat perintah Allah supaya orang-orang Israel menaruh jumbai-jumbai di ujung pakaian mereka sebagai suatu tanda yang mengingatkan mereka akan perintah Allah dan pentingnya mematuhi perintah itu. Penglihatan itu membuat mereka sulit untuk melupakan kewajiban mereka.
Perjamuan juga merupakan alat untuk mengingat. Pada Perjamuan yang Terakhir, Tuhan memerintahkan, "Hari ini akan menjadi hari peringatan bagimu .... Dan apabila anak-anakmu berkata kepadamu: Apakah artinya ibadahmu ini, maka haruslah kamu berkata: Itulah korban Paskah bagi TUHAN yang melewati rumah-rumah orang Israel di Mesir, ketika Ia menulahi orang Mesir, tetapi menyelamatkan rumah- rumah kita" (Keluaran 12:14,26,27). Perjamuan merupakan peringatan yang hidup bagi orang-orang dewasa Israel atas kuasa dan kasih Tuhan. Perjamuan yang sama mendorong anak untuk bertanya, memberikan kesempatan yang baik untuk suatu pengajaran lisan tentang kasih Allah.
Tempat-tempat ibadah berfungsi sebagai peringatan, pernyataan yang jelas bagi bangsa Israel bahwa "Allah ada di tengah-tengah kita". Tempat ibadah berdiri sebagai tanda bahwa Allah berjalan bersama bangsa Israel (Keluaran 25:8; 33:7-11; 40:38; Bilangan 9:15; 10:33-35; 1Samuel 4:3-11 dan 1Raja-Raja 8:27).
Contoh-contoh dalam PL kebanyakan mengatakan: Tuhan menyampaikan pesan kepada umat-Nya dengan menggunakan media visual. Dia ingin umat-Nya, tanpa ragu-ragu, mengetahui siapakah Dia dan bagaimana mereka dapat berjalan bersama-Nya.
ALAT-ALAT PERAGA YANG DIGUNAKAN YESUS
Analisa Injil yang teliti menyatakan bahwa Yesus secara bebas menggunakan media visual untuk membuat ilustrasi dan menguatkan pesan yang diberikan Allah kepada-Nya. "Lihatlah burung di udara," perintah-Nya, dengan menunjuk burung-burung yang terbang di atas kepala ketika Ia ingin menekankan bahwa kecemasan adalah sia-sia. "Perhatikanlah bunga-bunga bakung yang tumbuh di padang," tambah-Nya untuk menekankan konsep yang sama (Matius 6:26,28).
Perumpamaan yang digunakan kebanyakan mengambil gambaran kehidupan sehari-hari, yang digunakan untuk menyampaikan kebenaran yang abstrak. "Seorang penabur keluar untuk menabur," Ia memulai dengan memberikan ilustrasi yang memungkinkan untuk diresponi. Penabur dan biji adalah hal yang umum, sesuatu yang dimengerti oleh semua yang mendengarkan-Nya. Di saat yang lain, Ia memulai dengan, "Hal Kerajaan Sorga itu seumpama orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya," (Matius 13:24-30; lihat juga Matius 13:31-33) dan mengajar mereka kenyataan tentang kebaikan dan kejahatan yang tetap ada di dunia sampai hari penghakiman. Dalam setiap perumpamaan, Dia membangun pemahaman sifat kerajaan Allah.
Yesus menggambarkan kasih Bapa dalam perumpamaan lainnya. "Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor domba dan seekor di antaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan dan pergi mencari yang sesat itu?" (Matius 18:12-14; lihat juga Lukas 15:4-7). Karena tahu bahwa mereka adalah gembala dan domba, pendengar-Nya segera membayangkan seekor domba yang tidak patuh yang sedang dicari oleh gembalanya yang baik, dan mereka menangkap pandangan tentang Tuhan. Dia memberikan ilustrasi tentang kebenaran yang sama dengan menceritakan seorang wanita yang dengan cermat mencari uangnya yang hilang dan juga seorang ayah yang dengan sabar menunggu anaknya yang memberontak (Lukas 15:8-32).
Perjamuan Allah dimulai oleh Yesus sebagai penanda visual pengorbanan-Nya untuk semua dosa manusia. "Ambillah dan makanlah; inilah tubuh-Ku," perintah Yesus ketika memberikan roti perjamuan kepada murid-murid-Nya. "Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa," kata-Nya sambil mengambil cawan Perjamuan Terakhir (Matius 26:26-29; Lukas 22:15-20; dan 1Korintus 10:16). Sampai saat ini perjamuan menandakan penderitaan dan kematian Yesus bagi semua orang yang percaya.
Setiap orang yang ingin menghabiskan waktunya dengan membaca Alkitab dapat menemukan lebih banyak lagi contoh-contoh visual yang digunakan Yesus dalam mengajar. Yang disebutkan di atas hanyalah sedikit contoh dari begitu banyaknya alat mengajar yang digunakan- Nya untuk menyampaikan ide-ide yang abstrak. (t/ratri)
Sumber:
· Introduction to Christian Education, , BabA Biblical Basis for Using Visuals, halaman 162--165, Standard Publishing Co., Ohio, 1980
Alat Peraga untuk Pengajaran Sekolah Minggu
By Purnawan Kristanto - Posted on Maret 18th, 2007
Ketika Tuhan menghendaki Nuh dan keluarganya mengetahui bahwa tidak akan ada air bah lagi, apa yang Dia lakukan? Ketika Tuhan meyakinkan bangsa Israel bahwa Dia sendiri yang akan menyertai mereka ketika meninggalkan Mesir,  bagaimana Dia mengkomunikasikan hal itu? Ketika Tuhan ingin menarik perhatian raja Belsazar pada era Daniel, bagaimana Dia melakukannya?Yap! Tuhan menggunakan alat peraga!
Pelangi pada zaman Nuh adalah "over head projector" pertama di dunia.  Ketika Tuhan membuat kehadiran-Nya diketahui melalui tiang awan dan tiang api, Dia sedang menggunakan properti.  Dan ketika tulisan tangan tampak di tembok pada ruang istana Belsazar, Tuhan sedang menunjukkan kegunaan spidol!
Dalam bahasa Inggris, alat peraga disebut visual aid atau alat bantu untuk penglihatan mata.  Namun alat peraga yang baik tidak hanya merangsang mata saja, tapi juga keempat indera manusia yang lainnya. yaitu:
·         Pendengaran (melalui telinga)
·         Pembauan (melalui hidung)
·         Pencecap rasa (lidah)
·         Peraba (lapisan kulit)
Dalam mengajar Sekolah Minggu, panca indera dan seluruh kesanggupan seorang anak perlu dirangsang, digunakan dan dilibatkan, sehingga ia tak hanya mengetahui, melainkan dapat memakai dan melakukan apa yang dipelajari. Panca indera yang paling umum dipakai dalam belajar-mengajar adalah mendengar. Melalui mendengar, anak mengikuti peristiwa demi peristiwa dan ikut merasakan apa yang disampaikan. Seolah-olah telinga mendapat mata. Anak melihat sesuatu dari apa yang diceritakan. Dia membuat imajinasi berdasarkan informasi-informasi yang masuk ke dalam telinganya.
Namun ilmu pendidikan mengatakan bahwa dari apa didengar pada hari ini, manusia hanya sanggup mengingat sebanyak 20 persennya saja di kemudian hari. Angka ini akan meningkat jikalau apa yang diceritakan itu selain didengar juga  dilihat.  Melalui cara ini, seseorang atau anak memperoleh kesan yang jauh lebih dalam.  Alat-alat peraga seperti: gambar, peta, papan tulis, boks pasir, dll. dapat menolong anak untuk mengingat dengan lebih baik, yaitu mampu mengingat 50 persen dari apa yang didengar dan dilihatnya.
Penelitian di Harvard University, Columbia menunjukkan bahwa alat peraga dapat meningkatkan tingkat ingatan sebanyak 14-38 persen dibandingkan presentasi tanpa alat peraga sama sekali. Penelitian lain membuktikan bahwa 80-90 persen dari apa yang kita pelajari, kita terima melalui mata.  
 I. Alat-alat Peraga dalam Alkitab
Perjanjian Lama
Tuhan selalu menggunakan alat peraga berupa media visual untuk berkomunikasi dengan umat-Nya. Dia berbicara dan pesan-Nya didokumentasikan di dalam Alkitab. Namun, Dia melakukan lebih banyak hal lagi selain berbicara. Dia juga menggunakan berbagai alat visual untuk menguatkan pesan-Nya, seperti yang dapat dilihat ketika Ia berhubungan dengan orang-orang Israel selama keluar dari Mesir dan mengembara di padang belantara.Tuhan memimpin Israel keluar dari perbudakan di Mesir. Umat Israel benar-benar telah diyakinkan untuk meninggalkan Mesir, sebagian besar karena penglihatan akan kekuatan Tuhan melalui tulah dan pekerjaan malaikat maut (Kel.7-12).
Namun, ketika orang-orang Israel ini akan melewati Laut Merah, keragu-raguan pun muncul. Selama ini, Mesir selalu mencukupi kebutuhan mereka, memberi mereka makan, dan menahan mereka. Namun sekarang, ketika orang-orang Mesir mengejar-ngejar mereka dengan penuh amarah, bagaimana mereka bisa bertahan? Di manakah Tuhan itu sekarang?Tuhan memilih menjawab mereka dengan menggunakan penglihatan--campur tangan dalam bentuk suatu mujizat. Keluaran 14 mencatat bagaimana Allah membelah Laut Merah sehingga orang-orang Israel bisa menyeberang di tanah yang kering. Ketika orang-orang Mesir mengejar mereka dengan menyeberangi dasar laut, air laut menimpa mereka, dan mereka pun mati.
 Bagi orang-orang Israel, ini adalah sebuah tanda kekuatan Allah yang dramatis, dan kekuatan itu ada bersama dengan mereka.Di tahun-tahun berikutnya, ketika orang-orang Israel sekali lagi siap untuk melewati aliran air (kali ini Sungai Yordan) untuk mulai menaklukkan tanah perjanjian, Tuhan menguatkan kepemimpinan Yosua dan meyakinkan mereka kembali akan penyertaan Tuhan ketika Dia membelah air sungai Yordan (Yosua 3:8-10; 14-16). Kembali Dia menguatkan firman-Nya dengan simbol-simbol yang dapat dilihat untuk membangun kepercayaan dalam hati orang-orang Israel.Tuhan tidak hanya menggunakan media visual seperti mujizat, namun juga menempatkan alat-alat lain yang lebih abadi di tengah-tengah bangsa Israel. Contohnya, jumbai-jumbai. Bilangan 15:37-40 mencatat perintah Allah supaya orang-orang Israel menaruh jumbai-jumbai di ujung pakaian mereka sebagai suatu tAnda yang mengingatkan mereka akan perintah Allah dan pentingnya mematuhi perintah itu.
Alat Peraga itu membuat mereka sulit untuk melupakan kewajiban mereka.Perjamuan juga merupakan alat untuk mengingat. Allah menetapkan perayaan Paskah pada orang Israel untuk mengingat pembebasan mereka dari perbudakan di tanah Mesir. "Hari ini akan menjadi hari peringatan bagimu .... Dan apabila anak-anakmu berkata kepadamu: Apakah artinya ibadahmu ini, maka haruslah kamu berkata: Itulah korban Paskah bagi TUHAN yang melewati rumah-rumah orang Israel di Mesir, ketika Ia menulahi orang Mesir, tetapi menyelamatkan rumah- rumah kita" (Kel.12:14,26,27).
Perjamuan merupakan peringatan yang hidup bagi orang-orang dewasa Israel atas kuasa dan kasih Tuhan. Perjamuan yang sama mendorong anak untuk bertanya, memberikan kesempatan yang baik untuk suatu pengajaran lisan tentang kasih Allah. 
b. Perjanjian Baru
Yesus juga memanfaatkan alat peraga dalam pengajaran-Nya. "Lihatlah burung di udara," perintah-Nya, dengan menunjuk burung-burung yang terbang di atas kepala ketika Ia ingin menekankan bahwa kecemasan adalah sia-sia. "Perhatikanlah bunga-bunga bakung yang tumbuh di padang," tambah-Nya untuk menekankan konsep yang sama (Mat.6:26,28).
Untuk menyampaikan kebenaran yang abstrak, Yesus menceritakan perumpamaan yang kebanyakan mengambil gambaran kehidupan sehari-hari. Yesus memulai cerita ini, "Seorang penabur keluar untuk menabur…," Bagi orang Yahudi, konsep tentang penabur dan biji adalah hal yang diketahui secara umum dan mudah dimengerti.Yesus menggunakan mata uang untuk mengajar tentang apa yang layak diberikan kepada Tuhan (Mat. 22:19-20). Dia juga memakai seorang anak untuk mengajar tentang sikap hati yang patut (Mat. 18:2). Dia juga menggunakan pohon ara untuk mengajarkan pelajaran tentang iman (Mat. 21:19).
Untuk mengingatkan jemaat-Nya tentang pengorbanan-Nya, Yesus menetapkan Perjamuan Kudus.  "Ambillah dan makanlah; inilah tubuh-Ku," perintah Yesus ketika memberikan roti perjamuan kepada murid-murid-Nya. "Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa," kata-Nya sambil mengambil cawan Perjamuan Terakhir (Matius 26:26-29; Lukas 22:15-20; dan 1Korintus 10:16). Sampai saat ini perjamuan menandakan penderitaan dan kematian Yesus bagi semua orang yang percaya.
Lanjutan dari tulisan ini bisa dibaca di: http://purnawan-kristanto.blogspot.com
A.      LATAR BELAKANG
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan memberikan peluang kepada tiap-tiap satuan pendidikan terutama pendidik yang dalam hal ini merupakan satu komponen yang langsung berperan dalam proses pembelajaran untuk mengolah dan mengatur proses pembelajaran yang dilaksanakan.
Telah banyak perubahan paradigma dalam pendidikan khususnya proses pembelajaran. Proses pembelajaran menjadi lebih mementingkan peran peserta didik dan karakteristik sumber daya yang ada pada tiap-tiap satuan pendidikan. Pembelajaran berpusat pada peserta didik, oleh karenanya peserta didiklah yang diharapkan dapat berperan aktif dalam mengeksplorasi dan menginterpretasikan pengetahuan dan permasalahan baru yang dibandingkan, dikombinasi, dan dianalisa dengan pengetahuan dasar yang telah dimiliki oleh peserta didik.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan menyatakan bahwa “Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan,”[1] ini mengindikasikan bahwa satuan pendidikan sebagai pelaksana proses pendidikan perlu berbenah diri dalam rangka proses mencerdaskan anak bangsa sehingga amanat dalam PP tersebut dapat terrealisasikan dengan baik.
Proses pembelajaran menjadi lebih diutamakan daripada hasil belajar yang diperoleh. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered) cenderung lebih memperlihatkan paradigma pendidikan saat ini, sebagaimana yang terkandung dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Hal ini merupakan satu hal mengapa media pembelajaran sangat diperlukan dalam proses pembelajaran.
Media pembelajaran merupakan salah satu komponen pembelajaran yang mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Pemanfaatan media seharusnya merupakan bagian yang harus mendapat perhatian pendidik sebagai fasilitator dalam setiap kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu tiap-tiap pendidik perlu mempelajari bagaimana menetapkan media pembelajaran agar dapat mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran dalam proses belajar mengajar.
Pada kenyataannya media pembelajaran masih sering terabaikan dengan berbagai alasan,diantaranya: terbatasnya waktu untuk membuat persiapan mengajar bagi pendidik sebagai pendidik, kesulitan untuk mencari model dan jenis media yang tepat, ketiadaan biaya yang sebagian dikeluhkan, dan lain-lain. Hal ini sebenarnya tidak perlu terjadi jika setiap pendidik telah mempunyai pengetahuan dan ketrampilan mengenai media pembelajaran.
Satuan pendidikan dasar dalam kaitannya dengan penerapan KTSP harus menerapkan proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik bukan lagi menggunakan paradigma lama seperti datang, duduk, diam, dengarkan, dan dilarang bertanya (apalagi yang macam-macam). Peserta didik didorong untuk lebih kritis dalam melaksanakan dan mengikuti proses pembelajaran sehingga pembelajaran akan berjalan secara optimal.
B.      PEMBATASAN MASALAH
Bahasan mengenai media khususnya media yang digunakan di satuan pendidikan dasar dalam proses pembelajaran sangat luas cakupannya. Oleh sebab itu, pembahasan dalam makalah sederhana ini saya batasi dalam hal penggunaan media pembelajaran di satuan pendidikan dasar yang mencakup ; pengertian media secara luas, pengertian media pembelajaran, gambaran umum penggunaan media pembelajaran di satuan pendidikan dasar dan, peranan media dalam proses pembelajaran di satuan pendidikan dasar.
C.      PENGERTIAN MEDIA PEMBELAJARAN
Banyak kalangan mendefinisikan tentang media secara umum, namun ada yang lebih spesifik dalam mengartikan media dan media pembelajaran. Media pembelajaran terdiri dari dua kata yaitu media dan pembelajaran. Definisi yang lebih rinci akan saya bahas lebih lanjut dalam ulasan di bawah ini.
1.   Media
Kata media berasal dari bahasa Latin Medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar
Menurut KBBI, media dapat diartikan sebagai perantara, penghubung; alat (sarana) komunikasi seperti koran, majalah, radio, televisi, film, poster, dan spanduk; yang terletak diantara dua pihak (orang, golongan, dan sebagainya) Istilah media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari medium. Secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Pengertian umumnya adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi[2].
Beberapa pakar/ahli media menyatakan definisi media dengan berbagai batasan-batasan tertentu. Gagne mengartikan media sebagai berbagai jenis komponen dalam lingkungan peserta didik yang dapat merangsang peserta didik untuk belajar[3]. Sedangkan, Heinich, Molenda, dan Russel menyatakan bahwa : “A medium (plural media) is a channel of communication, example include film, television, diagram, printed materials, computers, and instructors (Media adalah saluran komunikasi termasuk film, televisi, diagram, materi tercetak, komputer, dan instruktur)[4]. AECT (Assosiation of Education and Communication Technology, 1977), memberikan batasan media sebagai segala bentuk saluran yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. NEA (National Education Assosiation) memberikan batasan media sebagai bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak, audio visual, serta peralatanya[5].
Dari beberapa batasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa media merupakan segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk meyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, dapat membangkitkan semangat, perhatian, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terjadinya proses pembelajaran pada diri peserta didik.
2.   Pembelajaran
Pembelajaran merupakan bentuk jamak dari kata belajar yang mempunyai kata dasar ajar, ajar menurut KBBI petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut), belajar merupakan suatu usaha untuk memperoleh kepandaian/ilmu[6]. Istilah pembelajaran lebih menggambarkan usaha pendidik/pendidik untuk membuat para peserta didik melakukan proses belajar. Kegiatan pembelajaran tidak akan berarti jika tidak menghasilkan kegiatan belajar pada para peserta didiknya. Kegiatan belajar hanya akan berhasil jika si belajar secara aktif mengalami sendiri proses belajar. Seorang pendidik tidak dapat mewakili belajar peserta didiknya. Seorang peserta didik belum dapat dikatakan telah belajar hanya karena ia sedang berada dalam satu ruangan dengan pendidik yang sedang mengajar. Masih banyak cara lain yang dapat dilakukan  pendidik untuk membuat peserta didik belajar. Peran yang seharusnya dilakukan pendidik adalah mengusahakan agar setiap peserta didik dapat berinteraksi secara aktif dengan berbagai sumber balajar yang ada.
3.   Media pembelajaran
Media pembelajaran adalah media yang digunakan dalam pembelajaran, yaitu meliputi alat bantu pendidik dalam mengajar serta sarana pembawa pesan dari sumber belajar ke penerima pesan belajar (peserta didik). Sebagai penyaji dan penyalur pesan, media belajar dalam hal-hal tertentu bisa mewakili pendidik menyajiakan informasi belajar kepada peserta didik. Jika program media itu didesain dan dikembangkan secara baik, maka fungsi itu akan dapat diperankan oleh media meskipun tanpa keberadaan pendidik[7].
Brown mengungkapkan bahwa media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran. Pada mulanya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu pendidik untuk mengajar yang digunakan adalah alat bantu visual. Sekitar pertengahan abad Ke –20 usaha pemanfaatan visual dilengkapi dengan digunakannya alat audio, sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), khususnya dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan internet[8]. Sedangkan National Education Association mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah “sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras[9]”.
Dari beberapa pandangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan ”segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik.”
Ciri-ciri khusus media pembelajaran berbeda menurut tujuan dan pengelompokanya. Ciri-ciri media dapat dilihat menurut kemampuannya dalam membangkitkan rangsangan pada indera penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan pengecapan. Maka ciri-ciri umum media pembelajaran adalah bahwa media itu dapat diraba, dilihat, didengar, dan diamati melalui panca indera. Di samping itu ciri-ciri media juga dapat dilihat menurut harganya, lingkup sasaranya, dan kontrol oleh pemakai.
Tiap-tiap media mempunyai karakteristik yang perlu dipahami oleh pemakainya. Dalam memilih media, orang perlu memperhatikan tiga hal, yaitu[10]:
1. Kejelasan maksud dan tujuan pemilihan tersebut,
2. Sifat dan ciri-ciri media yang akan dipilih,
3. Adanya sejumlah media yang dapat dibandingkan karena pemilihan media pada dasarnya adalah proses pengambilan keputusan akan adanya alternatif-alternatif pemecahan yang dituntut oleh tujuan.
D.      JENIS MEDIA PEMBELAJARAN
Media secara umum merupakan suatu hal yang digunakan untuk menyampaikan sesuatu pesan tertentu. Agar proses transformasi pesan tersebut maka diperlukan kesesuaian jenis media yang akan digunakan. Beberapa klasifikasi mengenai media menurut beberapa ahli sangat beragam hal ini dilihat dari sudut pandang mana jenis-jenis media ini dikelompokkan.
Menurut Heinich, Molenda, Russel[11] jenis media yang lazim dipergunakan dalam pembelajaran antara lain : media nonproyeksi, media proyeksi, media audio, media gerak, media komputer, komputer multimedia, hipermedia, dan media jarak jauh.
Jenis media secara umum yang biasa digunakan dalam proses pembelajaran, antara lain;
1. Media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan, diagram, kartun, poster, dan komik,
2. Media tiga dimensi yaitu media dalam bentuk model padat, model penampang, model susun, model kerja, dan diorama,
3. Media proyeksi seperti slide, film stips, film, dan OHP,
4. Lingkungan sebagai media pembelajaran.
Berdasarkan ulasan yang ditulis oleh Ahmad Sudrajat, M.Pd dalam blognya[12], beliau mengatakan bahwa dalam media pembelajaran, terdapat berbagai jenis media belajar, diantaranya ;
· Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik,
· Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya,
· Projected still media : slide; over head projektor (OHP), in focus dan sejenisnya,
· Projected motion media : film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan sejenisnya.
E.                 MANFAAT MEDIA PEMBELAJARAN
1. Dapat mengatasi keterbatasan
Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda, tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak, seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan sebagainya. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak mungkin dibawa ke objek langsung yang dipelajari, maka objeknyalah yang dibawa ke peserta didik. Objek dimaksud bisa dalam bentuk gambar-gambar yang dapat disajikan secara audio visual dan audial.
Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para peserta didik tentang suatu objek yang disebabkan karena:
(a)  objek terlalu besar,
(b)  objek terlalu kecil,
(c)   objek yang bergerak terlalu lambat,
(d)  objek yang bergerak terlalu cepat,
(e)  objek yang terlalu kompleks,
(f)    objek yang bunyinya terlalu halus,
(g)  objek yang mengandung berbahaya dan resiko tinggi. Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua objek itu dapat disajikan kepada peserta didik.
2. Dapat memungkinkan interaksi langsung
Media pembelajaran yang memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya. Media menghasilkan keseragaman pengamatan.
3. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, kongkrit, dan realistis.
4. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
5. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
6. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang kongkrit sampai dengan abstrak.
Secara umum manfaat media pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara pendidik dengan peserta didik sehingga kegiatan pembelajaran lebih afektif dan efisien. Sedangkan secara lebih khusus manfaat media pembelajaran adalah:

1.     Penyampaian materi pembelajaran dapat diseragamkan
Dengan bantuan media pembelajaran, penafsiran yang berbeda antar pendidik dapat dihindari dan dapat mengurangi terjadinya kesenjangan informasi diantara peserta didik dimanapun berada.  
2.     Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik
Media dapat menampilkan informasi melalui suara, gambar, gerakan dan warna, baik secara alami maupun manipulasi, sehingga membantu pendidik untuk menciptakan suasana belajar menjadi lebih hidup, tidak monoton dan tidak membosankan.
3.     Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif
Dengan media akan terjadinya komukasi dua arah secara aktif, sedangkan tanpa media pendidik cenderung bicara satu arah.
4.     Efisiensi dalam waktu dan tenaga
Dengan media tujuan belajar akan lebih mudah tercapai secara maksimal dengan waktu dan tenaga seminimal mungkin. Pendidik tidak harus menjelaskan materi ajaran secara berulang-ulang, sebab dengan sekali sajian menggunakan media, peserta didik akan lebih mudah memahami pelajaran.
5.     Meningkatkan kualitas hasil belajar peserta didik
Media pembelajaran dapat membantu peserta didik menyerap materi belajar lebih mandalam dan utuh. Bila dengan mendengar informasi verbal dari pendidik saja, peserta didik kurang memahami pelajaran, tetapi jika diperkaya dengan kegiatan melihat, menyentuh, merasakan dan mengalami sendiri melalui media pemahaman peserta didik akan lebih baik.
6.     Media memungkinkan proses belajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja
Media pembelajaran dapat dirangsang sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar dengan lebih leluasa dimanapun dan kapanpun tanpa tergantung seorang pendidik.Perlu kita sadari waktu belajar di satuan pendidikan sangat terbatas dan waktu terbanyak justru di luar lingkungan satuan pendidikan.
7.     Media dapat menumbuhkan sikap positif peserta didik terhadap materi dan proses belajar
Proses pembelajaran menjadi lebih menarik sehingga mendorong peserta didik untuk mencintai ilmu pengetahuan dan gemar mencari sendiri sumber-sumber ilmu pengetahuan.
8.     Mengubah peran pendidik ke arah yang lebih positif dan produktif
Pendidik dapat berbagi peran dengan media sehingga banyak mamiliki waktu untuk memberi perhatian pada aspek-aspek edukatif lainnya, seperti membantu kesulitan belajar peserta didik, pembentukan kepribadian, memotivasi belajar, dan la


Ada beberapa kriteria untuk menilai keefektifan sebuah media[13].
Hubbard mengusulkan sembilan kriteria untuk menilainya[14]. Kriteria pertamanya adalah biaya. Biaya memang harus dinilai dengan hasil yang akan dicapai dengan penggunaan media itu. Kriteria lainnya adalah ketersediaan fasilitas pendukung seperti listrik, kecocokan dengan ukuran kelas, keringkasan, kemampuan untuk dirubah, waktu dan tenaga penyiapan, pengaruh yang ditimbulkan, kerumitan dan yang terakhir adalah kegunaan. Semakin banyak tujuan pembelajaran yang bisa dibantu dengan sebuah media semakin baiklah media itu.
Thorn[15], mengajukan enam kriteria untuk menilai multimedia interaktif. Kriteria penilaian yang pertama adalah kemudahan navigasi. Sebuah program harus dirancang sesederhana mungkin sehingga pembelajaran bahasa tidak perlu belajar komputer lebih dahulu. Kriteria yang kedua adalah kandungan kognisi, kriteria yang lainnya adalah pengetahuan dan presentasi informasi. Kedua kriteria ini adalah untuk menilai isi dari program itu sendiri, apakah program telah memenuhi kebutuhan pembelajaran si pembelajar atau belum. Kriteria keempat adalah integrasi media di mana media harus mengintegrasi aspek dan keterampilan bahasa yang harus dipelajari. Untuk menarik minat pembelajar program harus mempunyai tampilan yang artistik maka estetika juga merupakan sebuah kriteria. Kriteria penilaian yang terakhir adalah fungsi secara keseluruhan. Program yang dikembangkan harus memberikan pembelajaran yang diinginkan oleh pembelajar. Sehingga pada waktu seorang selesai menjalankan sebuah program dia akan merasa telah belajar sesuatu.
Secara umum manfaat media pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara pendidik dengan peserta didik sehingga kegiatan pembelajaran lebih afektif dan efisien. Sedangkan secara lebih khusus manfaat media pembelajaran adalah:
in-lain.
F.       PERANAN MEDIA DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI SATUAN PENDIDIKAN DASAR
Kenyataannya, peranan media pembelajaran di satuan pendidikan dasar kurang begitu diperhatikan oleh pendidik. Peserta didik yang seharusnya dapat mengoptimalkan pembelajaran dengan baik, namun karena tidak didukung dengan penggunaan media pembelajaran yang relevan cenderung menjadikan peserta didik menjadi verbalistik (hanya sebatas teori tanpa didukung dengan data yang konkrit). Sebagai contoh, peserta didik mempelajari jenis alat transportasi darat berupa delman, di Jakarta sebagaimana di tempat saya bertugas, tidak semua peserta didik di satuan pendidikan dasar mengenal, mengetahui, dan memahami delman sebagaimana kenyataannya karena tidak semua peserta didik pernah menjumpai kereta beroda dua ini. Oleh sebab itu, penggunaan media untuk menghilangkan kesan verbalistik ini mutlak sangat dibutuhkan.
Penggunaan media pembelajaran pada tiap satuan pendidikan saat ini sangat dianjurkan bahkan diupayakan untuk ada pada tiap-tiap proses pembelajaran khususnya di tingkat satuan pendidikan dasar. Media ini tentunya tidak hanya atas dasar ada saja, tetapi kesesuaian dan ketepatan penggunaan dalam proses penyampaian pesan pembelajaran yang akan diberikan.
Peranan media yang semakin meningkat sering menimbulkan kekhawatiran pada pendidik. Namun sebenarnya hal itu tidak perlu terjadi, masih banyak tugas pendidik yang lain seperti memberikan perhatian dan bimbingan secara individual kepada peserta didik yang selama ini kurang mendapat perhatian. Kondisi ini akan terus terjadi selama pendidik menganggap dirinya merupakan satu-satunya sumber dalam proses pembelajaran. Jika pendidik memanfaatkan berbagai media pembelajaran secara baik, pendidik dapat berbagi peran dengan media. Peran pendidik akan lebih mengarah sebagai manajer pembelajaran dan bertanggung jawab menciptakan kondisi sedemikian rupa agar peserta didik dapat belajar secara optimal. Untuk itu pendidik lebih berfungsi sebagai penasehat, pembimbing, motivator dan fasilitator dalam proses pembelajaran[16].
 
G.      KRITERIA PEMILIHAN MEDIA DALAM PROSES PEMBELAJARAN
Menurut Wilkinson[17], terdapat beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam memilih maupun menggunakan sebuah media pembelajaran, yakni :
1. Tujuan
Media yang dipilih hendaknya menunjang tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Tujuan yang dirumuskan ini adalah kriteria yang paling cocok, sedangkan tujuan pembelajaran yang lain merupakan kelengkapan dari kriteria utama.
2. Ketepatgunaan
Jika materi yang akan dipelajari adalah bagian-bagian yang penting dari benda, maka gambar seperti bagan dan slide dapat digunakan. Apabila yang dipelajarai adalah aspek-aspek yang menyakut gerak, maka media film atau video akan lebih tepat. Wilkinson menyatakan bahwa penggunaan bahan-bahan yang bervariasi menghasilkan dan meningkatkan pencapain akademik.
3. Keadaan peserta didik
Media akan efektif digunakan apabila tidak tergantung dari beda interindividual antara peserta didik. Msialnya kalau peserta didik tergolong tipe auditif/visual maka peserta didik yang tergolong auditif dapat belajar dengan media visual dari peserta didik yang tergolong visual dapat juga belajar dengan menggunakan media auditif.
 
4. Ketersediaan
Walaupun suatu media dinilai sangat tepat untuk mencapai tuuan pembelajaran, media tersebut tidak dapat digunakan jika tidak tersedia. Menurut wilkinson, media merupakan alat mengajar dan belajar, peralatan tersebut harus tersedia ketika dibutuhkan untuk memenuhi keperluan peserta didik dan pendidik.
5. Biaya
Biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh dan menggunakan media, hendaknya benar-benar seimbang dengan hasil-hasil yang akan dicapai.
Dalam kaitannya dengan pemilihan media pembelajaran yang sesuai dan tepat guna, kriteria yang paling utama adalah media harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai. Sebagai contoh, bila tujuan atau kompetensi peserta didik bersifat menghafalkan kata-kata tentunya media audio yang tepat untuk digunakan. Jika tujuan atua kompetnesi yang dicapai bersifat mehamai isi bacaan maka media cetak y ang lebih tepat digunakan. Bila tujuan pembelajaran bersifat motorik (gerak dan ativitas), maka media film dan video bisa digunakan. Di samping itu, terdapat kriteria lainnya yang bersifat melengkapi (komplementer).
H.      KESIMPULAN DAN SARAN TINDAK LANJUT
Media adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi. Sedangkan pembelajaran adalah usaha pendidik untuk menjadikan peserta didik melakukan kegiatan belajar. Dengan demikian media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan informasi dari pendidik ke peserta didik sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat peserta didik dan pada akhirnya dapat menjadikan peserta didik melakukan kegiatan belajar. Manfaat media pembelajaran tersebut adalah: penyampaian materi pembelajaran dapat diseragamkan, proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik, proses pembelajaran menjadi lebih interaktif, efisiensi dalam waktu dan tenaga, meningkatkan kualitas hasil belajar peserta didik, memungkinkan proses belajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, menumbuhkan sikap positif peserta didik terhadap materi dan proses belajar serta mengubah peran pendidik ke arah yang lebih positif dan produktif.
Penggunaan media dalam proses pembelajaran di satuan pendidikan dasar sampai saat ini Pada kenyataannya, penggunaan media memang kurang diperhatikan. Oleh karenanya, tiap pendidik hendaknya memahami benar peranan media dalam proses pembelajaran.
Sebagaimana telah dipaparkan di depan tingkat ketuntasan proses pembelajaran peserta didik yang didukung dengan penggunaan media pembelajaran sangat signifikan karena hal ini dapat menghilangkan kesan verbalistik dalam pola pemahaman peserta didik sebagai siswa. Sudah selayaknya pendidik sebagai seorang guru untuk menggunakan media pembelajaran dengan memanfaatkan limbah-limbah rumah tangga yang masih dapat digunakan. Itulah peranan pendidik dalam mengembangkan proses pembelajaran yang berhasil dan optimal.  
 DAFTAR PUSTAKA
 Ali, Mohammad. Teori & Praktek Pembelajaran Pendidikan
Dasar. 2007
Burden, Paul R. Methods For Effective Teaching—2nd Edition. Needham Heights USA: A Viacom Company. 1999
Hubbard, Peter et al. A Training Course for TEFL. Oxford : Oxford University Press. 1983
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Pusat Bahasa Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia –Edisi Ketiga cetakan ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. 2005



MEDIA PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN
Semakin sadarnya orang akan pentingnya media yang membantu pembelajaran sudah mulai dirasakan. Pengelolaan alat bantu pembelajaran sudah sangat dibutuhkan. Bahkan pertumbuhan ini bersifat gradual. Metamorfosis dari perpustakaan yang menekankan pada penyediaan meda cetak, menjadi penyediaan-permintaan dan pemberian layanan secara multi-sensori dari beragamnya kemampuan individu untuk mencerap informasi, menjadikan pelayanan yang diberikan mutlak wajib bervariatif dan secara luas.Selain itu,dengan semakin meluasnya kemajuan di bidang komunikasi dan teknologi, serta diketemukannya dinamika proses belajar, maka pelaksanaan kegiatan pendidikan dan pengajaran semakin menuntut dan memperoleh media pendidikan yang bervariasi pula. Belajar adalah proses internal dalam diri manusia maka guru bukanlah merupakan satu-satunya sumber belajar, namun merupakan salah satu komponen dari sumber belajar yang disebut orang. AECT (Associationfor Educational Communication and Technology) membedakan enam jenis sumber belajar yang dapat digunakan dalam proses belajar, yaitu:
1. Pesan; didalamnya mencakup kurikulum (GBPP) dan mata pelajaran.
2. Orang; didalamnya mencakup guru, orang tua, tenaga ahli, dan sebagainya.
3. Bahan;merupakan suatu format yang digunakan untuk menyimpan pesan pembelajaran,seperti buku paket, buku teks, modul, program video, film, OHT (over head transparency), program slide,alat peraga dan sebagainya (biasa disebut software).
4. Alat; yang dimaksud di sini adalah sarana (piranti, hardware) untuk menyajikan bahan pada butir 3 di atas. Di dalamnya mencakup proyektor OHP, slide, film tape recorder, dan sebagainya.
5. Teknik; yang dimaksud adalah cara (prosedur) yang digunakan orang dalam membeikan pembelajaran guna tercapai tujuan pembelajaran. Di dalamnya mencakup ceramah,permainan/simulasi, tanya jawab, sosiodrama (roleplay), dan sebagainya.
6. Latar (setting) atau lingkungan; termasuk didalamnya adalah pengaturan ruang, pencahayaan, dan sebagainya. Bahan & alat yang kita kenal sebagai software dan hardware tak lain adalah media pendidikan. Di bawah ini akan diuraikan dengan lebih lengkap mengenai media pengajaran dalam pendidikan.
Pengertian Media
Media pembelajaran terdiri dari dua kata, yaitu kata “media” dan “pembelajaran”. Kata media secara harfiah berarti perantara atau pengantar; sedangkan kata pembelajaran diartikan sebagai suatu kondisi untuk membneru seseorang melakukan suatu kegiatan belajar”. Media berasal dari bahasa latin merupakna bentuk jamak dari ”Medium” yang secara harfiah berarti ”Perantara” atau ”Pengantar” yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Banyak para pengamat dan ahli pendidikan mencoba menjelaskan pengertian media, diantaranya adalah:
• Aect mengemukakan bahwa media sebagai bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi
• Gagne mengemukakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar
• Schramm (1977) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah ”Teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran”.
• Briggs (1977) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah ”sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya.”
• National Education Association (1969) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah “sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras.”
Dari pendapat di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah ”segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik.” Atau dengan kalimat lain Media adalah “segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar mengajar terjadi”.

FUNGSI, KEGUNAAN, PERAN DAN KONTRIBUSI MEDIA
Sebelum mengetahui fungsi media ada baiknya kita melihat diagram cone of learning dari Edgar Dale yang secara jelas memberi penekanan terhadap pentingnya media dalam pendidikan:

Ada dua fungsi utama media pembelajaran. Fungsi pertama media adalah sebagai alat bantu pembelajaran, dan fungsi kedua adalah sebagai media sumber belajar. Kedua fungsi utama tersebut dapat ditelaah dalam ulasan di bawah ini.
a. Media pembelajaran sebagai alat bantu dalam pembelajaran Tentunya kita tahu bahwa setiap materi ajar memiliki tingkat kesukaran yang bervariasi. Pada satu sisi ada materi ajar yang tidak memerlukan alat bantu, tetapi di lain pihak ada materi ajar yang sangat memerlukan alat bantu berupa media pembelajaran. Media pembelajaran yang dimaksud antara lain berupa globe, grafik, gambar, dan sebagainya. Materi ajar dengan tingkat kesukaran yang tinggi tentu sukar dipahami oleh siswa. Tanpa bantuan media, maka materi ajar menjadi sukar dicerna dan dipahami oleh setiap siswa. Hal ini akan semakin terasa apabila materi ajar tersebut abstrak dan rumit/kompleks. Sebagai alat bantu, media mempunyai fungsi melicinkan jalan menuju tercapainya tujuan pembelajaran. Hal ini dilandasi keyakinan bahwa kegiatan pembelajaran dengan bantuan media mempertinggi kualitas kegiatan belajar siswa dalam tenggang waktu yang cukup lama. Itu berarti, kegiatan belajar siswa dengan bantuan media akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih baik daripada tanpa bantuan media.
b. Media pembelajaran sebagai sumber belajar Sekarang Anda menelaah media sebagai sumber belajar. Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat bahan pembelajaran untuk belajar peserta didik tersebut berasal. Sumber belajar dapat dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu manusia, buku perpustakaan, media massa, alam lingkungan, dan media pendidikan. Media pendidikan, sebagai salah satu sumber belajar, ikut membantu guru dalam memudahkan tercapainya pemahaman materi ajar oleh siswa, serta dapat memperkaya wawasan siswa
Fungsi lain dari media pembelajaran antara lain adalah:
a. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda, tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak, seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan sebagainya. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak mungkin dibawa ke objek langsung yang dipelajari, maka objeknyalah yang dibawa ke peserta didik. Objek dimaksud bisa dalam bentuk gambar-gambar yang dapat disajikan secara audio visual dan audial.
b. Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para peserta didik tentang suatu objek yang disebabkan karena: (a) objek terlalu besar, (b) objek terlalu kecil, (c) objek yang bergerak terlalu lambat, (d) objek yang bergerak terlalu cepat, (e) objek yang terlalu kompleks, (f) objek yang bunyinya terlalu halus, (g) objek yang mengandung berbahaya dan resiko tinggi. Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua objek itu dapat disajikan kepada peserta didik.
c. Media pembelajaran yang memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya.
d. Media menghasilkan keseragaman pengamatan.
e. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, kongkrit, dan realistis.
f. Media membangkitkan keinginan dan minat baru
g. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar
Secara umum media mempunyai kegunaan:
a. memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.
b. mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indra.
c. menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar.
d. memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori & kinestetiknya.
e. memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman & menimbulkan persepsi yang sama.
Selain itu, kontribusi media pembelajaran menurut Kemp and Dayton, 1985:
a. Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar
b. Penyusunan media yang terencana dan terstruktur dengan baik membantu pengajar untuk menyampaikan materi dengan kualitas dan kuatitas yang sama dari satu kelas ke kelas yang lain
c. Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik
d. Kegiatan belajar dapat menjadi lebih interaktif
e. Materi pembelajaran dapat dirancang, baik dari sisi pengorganisasian materi maupun cara penyajiannya yang melibatkan siswa, sehingga siswa menjadi lebih aktif di dalam kelas.
f. Media dapat mempersingkat penyajian materi pembelajaran yang kompleks, misalnya dengan bantuan video. Dengan demikian, informasi dapat disampaikan secara menyeluruh dan sistematis kepada siswa.
g. Kualitas belajar siswa dapat ditingkatkan
h. Penyajian pembelajaran dengan menggunakan media yang mengintegrasikan visualisasi dengan teks atau suara akan mampu mengkomunikasikan materi pembelajaran secara terorganisasi. Dengan menggunakan media yang lebih bervariasi, maka siswa akan mampu belajar dengan lebih optimal.
i. Dengan media yang makin lama makin canggih maka kegiatan pembelajaran tidak hanya dilakukan di dalam kelas saja tetapi bisa di mana saja. Misalnya, dengan teleconference pengajar dari luar kota bisa memberikan materinya, atau dengan CD peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran melalui media secara mandiri sesuai dengan kebutuhan mereka. Hal ini seperti halnya Anda yang jarak jauh bisa menggunakannya.
JENIS-JENIS MEDIA PEMBELAJARAN
Media pembelajaran banyak jenis dan macamnya. Dari yang paling sederhana dan murah hingga yang canggih dan mahal. Ada yang dapat dibuat oleh guru sendiri dan ada yang diproduksi pabrik. Ada yang sudah tersedia di lingkungan untuk langsung dimanfaatkan dan ada yang sengaja dirancang. Berbagai sudut pandang untuk menggolongkan jenis-jenis media, diantaranya:
• Rudy Bretz (1971) menggolongkan media berdasarkan tiga unsur pokok (suara, visual dan gerak): 1. Media audio 2. Media cetak 3. Media visual diam 4. Media visual gerak 5. Media audio semi gerak 6. Media visual semi gerak 7. Media audio visual diam 8. Media audio visual gerak
• Anderson (1976) menggolongkan menjadi 10 media: 1. audio : Kaset audio, siaran radio, CD, telepon 2. cetak : Buku pelajaran, modul, brosur, leaflet, gambar 3. audio-cetak : Kaset audio yang dilengkapi bahan tertulis 4. proyeksi visual diam : Overhead transparansi (OHT), film bingkai (slide) 5. proyeksi audio visual diam : film bingkai slide bersuara 6. visual gerak : film bisu 7. audio visual gerak : film gerak bersuara, Video/VCD, Televisi 8. obyek fisik : Benda nyata, model, spesimen 9. manusia dan lingkungan : guru, pustakawan, laboran 10. komputer : CAI
• Schramm (1985) menggolongkan media berdasarkan kompleksnya suara, yaitu: media kompleks (film, TV, Video/VCD,) dan media sederhana (slide, audio, transparansi, teks). Selain itu menggolongkan media berdasarkan jangkauannya, yaitu media masal (liputannya luas dan serentak / radio, televisi), media kelompok (liputannya seluas ruangan / kaset audio, video, OHP, slide, dll), media individual (untuk perorangan / buku teks, telepon, CAI). • Henrich, dkk menggolongkan: 1. media yang tidak diproyeksikan 2. media yang diproyeksikan 3. media audio 4. media video 5. media berbasis komputer 6. multi media kit.
Pada paper ini, media akan diklasifikasikan berdasarkan jenisnya yaitu menjadi media visual, media audio, dan media audio-visual.
MEDIA VISUAL
1. Media yang tidak diproyeksikan
a. Media realia adalah benda nyata. Benda tersebut tidak harus dihadirkan di ruang kelas, tetapi siswa dapat melihat langsung ke obyek. Kelebihan dari media realia ini adalah dapat memberikan pengalaman nyata kepada siswa. Misal untuk mempelajari keanekaragaman makhluk hidup, klasifikasi makhluk hidup, ekosistem, dan organ tanaman.
b. Model adalah benda tiruan dalam wujud tiga dimensi yang merupakan representasi atau pengganti dari benda yang sesungguhnya. Penggunaan model untuk mengatasi kendala tertentu sebagai pengganti realia. Misal untuk mempelajari sistem gerak, pencernaan, pernafasan, peredaran darah, sistem ekskresi, dan syaraf pada hewan.
c. Media grafis tergolong media visual yang menyalurkan pesan melalui simbol-simbol visual. Fungsi dari media grafis adalah menarik perhatian, memperjelas sajian pelajaran, dan mengilustrasikan suatu fakta atau konsep yang mudah terlupakan jika hanya dilakukan melalui penjelasan verbal. Jenis-jenis media grafis adalah: 1) gambar / foto: paling umum digunakan 2) sketsa: gambar sederhana atau draft kasar yang melukiskan bagian pokok tanpa detail. Dengan sketsa dapat menarik perhatian siswa, menghindarkan verbalisme, dan memperjelas pesan. 3) diagram / skema: gambar sederhana yang menggunakan garis dan simbol untuk menggambarkan struktur dari obyek tertentu secara garis besar. Misal untuk mempelajari organisasi kehidupan dari sel samapai organisme. 4) bagan / chart : menyajikan ide atau konsep yang sulit sehingga lebih mudah dicerna siswa. Selain itu bagan mampu memberikan ringkasan butir-butir penting dari penyajian. Dalam bagan sering dijumpai bentuk grafis lain, seperti: gambar, diagram, kartun, atau lambang verbal. 5) grafik: gambar sederhana yang menggunakan garis, titik, simbol verbal atau bentuk tertentu yang menggambarkan data kuantitatif. Misal untuk mempelajari pertumbuhan.
2. Media proyeksi
a. Transparansi OHP merupakan alat bantu mengajar tatap muka sejati, sebab tata letak ruang kelas tetap seperti biasa, guru dapat bertatap muka dengan siswa (tanpa harus membelakangi siswa). Perangkat media transparansi meliputi perangkat lunak (Overhead transparancy / OHT) dan perangkat keras (Overhead projector / OHP). Teknik pembuatan media transparansi, yaitu: – Mengambil dari bahan cetak dengan teknik tertentu – Membuat sendiri secara manual
b. Film bingkai / slide adalah film transparan yang umumnya berukuran 35 mm dan diberi bingkai 2X2 inci. Dalam satu paket berisi beberapa film bingkai yang terpisah satu sama lain. Manfaat film bingkai hampir sama dengan transparansi OHP, hanya kualitas visual yang dihasilkan lebih bagus. Sedangkan kelemahannya adalah beaya produksi dan peralatan lebih mahal serta kurang praktis. Untuk menyajikan dibutuhkan proyektor slide.
MEDIA AUDIO
1. Radio Radio merupakan perlengkapan elektronik yang dapat digunakan untuk mendengarkan berita yang bagus dan aktual, dapat mengetahui beberapa kejadian dan peristiwa-peristiwa penting dan baru, masalah-masalah kehidupan dan sebagainya. Radio dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang cukup efektif.
2. Kaset-audio Yang dibahas disini khusus kaset audio yang sering digunakan di sekolah. Keuntungannya adalah merupakan media yang ekonomis karena biaya pengadaan dan perawatan murah.
MEDIA AUDIO-VISUAL
1. Media video Merupakan salah satu jenis media audio visual, selain film. Yang banyak dikembangkan untuk keperluan pembelajaran, biasa dikemas dalam bentuk VCD.
2. Media komputer Media ini memiliki semua kelebihan yang dimiliki oleh media lain. Selain mampu menampilkan teks, gerak, suara dan gambar, komputer juga dapat digunakan secara interaktif, bukan hanya searah. Bahkan komputer yang disambung dengan internet dapat memberikan keleluasaan belajar menembus ruang dan waktu serta menyediakan sumber belajar yang hampir tanpa batas.
DAFTAR PUSTAKA
Green L (1996). Creatives Silde/Tape Programs. Colorado: Libraries Unlimited, Inc. Littleton.
Hackbarth S. (1996). The Educational Technology Hanbook. New Jersey: Educational Technology Publication,
Englewood Cliffs. Hannafin, M. J., Peck, L. L. (1998). The Design Development and Education of Instructional Software. New York: Mc. Millan Publ., Co.
Heinich, R., et. al. (1996) Instructional Media and Technologies for Learning. New Jersey: Prentice Hall, Englewood
Cliffs. E. Dale, Audiovisual Method in Teaching, 1969, NY: Dyden Press Bloom, S. Benyamin (1956). Taxonomy of Educational Objective The Classification of Educational Goal.
Ali, Mohammad, 2007. Teori & Praktek Pembelajaran Pendidikan Dasar.
Brown, H. Douglas. 1994. Principles of Language Learning and Teaching, Prentice Hall Regents: New Jersey.
Davis, Ben. 1991. Teaching with Media, a paper presented at Technology and Education Conference in Athens, Greece.
Elliot, Stephen N. et al,. 1996. Educational Psychology. Brown and Benchmark: Dubuque, lowa.
Hubbard, Peter et al. 1983. A Training Course for TEFL, Oxford University Press: Oxford. Hunter, Lawrence. 1996.
CALL: its Scope and Limits, The Internet TESL Journal, Vol. II, No. 6, June 1996, http://www.aitech.ac.jp/~iteslj/
Idris, Nuny S. 1999. Ragam Media Dalam Pembelajaran BIPA. A Paper presented at KIPBIPA III, Bandung.
http://www.blogger.com/feeds/2754832685471863545/posts/default oleh : Purwiro Harjati







BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anda tentu telah mengenal beberapa jenis media yang dapat digunakan dalam pembelajaran. Setiap jenis media pasti punya kelebihan dan kelemahan. Pemahanan masing-masing karakteristik media , akan membantu Anda dalam pemilihan jenis media yang paling tepat untuk kegiatan pembelajaran. Sebelum kita gunakan, media harus kita pilih secara cermat. Memilih media yang terbaik untuk tujuan pembelajaran bukanlah pekerjaan yang mudah. Pemilihan itu rumit dan sulit, karena harus mempertimbangkan berbagai faktor.
B. Permasalahan
· Mengapa kita perlu memilih media ?
· Apa saja pendektan/ model dalam proses pemilihan media ?
· Bagaimana kriteria pemilihan media ?
· Apa prinsip-prinsip pemilihan media pembelajaran ?
· Bagaimana prosedur pemilihan media pembelajaran ?
C. Tujuan penulisan
Sebagai salah satu tugas Mata Kuliah Media Pembelajaran
Sebagai salah satu sarana untuk mendapatkan nilai dari Mata Kuliah Media Pembelajaran
Untuk mengetahui berbagai macam permasalahan seputar pemilihan media pembelajaran
D. Manfaat penulisan
Terpenuhinya salah satu tugas Mata Kuliah Media Pembelajaran
Dijadikan sarana dalam proses belajar membuat karya ilmiah.
Bertambahnya wawasan mengenai pembahasan Pemilihan Media Pembelajaran
Dapat mengetahui berbagai macam persoalan seputar Pemilihan Media Pembelajaran


BAB II
PEMBAHASAN

A. Mengapa Perlu Pemilihan Media?
Media pada hakekatnya merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran. Sebagai komponen, media hendaknya merupakan bagian integral dan harus sesuai dengan proses pembelajaran secara menyeluruh. Ujung akhir dari pemilihan media adalah penggunaaan media tersebut dalam kegiatan pembelajaran, sehingga memungkinkan siswa dapat berinteraksi dengan media yang kita pilih.
Apabila kita telah menentukan alternatif media yang akan kita gunakan dalam pembelajaran, maka pertanyaan berikutnya sudah tersediakah media tersebut di sekolah atau di pasaran ? Jika tersedia, maka kita tinggal meminjam atau membelinya saja. Itupun jika media yang ada memang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah kita rencanakan, dan terjangkau harganya. Jika media yang kita butuhkan ternyata belum tersedia, mau tak mau kita harus membuat sendiri program media sesuai keperluan tersebut.
Jadi, pemilihan media itu perlu kita lakukan agar kita dapat menentukan media yang terbaik, tepat dan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sasaran didik. Untuk itu, pemilihan jenis media harus dilakukan dengan prosedur yang benar, karena begitu banyak jenis media dengan berbagai kelebihan dan kelemahan masing-masing.
B. Pendekatan/ model pemilihan media pembelajaran
Anderson (1976) mengemukakan adanya dua pendekatan/ model dalam proses pemilihan media pembelajan, yaitu: model pemilihan tertutup dan model pemilihan terbuka.
Pemilihan tertutup terjadi apabila alternatif media telah ditentukan “dari atas” (misalnya oleh Dinas Pendidikan), sehingga mau tidak mau jenis media itulah yang harus dipakai. Kalau toh kita memilih, maka yang kita lakukan lebih banyak ke arah pemilihan topik/ pokok bahasan mana yang cocok untuk dimediakan pada jenis media tertentu. Misalnya saja, telah ditetapkan bahwa media yang digunakan adalah media audio. Dalam situasi demikian, bukanlah mempertanyakan mengapa media audio yang digunakan, dan bukan media lain? Jadi yang harus kita lakukan adalah memilih topik-topik apa saja yang tepat untuk disajikan melalui media audio. Untuk model pemilihan terbuka, lebih rumit lagi.
Model pemilihan terbuka merupakan kebalikan dari pemilihan tertutup. Artinya, kita masih bebas memilih jenis media apa saja yang sesuai dengan kebutuhan kita. Alternatif media masih terbuka luas. Proses pemilihan terbuka lebih luwes sifatnya karena benar-benar kita sesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi yang ada. Namun proses pemilihan terbuka ini menuntut kemampuan dan keterampilan guru untuk melakukan proses pemilihan. Seorang guru kadang bisa melakukan pemilihan media dengan mengkombinasikan antara pemilihan terbuka dengan pemilihan tertutup.
C. Kriteria Pemilihan Media
Memilih media hendaknya tidak dilakukan secara sembarangan, melainkan didasarkan atas kriteria tertentu. Kesalahan pada saat pemilihan, baik pemilihan jenis media maupun pemilihan topik yang dimediakan, akan membawa akibat panjang yang tidak kita inginkan di kemudian hari. Banyak pertanyaan yang harus kita jawab sebelum kita menentukan pilihan media tertentu. Secara umum, kriteria yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan media pembelajaran diuraikan sebagai berikut.
1) Tujuan
Apa tujuan pembelajaran (TPU dan TPK ) atau kompetensi yang ingin dicapai? Apakah tujuan itu masuk kawasan kognitif, afektif , psikhomotor atau kombinasinya? Jenis rangsangan indera apa yang ditekankan: apakah penglihatan, pendengaran, atau kombinasinya? Jika visual, apakah perlu gerakan atau cukup visual diam? Jawaban atas pertanyaan itu akan mengarahkan kita pada jenis media tertentu, apakah media realia, audio, visual diam, visual gerak, audio visual gerak dan seterusnya.
2) Sasaran didik
Siapakah sasaran didik yang akan menggunakan media? bagaimana karakteristik mereka, berapa jumlahnya, bagaimana latar belakang sosialnya, apakah ada yang berkelainan, bagaimana motivasi dan minat belajarnya? dan seterusnya. Apabila kita mengabaikan kriteria ini, maka media yang kita pilih atau kita buat tentu tak akan banyak gunanya. Mengapa? Karena pada akhirnya sasaran inilah yang akan mengambil manfaat dari media pilihan kita itu. Oleh karena itu, media harus sesuai benar dengan kondisi mereka.
3) Karateristik media yang bersangkutan
Bagaimana karakteristik media tersebut? Apa kelebihan dan kelemahannya, sesuaikah media yang akan kita pilih itu dengan tujuan yang akan dicapai? Kita tidak akan dapat memilih media dengan baik jika kita tidak mengenal dengan baik karakteristik masing-masing media. Karena kegiatan memilih pada dasarnya adalah kegiatan membandingkan satu sama lain, mana yang lebih baik dan lebih sesuai dibanding yang lain. Oleh karena itu, sebelum menentukan jenis media tertentu, pahami dengan baik bagaimana karaktristik media tersebut.
4) Waktu
Yang dimaksud waktu di sini adalah berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengadakan atau membuat media yang akan kita pilih, serta berapa lama waktu yang tersedia / yang kita memiliki, cukupkah ? Pertanyaan lain adalah, berapa lama waktu yang diperlukan untuk menyajikan media tersebut dan berapa lama alokasi waktu yang tersedia dalam proses pembelajaran ? Tak ada gunanya kita memilih media yang baik, tetapi kita tidak cukup waktu untuk mengadakannya. Jangan sampai pula terjadi, media yang telah kita buat dengan menyita banyak waktu, tetapi pada saat digunakan dalam pembelajran ternyata kita kekurangan waktu.
5) Biaya
Faktor biaya juga merupakan pertanyaan penentu dalam memilih media. Bukankah penggunaan media pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembelajaran. Apalah artinya kita menggunakan media, jika akibatnya justru pemborosan. Oleh sebab itu, faktor biaya menjadi kriteria yang harus kita pertimbangkan. Berapa biaya yang kita perlukan untuk membuat, membeli atau meyewa media tersebut? Bisakah kita mengusahakan beaya tersebut/ apakah besarnya biaya seimbang dengan tujuan belajar yang hendak dicapai? Tidak mungkinkan tujuan belajar itu tetap dapat dicapai tanpa menggunakan media itu, adakah alternatif media lain yang lebih murah namun tetap dapat mencapai tujuan belajar? Media yang mahal, belum tentu lebih efektif untuk mencapai tujuan belajar, dibanding media sederhana yang murah.
6) Ketersediaan
Kemudahan dalam memperoleh media juga menjadi pertimbangan kita. Adakah media yang kita butuhkan itu di sekitar kita, di sekolah atau di pasaran ? Kalau kita harus membuatnya sendiri, adakah kemampuan, waktu tenaga dan sarana untuk membuatnya? Kalau semua itu ada, petanyaan berikutnya tersediakah sarana yang diperlukan untuk menyajikannya di kelas? Misalnya, untuk menjelaskan tentang proses tejadinya gerhana matahari memang akan lebih efektif jika disajikan melalui media video. Namun karena di sekolah tidak ada aliran listrik atau tidak punya video player, maka sudah cukup bila digunakan alat peraga gerhana matahari.
7) Konteks penggunaan
Konteks penggunaan maksudnya adalah dalam kondisi dan strategi bagaimana media tersebut akan digunakan. Misalnya: apakah untuk belajar individual, kelompok kecil, kelompok besar atau masal ? Dalam hal ini kita perlu merencanakan strategi pembelajaran secara keseluruhan yang akan kita gunakan dalam proses pembelajaran, sehingga tergambar kapan dan bagaimana konteks penggunaaan media tersebut dalam pembelajaran.
Mutu Teknis
Kriteria ini terutama untuk memilih/membeli media siap pakai yang telah ada, misalnya program audio, video, garafis atau media cetak lain. Bagaimana mutu teknis media tersebut, apakah visualnya jelas, menarik dan cocok ? Apakah suaranya jelas dan enak didengar ? Jangan sampai hanya karena keinginan kita untuk menggunakan media saja, lantas media yang kurang bermutu kita paksakan penggunaannya. Perlu diinggat bahwa jika program media itu hanya menjajikan sesuatu yang sebenarnya bisa dilakukan oleh guru dengan lebih baik, maka media itu tidak perlu lagi kita gunakan.
D. Prinsip-prinsip Pemilihan Media Pembelajaran
Pemilihan media merupakan keputusan yang menarik dan menentukan terhadap ketepatan jenis media yang akan digunakan, yang selanjutnya sangat mempengaruhi efektvitas dan efisiensi proses pembelajaran. Dalam menentukan ketepatan media yang akan dipersiapkan dan digunakan melakui proses pengam-bilan keputusan adalah berhubungan dengan kemampuan yang dimiliki oleh me¬dia termasuk kelebihan dari karakteristik media yang bersangkutan dihubungkan dengan berbagai komponen pembelajaran. Belum tentu jenis media yang mahal, yang lebih modern, yang lebih serba maju akan mendukung terciptanya pembela-jaran yang efektv dan efisien . Sebaliknya jenis media sederhana, harganya murah, mudah dibuat atau mudah didapat mungkin lebih efektif dan efisien diban¬ding yang lebih modern tersebut Begitu juga posisi media dalam pola pembela¬jaran yang akan dilaksanakan sangat mempengaruhi keteptan jenis media yang akan digunakan.
Sebelum melakukan proses pemilihan media ada beberapa prinsip yang ha¬rus diperhatikan.
Adanya kejelasan tentang maksud dan tujuan pemilihan media tersebut
Tujuan pemilihan media harus dihubungkan dengan tujuan dari penggu-naan media. Tujuan penggunaan media dapat bermacam-macam, seperti se¬kedar pengisi waktu, untuk hiburan, untuk informasi umum, untuk pembelajar¬an. Jika tujuan pemilihannya selain bukan pembelajaran, sebetulnya bukan tugas utama teknolog pendidikan. Tetapi kita harus mampu untuk melaksana¬kannya. Jika tujuan pemilihannya untuk pembelajaran harus dilihat peranan¬nya apakah sebagai alat bantu, sebagai pendamping guru, atau sebagai media untuk pembelajaran individual atau kombinasi dari semuanya itu.
Di samping itu jika tujuannya untuk media pembelajaran apakah untuk mencapai tujuan kognitif, afektif atau psikomotor termasuk yang harus diper-hatikan masing-masing dari aspek tujuan tersebut.
Yang harus diperhatikan dalam mempertimbangkan sebagai media pembelajaran apakah untuk sasaran individu, kelompok, atau klasikal, atau untuk sasaran tertentu, misalnya anak balita, orang dewasa, masyarakat petani, orang buta, orang tuli, dan sebagainya.
Adanya familiaritas media
Istilah familiaritas berasal dari famili atau keluarga artinya mengenal utuh tentang media yang akan dipilih. Setiap jenis media mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda satu sama lain. Jika dihubungkan karakteristik setiap media tersebut terhadap komponen pembelajaran akan mempunyai konseku¬ensi yang berbeda. Misalnya dihubungkan dengan tujuan pembelajaran media tertentu secara efektif dan efisien dapat mencapai tujuan kognitif tetapi media tertentu yang lain tidak bisa secara efektif. Begitu juga untuk tujuan afektif dan psikomotor ada beberapa media yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan tersebut secara efisien dan efeklif ada juga yang tidak. Jika dihubungkan de¬ngan sasaran belajar, ada yang bisa secara efisien dan efektif untuk individu, kelompok, klasikal tetapi ada juga yang tidak. Jika dihubungkan dengan isi pe¬san yang dipelajari, ada media yang dapat digunakan untuk menyajikan pesan yang bersifat faktual, konsep, prinsip, prosedur, atau sikap, tetapi ada juga yang tidak.
Oleh karena itu sebagai teknolog pendidikan harus mengenal betul sifat dan karakteristik dari masing-masing media tersebut agar media yang akan di¬pilih betul-betul tepat sesuai dengan yang dibutuhkan dalam kegiatan pembela¬jaran.
Ada sejumlah media pembelajaran yang dapat dipilih atau diperbandingkan
Sekalipun telah dikenal betul tentang sifat dan karakteristik dari berbagai macam media, tidak akan ada gunanya jika tidak tersedia sejumlah media yang akan dipilih. Karena pada hakekatnya pemilihan adalah proses pengambilan keputusan untuk menetapkan media yang paling cocok dipakai untuk kegiatan pembelajaran, berarti harus terdapat sejumlah media yang diperbandingkan. Begitu juga jika jenis media yang diperbandingkan terbatas maka jenis media yang ditetapkan untuk digunakan juga terbatas apa adanya.
Ada sejumlah kriteria atau norma yang dipakai dalam proses pemilihan
Prinsip ini merupakan hal yang terpenting dalam proses pemilihan karena akan dipakai dan digunakan serta menentukan jenis media yang ditentukan. Sejumlah kriteria atau norma yang dikembangkan harus disesuaikan dengan keterbatasan kondisi setempat mulai dari tujuan yang ingin dicapai, fasilitas, tenaga maupun dana, dampak kemudahan yang diperolehnya serta efisiensi dan efektivitasnya. Penyesuaian dengan keterbatasan kondisi setempat bukan menghilangkan idealisasi norma, tetapi dimaksudkan apakah memungkinkan untuk dilaksanakan atau tidak. Karena itu jumlah dan kedetailan norma atau kriteria yang dikembangkan untuk lembaga satu dengan lembaga yang lain bisa berbeda.
Selain itu sebelum mengembangkan kriteria dan melaksanakan pemilihan media harus diketahui jenis media yang akan dipilih apakah termasuk media by design ataukah by utilization. Karena konsekuensi dan jenis media tersebut berdampak pada penentuan kriteria atau norma yang dipakai. Media by utilization yang dimaksud adalah media yang telah tersedia secara umum dan banyak di lapangan atau di pasaran, tinggal menyesuaikan untuk dimanfaatkan dalam pembelajaran. Sedangkan yang dimaksud dengan media by design ada¬lah media yang sengaja dirancang dan dikembangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Karena itu proses dan kriteria pemilihan yang dipakai tentunya berbeda.

E. Prosedur pemilihan Media pembelajaran
Untuk jenis media rancangan (by design), beberapa macam cara telah dikembangkan untuk memilih media. Dalam proses pemilihan ini, Anderson (1976) mengemukakan prosedur pemilihan media menggunakan pendekatan flowchart (diagram alur). Dalam proses tersebut ia mengemukan beberapa langkah dalam pemilihan dan penentuan jenis penentuan media, yaitu :
Menentukan apakah pesan yang akan kita sampaikan melalui media§ termasuk pesan pembelajaran atau hanya sekedar informasi umum / hiburan. Jika hanya sekedar informasi umum akan diabaikan karena prosedur yang dikembangkan khusus untuk pemilihan media yang bersifat / untuk keperluan pembelajaran.
Menentukan apakah media itu dirancang untuk keperluan pembelajaran§ atau hanya sekedar alat bantu mengajar bagi guru (alat peraga). Jika sekedar alat peraga, proses juga dihentikan ( diabaikan).
§ Menentukan apakah tujuan pembelajaran lebih bersifat kognitif, afektif atau psikomotor.
Menentukan jenis media yang sesuai untuk jenis tujuan yang akan§ dicapai, dengan mempertimbangkan kriteria lain seperti kebijakan, fasilitas yang tersedia, kemampuan produksi dan beaya.
Mereview kembali jenis media yang telah dipilih, apakah sudah tepat§ atau masih terdapat kelemahan, atau masih ada alternatif jenis media lain yang lebih tepat.
§ Merencanakan, mengembangkan dan memproduksi media.
Pendekatan lain yang dapat digunakan dalam memilih media adalah pendekatan secara matrik. Salah satu dari pendekatan ini adalah yang dikemukakan oleh Alen. Matrik ini memberikan petunjuk yang dapat dijadikan pertimbangan dalam memilih media yang sesuai dengan jenis tujuan pembelajaran tertentu. Ia menggambarkan tinggi rendahnya kemampuan setiap jenis media bagi pencapaian berbagai tujuan belajar sebagai berikut :
Matrik kemampuan setiap jenis media dalam mempengaruhi berbagai jenis belajar
Untuk menggunakan matrik di atas, terlebih dahulu kita mempelajari jenis belajar mana yang akan dipelajari / harus dikuasai siswa, apakah informasi faktual, konsep, keterampilan dan seterusnya. Setelah itu, kita bisa memilih jenis media yang sesuai dengan jenis belajar tersebut. Caranya dengan melihat dalam kolom yang yang berlabel “tinggi “ yang tertera di bawah kolom jenis belajar. Selanjutnya kita lihat secara horizontal ke kolom paling kiri untuk memperoleh petunjuk jenis media mana yang sebaiknya kita pilih. Jika media tersebut ternyata tidak tersedia, atau tidak mungkin disediakan kareana mahal, tidak praktis, atau tidak sesuai dengan kondisi siswa, dengan cara yang samamaka pilihan kita beralih pada jenis media yang berlabel “ “sedang”. Ini berati kita telah memilih jenis media “terbaik kedua”, bukan yang terbaik.
Sekali lagi, pertimbangan utama dalam memilih media adalah keseuaian media tersebut dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai oleh siswa. Jika terdapat beberapa jenis media yang sama sama baik dan sesuai, maka prioritas kita adalah memilih jenis media yang murah, lebih praktis dan yang telah tersedia di sekitar kita.
DAFTAR PUSTAKA
Rahadi, Aristo. 2008. Bagaimana Memilih Media Pembelajaran : Aristo Rahadi Blog, (online), (http://aristorahadi.wordpress.com/, diakses 02 Juni 2008)
Choirullah. 2009. Penerapan Pemilihan Media Pembelajaran. Novel Afnan Blogspot, (online), (http://novel-afnan.blogspot.com/2009/05/penerapan-pemilihan-media-pembelajaran.html, diakses 31 Mei 2009).
Wijaya, Cece.dkk.1988. Upaya Pembaharuan Dalam Pendidikan. Bandung Remadja Karya.
Sulaiman, Dadang. 1988. Teknologi/Metodologi Pengajaran. Jakarta P2LPTK Ditjen Dikti.
Sastrawijaya, Tresna.1988. Proses Belajar Mengajar di Perguruan Tinggi. Jakarta: P2LPTK . Depdikbud
(B.S.Sidjabat)
1- Pengantar.[1]
UU Guru dan Dosen (No 14 Tahun 2005) mengemukakan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi dan sertifikasi pendidik disamping sehat jasmani dan rohani. Empat kompetensi yang harus berkembang dalam diri guru ialah: 1) kompetensi pedagogik; 2) kompetensi kepribadian; 3) kompetensi sosial dan 4) kompetensi profesional (Bab IV, Pasal 10). Terkait dengan kompetensi kepribadian itu, Kunandar, dalam Guru Profesional (2007) mencatat sejumlah elemen yang perlu dimiliki dan dikembangkan oleh guru.

 No  
Kompetensi  
Sub Kompetensi  
Indikator
 
1.1.   Kepribadian yang mantap dan stabil. a) Bertindak sesuai dengan norma  hukum.b) Bertindak sesuai dengan norma sosial.
c) Bangga sebagai guru.
d) Memiliki konsistensi dalam  bertindak sesuai dengan norma.
1.2.   Kepribadian yangdewasa. a) Menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik.b) Memiliki etos kerja sebagai guru.
1.3.   Kepribadian yangarif. a) Menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah dan masyarakat.b) Menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
1.4. Kepribadian yang berwibawa. a) Memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik.b) Memiliki perilaku yang disegani.
1.5. Berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan. a) Bertindak sesuai dengan norma religius (iman, takwa, jujur, ikhlas, suka menolong).b) Memiliki perilaku yang diteladani oleh peserta didik.
Sumber: “Direktorat Ketenagaan Dirjen Dikti dan Direktorat Profesi Pendidik Ditjen PMPTK Depdiknas dengan modifikasi” dalam Kunandar, Guru Profesional (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007: 75-77).
Saya tertarik dengan kepribadian berwibawa yang patut dimiliki seorang guru (1.4). Dikemukakan bahwa indikator guru berwibawa ada dua, yakni: a) memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik; dan b) memiliki perilaku yang disegani. Sangat tidak baik memang bilamana guru kurang mampu mewujudkan kedua hal itu dalam kehidupan dan tugasnya sehari-hari. Guru yang tidak disegani oleh muridnya, tidak didengarkan nasehatnya. Akibatnya mereka dilanda oleh perasaan rendah diri, lemah di dalam batin dan mentalnya.
Tidak jarang guru bersikap laizzefair di dalam kepemimpinannya bersama murid, supaya merasa diterima dan dihargai mereka. Guru itu membuat murid-murid merasa bebas dalam banyak hal sesuka hati demi menyenangkan mereka. Akibatnya,  murid menjadi tidak berdisiplin. Tidak sedikit guru yang membangun sikap otoriter (authoritarian) supaya didengar oleh anak didiknya. Namun kerap murid malah tidak terbuka, sebaliknya menutup diri, takut, kecewa kepada gurunya.
Bukan hanya guru yang membutuhkan wibawa dalam kehidupan. Setiap orang memerlukannya. Orangtua di rumah ingin ditaati anak-anak, juga pendeta di dalam gereja ingin dihormati warga jemaat. Para selebriti tak ketinggalan, berupaya tampil prima dan tetap  powerful dan memikat hati penggemar. Pejabat pemerintah yang tidak berwibawa akan ditinggalkan oleh pendukungnya maupun oleh mereka yang dipimpinnya. Mereka memandangnya tidak mempunyai otoritas maupun kuasa (lack of power).
2- Cara keliru meraihnya.
Wibawa tidak lepas dari kekuatan atau kuasa (power) di dalam batin yang kita miliki. Power itulah memancarkan wibawa, kharisma. Karena pentingnya wibawa ini, maka orang berusaha memperoleh kuasa, meningkatkan dan mempertahankannya. Tujuannya supaya memiliki self confidence. Beragam cara yang ditempuh orang, antara lain:
Pertama, berhubungan dengan roh-roh halus guna beroleh kekuatan magis (magical power), dengan memiliki jimat dan mantra. Jasa dukun dan para normal atau “orang pintar” penting dalam perkara ini. Orang Indonesia terlalu menyukai cara ini karena pengaruh keyakinan keyakinan animistik[2].
Kedua, dengan memperoleh dan mempertahankan kedudukan (posisi) di dalam sistem organisasi, di tengah kelompok dan masyarakat. Termasuk di tengah gereja para pendeta (hamba Tuhan) berebut menduduki kedudukan tertinggi (ketua sinode, bishop, ephorus, dll).
Ketiga, menonjolkan gelar-gelar yang diwarisi atau diraihnya (keturunan, akademis, penghargaan-penghargaan). Orang Batak di dalam pesta-pesat selalu menyebut leluhurnya dengan sebutan “Raja” seperti “Raja Sidjabat”, “Raja Sidabutar.” Para caleg dewasa ini menuliskan gelar-gelarnya untuk membuat rakyat terpesona.
Keempat, menumpuk kepemilikan (harta). Kalau kita kaya, pastilah banyak teman dan saudara. Sebaliknya jika miskin, siapa yang mau memandang kita sahabat? Iblis saja menawarkan harta, kuasa dan kekuatan kepada Yesus di padang gurun, agar Dia powerful dan berwibawa di dalam memberitakan Injil Kerajaan Allah. Jelas, Yesus menolaknya karena tanpa itu semua Dia telah berkenan kepada Sang Bapa (bd. Mat 4:1-11).
Akhirnya, orang memperoleh kuasa dan wibawa dengan membangun dukungan kelompok sosial (club, geng). Orang melibatkan diri dalam perkumpulan-perkumpulan sosial dan tradisional. Untuk ini jelas orang harus mengeluarkan biaya, tenaga dan waktu.
3- Sebaiknya bagaimana?
Bagaimana kita menanggapi kuasa maupun wibawa (sahala) ini? Sebagai orang beriman kepada Allah Tritunggal, kita harus memahami bahwa Tuhanlah sumber kuasa dan wibawa (kharisma). Dia memberikan kuasa kepada manusia untuk menguasai alam dan mengelolanya untuk kesejahtaraan hidupnya dan bagi kemuliaan Allah (Kej 1:28). Tetapi karena kejatuhan ke dalam dosa, kuasa itu tidak lagi stabil dalam diri manusia bahkan cenderung disalahgunakannya (untuk kepentingan diri, golongan). Ada banyak contoh di dalam Alkitab mengenai orang-orang yang menyalahgunakan kuasa (otoritas, wibawa) dari Tuhan. Anak manusia di bumi ini selalu ingin mendapatkan kuasa dari luar dirinya, karena dirasakan yang ada padanya lemah, tidak lengkap.
Para nabi dahulu diberi Tuhan wibawa sehingga berwibawa di hadapan pendengarnya. Agar didengar orang Israel, Tuhan memberi kuasa kepada Musa dan Harun. Supaya didengar oleh orang Israel dan raja Ahab beserta isterinya Izebel, Allah memberikan wibawa kenabian kepada Elia dan Elisa. Peristiwa di gunung Karmel merupakan sebuah contoh bagaimana kuasa dan wibawa Tuhan menyertai Elia. Tidak ketinggalan dengan nabi Yesaya yang menubuatkan kedatangan Mesias kepada bangsa Yehuda yang sudah lebih betah memuja patung. Roh Tuhan menyertai dan mengurapinya untuk melayani kaum tertindas (bd. Yes 11:1-3; 61:1-3). Di kemudian waktu, Yesus memberi kuasa kepada murid-murid-Nya (Mrk 6:6b-12; 16:15-20).
Yesus sendiri mengatakan bahwa kepada-Nya telah diberikan segala kuasa (exousia) baik di sorga maupun di bumi (Mat 28:18). Roh Kudus datang dan hadir dalam kehidupan para murid guna memberi mereka kuasa (dunamis) atau ketahanan, ketangguhan, sebagai saksi-saksi-Nya (Kis 1:8). Kita dapat membaca dalam Kisah Para Rasul bagaimana orang-orang sederhana pun ketika kuasa Roh Kudus bekerja, hidup mereka berdampak positif.
Kita membutuhkan kuasa (dunamis) di dalam pekerjaan sehari-hari[3]. Rasul Paulus mengakui bahwa dalam memberitakan Kristus, menasehati, mengajari orang, ia mengandalkan kuasa Tuhan yang bekerja di dalam dirinya. Ia mengizinkan tenaga dari Kristus yang melimpah dalam dirinya, yang memberikan hikmat (bd. Kol 1:28,29). Kekuatan (strength) Kristus membuatnya mampu menghadapi keadaan kekurangan maupun kelimpahan finansial (Flp 4:13). Diakui pula bahwa dalam kelemahanlah kuasa Kristus menaungi dirinya, sehingga sanggup bertahan di dalam penderitaan (2 Kor 12:9-10).
4 - Aplikasi dalam pendidikan.
Pendidikan pada dasarnya merupakan upaya memampukan anak didik agar sanggup menunaikan tugas dan panggilan hidupnya. Tugas guru adalah empowerment (pemampuan) bukan sebagai penaklukan dan penjinakan (domestication). Peran guru bukan hanya pengajar tetapi juga pelatih, pembimbing, pendamping dan teladan. UU Guru dan Dosen No 14 Tahun  2005 menjelaskan bahwa: “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.” (Pembukaan).
Tugas empowerment mempunyai arti menanamkan kepercayan, membangkitkan potensi dalam diri orang yang kita layani, sehingga mereka mengalami power dalam hidupnya. Power itu berupa pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai yang benar, dan kemampuan (skill) serta komunitas yang membangun. Ketika kita mengajar dan melakukan pelatihan, sebenarnya kita mengelola aktivitas sharing of power kepada dan bersama para peserta. Kawan-kawan yang akrab dan bersahabat dapat menjadi power bagi kita secara positif.  Peserta didik yang bersahabat dengan gurunya akan membangun wibawa pada diri sang guru. Begitu pula sebaliknya!
Dalam kaitan dengan empowerment itu, kita patut meneladani Tuhan Yesus, yang memampukan murid-murid-Nya dengan berbagai cara.
a)      Dia memberikan pengajaran, telling the truth of the gospel. Injil Kerajaan Sorga
memberikan kuasa yang mengubahkan kehidupan dalam diri pendengar yang percaya. Yesus berkotbah, berceramah, berdialog, menjawab pertanyaan, memberikan perumpamaan, semuanya untuk membuka pikiran dan menanamkan pengetahuan dan pengertian yang benar.
b)      Dia menyentuh perasaan (feeling) mereka. Yesus memotivasi para murid dengan
ucapan bermakna, memberikan afirmasi kalau benar dan menegur secara bijak bilamana keliru. Yesus membuat para murid-Nya berharga. Petrus dibuat-Nya berharga ketika berhasil mengatakan bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang Mahatinggi (Mat 16:16-18). Kerap Yesus mengajak mereka berjalan-jalan keliling desa dan kota dalam rangka membangun perasaan itu.
c)      Yesus menjadi teladan (model) menghadapi penolakan, kritikan, dan di dalam
melayani orang-orang terpinggirkan serta menghadapi tokoh-tokoh agama yang bersikap bermusuhan dengan-Nya. Ketika menghadapi penolakan di Nazaret (Mrk 6:1-6) Yesus bersama-sama dengan para murid di rumah ibadat itu. Yesus rela menjadi miskin untuk mengangkat harkat orang miskin (Mat 5:3). Kelemahlembutan dan rendah hati mewarnai hidup-Nya (bd. Mat 11:28-30). Dia bahkan menjadi model bagiamana berkorban di dalam memenuhi kehendak Bapa-Nya demi menebus manusia berdosa (Mrk 10:45). Menurut Tuhan, keteladanan hidup sangat berbicara kepada banyak orang lebih daripada seribu bahasa. Ucapan dan perbuatan menjadi seirama dan Dia tampil berintegritas.
d)     Akhirnya, Yesus mengutus Roh Kudus untuk mendiami para murid, menyertai dan
memampukan mereka di dalam kehidupan (Yoh 14:16,17,16; 15:26,27). Setelah kebangkitan-Nya dari kematian, Yesus mengatakan: “Terimalah Roh Kudus..” dalam rangka pemberitaan anugerah Allah (Yoh 20:22). Maklumlah, yang harus mereka kumandangkan adalah berita pertobatan dan pengampunan dosa di dalam Kristus!
Jadi bagaimana? Jelas, kita membutuhkan kuasa yang memunculkan wibawa,
kharisma, di dalam hidup dan pelayanan.  Perkara itu merupakan buah dari kuasa (power) spiritual yang berdampak kepada anak didik, rekan-rekan, keluarga, gereja dan masyarakat. Jangalah kita menjadi pelayan Tuhan yang kaya dengan pengetahuan dan pengertian serta keterampilan. Melimpah dengan pengetahuan teologi Injili saja tidak memadai! Jangan pula kita menjadi pelayan yang hatinya tertuju kepada kedudukan dan kekayaan, dengan alasan bahwa perkara itu membuat kita berwibawa. Kita harus melimpah dengan kuasa Tuhan yang membuat kita menyala-nyala bagi Dia[4]. Rasul Paulus menasehatkan: “Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan” (Rom 12:11). Juga dikatakan: “Janganlah padamkan Roh…”(1 Tes 5:19). Tuhan memberikan itu kepada setiap orang percaya, terutama kepada hamba-hamba-Nya!
Untuk itu kita harus memenuhi undangan Yesus untuk terus menerus tinggal dalam Dia, dalam firman-Nya dan di dalam kasih-Nya; bukan hanya Dia yang tinggal di dalam kita (Yoh 15:4,5,7,9). Kita harus memberi diri kepada Roh Kudus untuk dipenuhi-Nya (Ef 5:17), untuk dipimpin-Nya ketika melakukan tugas (Gal 5:16-18, 25). Kita perlu mengizinkan Allah berkarya di dalam diri kita dan melalui hidup kita (bd Flp 2:13). Tuhanlah yang mengerjakan transformasi di dalam diri kita dan memberikan power within us. Hal itu menyanggupkan kita tampil percaya diri, mantap, arif dan bersedia menjadi model.
Kuasa Bapa, Anak dan Roh Kudus di dalam serta melalui kitalah yang memunculkan kharisma dan menuntun kita kepada kepribadian yang matang, dewasa, sebagaimana cita-cita profesi keguruan yang dikemukakan di atas. Tetapi, untuk apa kita mengalami kuasa ilahi dari atas itu? Jawabnya, oleh kuasa dan wibawa-Nyalah kita akan dimampukan untuk banyak perkara, antara lain:
1)      Mengatakan ya bila ya dan tidak bila tidak; agar kita tidak mengkompromikan kebenaran dengan kepalsuan; tetap berdiri dalam kebenaran Injil.
2)      Menghadapi kuasa roh-roh jaha, roh-roh wilayah (Ef 6:11-13); di masyarakat banyak orang kesurupan di sekolah. Mengapa? Apa peran kita?
3)      Menghadapi rejection, misunderstanding, isolation; Anak-anak didik butuh pertolongan gurunya menghadapi pelecehan dari teman-teman juga dari guru yang kurang beres penghargaan dirinya.
4)      Mengajar dengan tepat, benar, bermakna. Mengajar yang bermakna berlangsung ketika kita membuka ruang batin untuk kehadiran orang lain, kemudian terjadilah relasi akrab dan dialogis.
5)      Menolak godaan di tengah pencobaan. Kita hidup di tengah godaan materialisme, dimana ukuran sukses adalah kelimpahan uang dan harta. Tuhan dan pelayanan menjadi seperti instrumen untuk meraihnya. Padahal, cara demikian tidak benar!
5- Penutup.
Saran saya, kita harus giat memberitakan Injil, kekuatan (dunamis) Allah yang membawa keselamatan (Rom 1:16,17). Kematian dan kebangkitan Kristus untuk penebusan dosa-dosa kita serta pembenaran kita di hadapan Allah merupakan intisari Injil (1 Kor 15:3,4; 1 Ptr 2:24; Rom 3:24-26). Itulah yang memberikan makna dalam hidup. Melalui pengajaran Agama Kristen (PAK) berita Injil harus jelas! Pelajaran PAK jangan sampai hanya menjadi percakapan masalah etika, moral, nilai hidup belaka (informing process).  Percakapan terhadap Injil juga harus menggema, agar anak didik percaya kepada Yesus dan mengalami penemuan makna hidup atau transformasi (transforming life). Pendekatan pribadi (konseling) harus kita upayakan untuk menuntun orang percaya Injil Yesus.
Untuk mengalami kuasa Tuhan, kita patut meningkatkan penyerahan diri kepada Tuhan melalui doa dan saat teduh pribadi[5]. Juga melalui aktivitas saling mendoakan, menopang, meneguhkan, mengakui, melayani. Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya (Amsal 27:17). Kita tidak dapat maju sendirian melainkan bersama teman, kawan, pasangan. Mereka pun tidak dapat maju tanpa kita dan sesama yang lain. Rahasia kekuatan para rasul di masa lalu ialah ketika mereka dalam persekutuan yang dinamis, saling membangun dan menguatkan.
Pandangan, pemahaman kita mengenai kuasa dan wibawa (kharisma) juga harus berubah, agar tidak diwarnai oleh pengaruh kepercayaan animisme, dinamisme atau naturalisme serta materialisme-humanistik. Ajaran firman Tuhan mengenai hubungan kita dengan diri sendiri, dengan orang lain, dengan pekerjaan, dengan benda (harta) dan kedudukan, patut mengalami transformasi. Ketika Yesus oleh Roh-Nya hadir, berkarya dalam hidup kita maka pikiran kita diperbarui berdasarkan nilai-nilai Sabda tertulis. Hadirnya Tuhan dalam hiduplah membuat kita mentransfer nilai-nilai hidup secara benar dan penuh wibawa. Jadilah terus manusia pembelajar, yang berguru kepada Yesus, masuk dalam program kemuridan-Nya (Mat 11:29-30). Selamat melayani, Soli Deo Gloria!
Tiranus, Bandung
B.S.Sidjabat

[1]Untuk acara bersama sejumlah alumni Institut Alkitab Tiranus, di Jakarta, Senin, 9 Maret 2009; dikembangkan dari materi diskusi bersama guru-guru Sekolah Kristen Dian Mas, di Bandung, Jumat 7 Maret 2009.[2] Dalam masyarakat Batak (Toba) dikenal konsep sahala yang artinya adalah wibawa, kharisma. Orang yang marsahala (punya wibawa) sangat dihormati seperti Raja Sisingamangaraja XII dahulu. Orangtua yang berhasil hidupnya (kaya), banyak keturunannya yang berkedudukan dan ternama, akan dianggap marsahala. Kalau ia mati, maka upacara adat besar dilakukan untuk memperoleh tua (berkat) dan sahala daripadanya. Kalau ada orang mengalami peristiwa berat seperti luput dari kecelakaan yang mendatangkan maut, atau rumahnya terbakar, maka roh (tondi) orang tersebut harus dikuatkan kembali dengan upacara adat (tradisi), disebut mangupa tondi. Orang hidup memiliki tondi dan sahala, dan kalau mereka mati yang tersisa adalah sahala saja.
[3]Menurut Vine’s Dictionary of The New Testament, ada empat istilah terkait dengan kuasa. Pertama, istilah dunamis berarti kemampuan (ability), kekuatan (might) untuk melakukan perkara-perkara besar (bd. Rom 8:38; 1 Ptr 3:22; Mrk 6:5; 9:39); Yesuslah dunamis dari Allah (1 Kor 1:24); Injil juga dunamis dari Dia (Rom 1:16). Roh Kudus memberi dunamis  (Kis 1:8). Kedua, istilah exousia mengandung arti wewenang, otoritas, kuasa untuk memerintah, sebagai tugas Allah (Luk 12:5;22:25 Ef 3:10; 6:12). Ketiga, istilah ischus menyatakan dorongan kemampuan (ability force), kekuatan (strength) (2 Tes 1:9). Istilah lainnya, kratos, mempunyai makna penguasaan (dominion); Allah pemilik kuasa kekal (1 Tim 6:16); Iblis punya dominios atas maut tetapi dikalahkan Kristus (Ibr 2:14); ketika kita percaya dominion Allah berlaku atas kita (Ef 1:19; 6:10).
[4]Karya Charles Karft, Christianity With Power (Servant Publications, 1989) sangat memberkati saya dan bagus dalam memberikan petunjuk bagaimana kita menikmati kuasa dari Tuhan dalam hidup dan pelayanan.
[5]Vine’s Dictionary mengingatkan bahwa di dalam Alkitab sejumlah kebenaran tentang kuasa dapat kita pelajari, yaitu: 1) bahwa kuasa itu bersumber dari Allah Tritunggal; 2) kuasa itu dinyatakan Allah dalam memelihara dan menguasai ciptaan; 3) kerap Allah menyatakan kuasa secara khusus (kuasa ilahi); 4) kuasa ada pada mahluk-mahluk ciptaan Tuhan termasuk pada ciptaan tak bernyawa (inanimate creature) (energi potensial???); 5) kuasa diberikan kepada manusia tetapi sering disalahgunakan; 6) kuasa diberi Allah bagi orang percaya oleh Roh Kudus untuk melaksanakan tugas dan panggilannya, serta bagi kemuliaan-Nya!
Saturday, December 19, 2009

Pengaruh Pendidikan Agama Kristen terhadap Pertumbuhan Iman Anak
Abstrak
Dengan pertumbuhan iman anak kepada Tuhan merupakan dambaan setiap   orang tua dalam kehidupannya. Untuk mencapai iman yang demikian. banyak usaha yang ditempuh setiap orang untuk membentuk dan membangun imannya.
Dalam kehidupan  masyarakat pada zaman sekarang, salah satu kesempatan untuk membina dan membangun kepribadian yang bertumbuh dalam iman adalah lembaga keagamaan. Di lingkungan sekolah di Indonesia, terutama di lembaga pendidikan formal, Ada mata pelajaran yang memungkinkan setiap orang untuk memperoleh pengetahuan tentang pembinaan dan peinbangunan iman dan pertumbuhannya. Mata pelajaran tersebut adalah mata pelajaran Pendidikan Agama.
Dari   pembahasan   yang   telah dilakukan diketahui bahwa dalam pembinaan   dan  pembentukan kepribadian yang beriman melalui Pendidikan Agama Kristen, guru memegang peranan penting. Peranan guru di sini adalah mengajarkan teori tentang nilai-nilai yang harus diterapkan siswa untuk memiliki kepribadian yangberiman kepada Yesus. Kemudian, guru juga berperan memberi contoh dan teladan dalam menerapkan nilai-nilai yang diajarkannya tersebut. Dengan demikian, siswa dapat meneladaninya. Selain itu. sebagai seorang pembina, guru juga harus memantau dan mengawasi siswanya dalam menerapkan nilai-nilai kristiani yang telah diajarkannya. Bila ia menemukan kesalahan atau kekurang-tepatan dalam penerapan nilai-nilai tersebut, guru langsung membetulkannya dengan berbagai cara yang dianggap tepat dan memungkinkan siswa tersebut dapat memperbaiki perilakunya.
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap siswa-siswi SDN Kalisari 07 Jakarta Timur, diketahui bahwa memang guru agama Kristen di sana telah berperan aktif dalam membina dan membangun kepribadian anak yang bertumbuh dalam iman di dalam kehidupan siswa-siswinya. Hal ini diketahui dari hasil penelitian dimana sebagian besar (84%) siswa mengakui telah memiliki ciri-ciri anak yang berhati-hati kepada Allah. Siswa juga mengakui bahwa mereka mapu memiliki sikap dan kepribadian yang demikian karena disamping mengajarkan teori tentang nilai-nilai kristiani Pendidikan Agama Kristen, guru juga memberi contoh dan teladan dalam menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pemberian contoh dan teladan ini dilakukan guru agama Kristen melalui sikap dan kepribadiannya dalam kehidupan sehari-hari yang selalu disesuaikan dcngan nilai-nilai kristiani yang diajarkannya kepada siswanya.
Sikap dan sistem dalam penerapan Pendidikan Agnma Kristen di SDN Kalisari 07  Jakarta Timur dapat dikembangkan dengan Iebih baik lagi sehingga semua siswanya dapat  memiliki  kepribadian yang baik dan bertanggung jawab  Sebab dengan seluruhnya siswa memiliki kepribadian yang baik dan beriman berarti tujuan pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen terhadap siswa dapat tercapai, yaitu dapat menghasilkan umat kristiani yang beriman kepada Tuhan dan iman mereka tersebut senantiasa direalisasikan dalam kehidupan mereka sehari-hari di dalam masyarakat. Dengan demikian. nama Tuhan semakin dimuliakan di atas muka bum ini.
Peran guru Pendidikan Agama Kristen sangatlah penting dalam membentuk kepribadian anak untuk mewujudkan anak-anak saleh. Dalam Amsal 22:6 Salomo berkata : "Didiklah orang. muda yang menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuapun ia tidak menyimpang dari pada jalan itu”.
Dari hasil penelitian dan pengelolaan data, kesimpulan yang penulis berikan adalah bertolak dari hipotesis dari  peran guru   Pendidikan Agama Kristen dalam pertumbuhan iman anak untuk mewujudkan anak patuh di SDN Kalisari 07 Jakarta Timur. Hasil ini penulis menguji hipotesis melalui metode angket sebagai metode pokok dan wawancara serta observasi sebagai metode pembantu.
BAB I
PENDAHULUAN
Alasan Pemilihan Judul
Dari zaman ke zaman, setiap orang dalam kehidupannya selalu ingin memiliki kepribadian yang baik, sopan, bertatakrama, dihargai dan ingin bahagia dan ingin meraih kesuksesan hidup. Dalam merealisasikan keinginannya tersebut banyakl usaha yang ditempuh  orang.
Ada yang berusaha melalui pergaulan hidup sehari-hari, ada yang melalui pendidikan formal dan non formal. Tetapi jarang sekali yang dapat memberi  hasil seperti yang didambakan setiap orang. Kegagalan ini sering terjadi  karena kenyataan yang ada adalah tempat-tempat yang diharapkan dapat memenuhi keinginan setiap orang tersebut lebih  sering mengutamakan kuantitas pengajaran daripada kualitas. Sebagian besar pendidik hanya sekadar memberi teori tanpa ada usaha untuk mengarahkan dan mengkondisikan pelajarnya untuk membentuk perilaku kehidupannya sesuai dengan yang diajarkan kepadanya. Pendidik berasumsi bahwa dengan menguasai teori, maka dengan sendirinya mampu menerapkannya dalam hidup sehari-hari.
Asumsi guru yang demikian, tidak semua menjadi kenyataan. Sebab banyak orang, terutama anak-anak, sulit memiliki dan menentukan bentuk perbuatan  konkrit dalam merealisasikan pengajaran pendidiknya yang berupa teoritis.
Dalam lembaga pendidikan, sebenarnya ada beberapa mata pelajaran yang memungkinkan setiap orang dapat membangun dan membentuk  perilakunya menjadi perilaku yang sopan, bertatakrama, memiliki nilai-nilai hidup yang berkualitas tinggi, dihargai dan diterima orang lain di sekitarnya. Mata pelajaran tersebut seperti Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, pendidikan Agama, Ilmu Pengetahuan Sosial. Bahkan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi yang baru diberlakukan sekarang, ada satu mata pelajaran khusus untuk membentuk kepribadian siswa, yaitu mata pelajaran Budi Pekerti. Mata pelajaran ini lebih  mengarah pada ajaran moral dan perilaku dalam hidup bermasyarakat di dalam kehidupan sehari-hari.
Di dalam lembaga pendidikan formal mata pelajaran pelajaran Pendidikan Agama Kristen merupakan suatu bidang yang dapat diandalkan untuk membentuk dan membangun pertumbuhan iman bertaqwa kepada Tuhan. Hal ini dapat diketui dari tujuan Pendidikan Agama Kristen seperti yang dikemukakan oleh Calvin dengan mengatakan :
“Tujuan Pendidikan Agama Kristen adalah mendidik semua putra-putri Ibu (gereja) agar mereka dilibatkan dalam penelaahan Alkitab secara cerdas sebagaimana dibimbing oleh Roh Kusus, - diajarkan mengambil bagian dalam kebaktian serta mencari keesaan gereja, - diperlengkapi memilih cara-cara mengejewantahkan pengabdian diri kepada Allah Bapa Yesus Kristus dalam gelanggang pekerjaan sehari-hari serta hidup bertanggung jawab di bawah kedaulatan Allah demi kemuliaan-Nya sebagai lambang ucapan syukur mereka yang dipilih dalam Yesus Kristus”
Selain itu Mata pelajaran ini dapat diandalkan karena dalam Alkitab dikatakan bahwa “Permulaan hikmah adalah takut akan Tuhan, semua orang yang melakukannya berakal budi yang baik” (Mzm 111 : 10). Di dalam Pendidikan Agama Kristen sendiri, setiap siswa diarahkan untuk mengenal Tuhan dan menerimaNya sebagai Tuhannya serta taat kepadanya. Dan untuk dapat taat kepada Tuhan, maka setiap orang harus mengenal perintahnya agar dapat dilakukan. Juga harus memahami larangannya agar dapat dijauhi. Kedua hal ini diketahui dari Firman Tuhan yang tertuang di dalam Alkitab.
Dari pandangan-pandangan di atas diketahui bahwa pengetahuan dan kepandaian yang mendatangkan kepribadian yang luhur adalah pengetahuan dan kepandaian yang berasal dari Tuhan-Nya. Untuk itu, dalam mengajarkan Firman Tuhan ini diperlukan pengajar atau guru yang  sadar betul akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pendidik iman. Sebab guru Pendidikan Agama Kristen mempunyai tanggung jawab membawa muridnya kepada iman yang kokoh dan berkembang menjaga kemurnian pengajar Tuhan dan memimpin murid kepada kebenaran Allah, Ia adalah  saksi Kristus, ia bukan hanya informatory tetapi juga sekalipun motivator, komunikator dan konselor bagi muridnya.
Tetapi fakta yang banyak terjadi sekarang adalah banyak guru agama Kristen kurang memperhatikan dan melaksanakan tugas  dan tanggung jawabnya dengan benar. Banyak guru agama Kristen yang hanya mengajarkan Pendidikan Agama Kristensecara teoritis tanpa peduli apakah siswanya mampu dan mau menerapkannya dalam kehidupan seharu-hari. Penerapan inilah yang menunjukkan seseorang sudah berkepribadian yang luhur dan saleh atau masih belum. Calvin dalam pandangannya di atas  menunjukkan bahwa Pendidikan Agama Kristen itu selain dipahami secara teoritis juga harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari gaik dalam bentuk ibadah bersama maupun dalam bentuk kegiatan dalam hidup sehari-hari di dalam masyarakat.
Keadaan pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen yang demikian justru kurang mampu membantu setiap orang berkeinginan untuk mempunyai kepribadian yang luhur, saleh dan beriman yang kokoh kepada Tuhan. Akibatnya banyak yang dilanda kekecewaan dan ketidakmampuan untuk merealisasikan imannya dalam kehidupan bermasyarakat untuk menunjukkan ketaatan dan keimanannya kepada Tuhan.
Kenyataan ini telah berlangsung di banyak sekolah, baik yang berstatus negeri maupun swasta umum dan swasta Kristen. Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen di sekolah sebagai pembentukan perkembangan iman serta beriman kepada Tuhan, semakin mendalam bila guru agama Kristen di sekolah tersebut hanya  berstatus Guru Agama Tidak Tetap (honorer). Semakin banyak tantangan yang dihadapi, baik dari segi waktu, fasilitas dan pihak-pihak dari yang beragama non Kristen yang lebih mendominasi sekolah tersebut.
Dengan memperhatikan tujuan Pendidikan Agama Kristen di atas maka pencapaian tujuan PAK tersebut semakin sulit. Perlu disadari bahwa pertumbuhan dan perkembangan iman nakak baru dapat tercapai  bila tujuan Pendidikan Agama Kristen seperti yang dirumuskan oleh Calvin di atas dapat tercapai.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tergerak untuk turut bertanggung jawab dan memberi sumbangan pemikiran dalam mengatasi dan memperbaiki keadaan pelaksanaan pendidikan Agama Kristen pada kesempatan ini penulis berkeinginan untuk mengadakan penelitian tentang pengaruh guru dalam pelaksanaan pendidikan Agama Kristen dalam pertumbuhan iman anak, karena itulah penulis memilih judul skripsi ini, yaitu “PENGARUH  PENDIDIKAN AGMA KRISTEN TERHADAP PERTUMBUHAN IMAN ANAK DI SDN KALISARI 07 JAKARTA”.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan skripsi ini adalah :
Untuk memenuhi  sebagai persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Theologia di STTIKAT Jakarta.
Untuk menjelaskan hakekat dan tujuan pendidikan Agama Kristen pada masa kini.
Untuk menjelaskan manfaat pelaksanaan pendidikan Agama Kristen di Sekolah khususnya untuk siswa SDN Kalisari 07.
Untuk menjelaskan manfaat pelakasanaan  pendidikan Agama Kristen Sekolah terhadap pertumbuhan iman anak di SDN Kalisari 07.
Problematika (Perumusan Makalah)
Penulis merumuskan beberapa masalah yang dianggap penting untuk diatasi karena berpengaruh pada pelakasanaan  pendidikan Agama Kristen di Gereja terhadap pertumbuhan iman anak di SDN Kalisari 07. Masalah-masalah tersebut adalah :
Sejauh mana pendidikan Agama Kristen di Sekolah mampu memberikan dampak yang baik bagi pertumbuhan iman anak pada saat ini.
Sejauh mana tanggung jawan sekolah dalam melaksanakan pendidikan Agama Kristen kepada anak secara bertanggung jawab dan berkualitas.
Sejauh mana peranan guru pendidikan Agama Kristen di Sekolah mewujudkan tujuan pendidikan Agama Kristen bagi para anak di Gereja.
Sejauh mana tanggung jawa orang tua dalam mendukung pelaksanaan tugas pendidikan Agama Kristen di Sekolah.  
Postulat
Dalam  penulisan skripsi ini penulis membatasi masalah yang dibahas pada pokok bahasan sejauh mana manfaat Pendidikan Agama Kristen (PAK) yang dilaksanakan di Gereja terhadap pertumbuhan Iman anak di SDN Kalisari 07. Dalam skripsi ini penulis tidak dapat membahas  secara mendalam mengenai peranan orang tua (keluarga) bagi pertumbuhan iman anak. Kalaupun hal itu disinggung dalam skripsi ini hanya ada kaitannya dengan tema yang penulis angkat dalam skripsi ini.
Hipotesa
Setiap mengadakan penelitian menentukan titik awal pemikiran pergerakan untuk mendekati permasalahan.
Dalam penelitian skripsi ini, penulis menetapkan kesimpulan sementara atau hipotesa sebagai berikut “Pendidikan Agma Kristen yang telah dilaksanakan di SDN Kalisari 07 telah mempengaruhi pertumbuhan iman anak di Sekolah tersebut”. Hipotesa inilah yang menjadi arah penelitian di dalam skripsi ini. 
Metode Penelitian
Dalam metode penelitian untuk mendukung pembahasan dalam skripsi ini, penulis menggunakan 2 (dua) metode yaitu :
Metode Penelitian Perpustakaan (Library Research) yaitu mempelajari dan mendalami buku-buku referensi dan literatur  lainnya yang dapat mendukung penelitian ini.Metode Penelitian Lapangan (Field Research)
Observasi, yaitu pengamatan langsung terhadap pelaksanaan PAK bagi anak di SDN Kalisari 07.
Melakukan wawancara dengan orang-orang yang dapat dijadikan sebagai nara sumber, untuk memperoleh data konkrit dengan mengadakan pendekatan-pendekatan.
Penyebaran angket. Penyusun akan menyiapkan pertanyaan-pertanyaan tertulis untuk dijawab responden untuk memperoleh pendapat di lapangan sesuai dengan yang terjadi.
Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini dilaksanakan secara sistematis untuk mencapai tujuan yang diharapkan, untuk mencapai tujuan tersebut maka penulisan skripsi ini diuraikan dan disusun berdasarkan 5 (lima) bab yaitu :
Bab I Pendahuluan
Dalam bab ini penulis membahas tentang alas an Pemilihan Judul, Tujuan Penelitian, Problematika, Postulat, Hipotesa, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
Bab II Landasan Teoritis
Dalam bab ini penulis akan menuangkan data-data teoritis yang berhubungan dengan pokok-pokok penelitian. Dalam bab ini akan dibahas mengenai pengertian PAK, Hakekat PAK, Tujuan PAK, PAK di Gereja, PAK terhadap anak. PAK disekolah, peranan guru PAK disekolah Hakekat pertumbuhan iman anak yang diuraikan dalam pengertian iman, dasar iman, pentingnya iman dalam kehidupan anak, factor-faktor yang mempengaruhi iman anak.
Bab III  Sejarah dan Keberadaan Sekolah 
Dalam bab ini penulis menguraikan tentang sejarah dan keberadaan Sekolah SDN Kalisari 07, minat anak belajar PAK SDN Kalisari 07, serta metodologi penelitian yang menguraikan tentang tujuan penelitian dan teknik pengolahan data, serta kendalanya.
Bab IV Hasil Penelitian
Dalam bab ini penulis mengemukakan hasil penelitian tentang manfaat Pendidikan Agama Kristen (PAK) yang dilaksanakan di Sekolah SDN Kalisari 07.
Bab V Penutup
Dalam bab ini penulis akan memberikan kesimpulan yang berupa rangkuman secara singkat dan jelas tentang semua hal yang ditulis atau dibahas dalam skripsi ini. Dalam bab ini juga akan diberikan saran-saran yang dianggap penulis perlu, baik bagi orang tua, anak, pembuat kebijakan PAK dan pelaksana PAK di lapangan, teristimewa bagi para pemimpin Gereja Tuhan yang berhubungan dengan tugas PAK bagi anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar