Minggu, 22 Agustus 2010

ELEMEN-ELEMEN IMAN KRISTEN

ELEMEN-ELEMEN IMAN KRISTEN
Oleh : Pdt. Sutjipto Subeno, S.Th., M.Div.

Nats : Efesus 1: 15-23
Seorang Kristen sejati bukan seorang yang statis dan juga bukan orang yang sempurna. Seorang Kristen sejati adalah seorang yang terus berproses. Dari realita menuju ideal yang Tuhan inginkan. Memahami proses antara realita di sini dengan ideal di sana kita perlu mengerti elemen-elemen pertumbuhan. Hal ini dibicarakan oleh Paulus dalam Ef 1:15-23. Di dalam Ef 1:15-23 ini, kita menemukan enam elemen yang menjadi dasar pertumbuhan. Keenam elemen ini ialah: pertama Iman di dalam Kristus (ay. 15); kedua, Kasih terhadap semua orang kudus (ay. 15); ketiga Roh hikmat (ay. 17); keempat Wahyu (ay. 17); kelima Pengharapan di dalam panggilan Kristus (ay. 18); keenam Kuasa Kebangkitan Kristus (ay. 19).
Keenam hal ini harus berproses di dalam hidup kita. Jika keenam elemen ini bertumbuh dengan baik, itu membuktikan Gereja tersebut sukses. Penilaian Allah tentang kriteria kesuksesan Kristen berbeda dengan penilaian manusia. Kesuksesan Gereja menurut pandangan manusia seringkali diukur secara mekanis dengan kriteria yang bisa diukur dan secara fenomena. Ini terjadi karena kita seringkali dibentuk oleh format dunia. Contoh, ketika Saul ditolak oleh Tuhan, maka Tuhan mengutus Samuel kerumah Isai untuk mengurapi salah satu anak Isai menjadi raja. Ketika Samuel melihat anak-anak Isai, kita melihat justru apa yang dinilai oleh Samuel berbeda dengan penilaian Tuhan. Samuel melihat apa yang kelihatan sedangkan Tuhan melihat hati manusia.
Bagi Samuel Daud tidak cocok menjadi raja tetapi itulah yang Tuhan pilih. Jadi prinsip kesuksesan Kristen adalah kembalinya seseorang di dalam proses yang Tuhan kehendaki. Kesuksesan Kristen tergantung pada proses pertumbuhan dari keenam elemen yang Paulus bicarakan dalam Ef 1:15-23. Bertumbuh dalam iman, kasih, hikmat, wahyu, pengharapan, dan di dalam kuasa kebangkitan. Keenam elemen ini harus bertumbuh di dalam hati kita. Inilah tanda dari seorang Kristen sejati. Oleh sebab itu Gereja wajib melakukan semua daya agar keenam elemen ini bisa bertumbuh. Hanya dengan demikian orang-orang Kristen bisa menjadi contoh ditengah dunia. Sekarang mari kita telusuri mulai dari poin pertama. Di dalam bagian pertama yang Paulus soroti adalah iman di dalam Kristus. Hal ini penting karena prinsip pertumbuhan Kristen di mulai dari iman kepada Kristus. Ini tidak bisa diganggu gugat.
Iman merupakan basis dari semua cara berpikir kita dan kehidupan kita. Di dalam bidang apapun kita memulainya dengan iman. Misalnya, seorang ilmuwan sejati dimulai dengan iman bukan rasio. Ketika kita mempelajari baik ilmu pengetahuan maupun filsafat kita akan mulai dengan paradigma. Paradigma di sini istilah lain untuk iman. Pengertian paradigma adalah satu set kepercayaan yang dipegang pertama menjadi hipotesa untuk melakukan segala sesuatu. Hipotesa ini sendiri belum dibuktikan kebenarannya. Tidak ada satu ilmu pengetahuan yang tidak mulai dengan iman. Fakta membuktikan kita memulai sesuatu dengan iman. Sejak dibangku sekolah kita mulai dengan iman, misalnya 2 + 2 = 4 kita percaya tanpa ragu. Apa yang guru kita katakan kita percaya tanpa kita menguji dan membuktikan kebenarannya. Celakanya ditengah dunia ini kita berdiri di atas iman yang diterpa oleh filsafat postmodern yang bersifat relatif. Apa yang aku percaya dengan yang kamu percaya, dua hal yang berbeda. Iman ini bersifat subyektif. Celakanya kondisi ini bukan hanya dialami oleh orang-orang diluar Kekristenan.
Hal ini terjadi juga di dalam Kekristenan. Itu sebabnya kita perlu mengerti iman dengan benar. Di dalam Ef 1:15, Paulus membicarakan konsep iman yang menyeluruh. Hari ini kita akan menelusuri sedikit demi sedikit dalam kitab Efesus ini. Pertama, Paulus mengatakan, "iman sejati adalah iman yang harus terkait dengan Kristus (ay. 15). Jika kita bandingkan dengan Ef 4:13, maka tujuan hidup kita adalah sampai kita semua telah mencapai kepenuhan iman. Iman di sini merupakan satu proses dari titik awal hingga titik akhir. Di sini Paulus menuntut kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah. Kaitan antara iman dengan pengertian yang benar tentang Kristus merupakan dua hal yang tidak bisa dilepaskan. Pengertian iman jika tidak kembali kepada Kristus yang sejati berarti bukan iman Kristen. Di dalam Roma 1, membicarakan bahwa hidup Kristen dimulai dari iman menuju kepada iman (Rm 1:16-17). Di sini prinsip kebenaran Allah dimulai dari iman menuju kepada iman. Di dalam Why. 2, jemaat Efesus dipuji karena mereka tidak sembarangan mempermainkan dan menjual iman mereka ketika rasul-rasul palsu mencoba mempengaruhi mereka. Hanya sayang kasih mereka kemudian luntur. Kedua, iman bukan sekedar iman yang kembali kepada Kristus dan pengenalan yang sejati kepada Kristus. Yang kedua, iman harus mencapai integritas iman. Iman yang sejati haruslah iman yang mempengaruhi seluruh pikiran dan hidup kita. Ketika kita mendengar firman Tuhan seringkali timbul benturan. Benturan ini merupakan benturan iman. Kita hanya melihat fenomena terbenturnya konsep tetapi sebenarnya terbenturnya akar. Ketika hal ini terjadi kita mengalami konflik. Akibatnya Iman menjadi iman yang tidak bersatu.
Iman hanya bersifat permukaan dan iman tidak menggarap persatuan yang sejati. Padahal dalam ayat ini, Yesus menuntut kesatuan iman. Iman sejati harus terimplementasi secara integritas dan inilah yang dituntut dari kita setiap orang Kristen. Kita hidup ditengah-tengah situasi relatif dan subyektif. Dan ini sangat berpengaruh di dalam Kekristenan sendiri. Jika imanku dengan imanmu berbeda, lalu bagaimana? Tidak usah ribut-ribut yang penting kita bersatu. Disini terjadi penggabungan namun bukan integrasi yang sejati. Di sini kelihatannya bersatu namun belum mencapai kesatuan iman yang sesungguhnya. Belum kembali kepada pengenalan Kristus yang sejati. Paulus tegas sekali dalam hal ini. Pengetahuan iman tentang Kristus harus dibereskan. Masalahnya, siapa yang melakukan? Di dalam Ef 4:11-12 jawabannya jelas bahwa setiap orang Kristen harus menggarap imannya. Pendeta, penginjil, pengajar, semua Tuhan berikan untuk memperlengkapi jemaat Tuhan. Gereja yang sejati adalah Gereja yang mendidik setiap jemaat untuk belajar firman Tuhan dengan baik. Gereja yang tidak mendidik setiap jemaat untuk belajar firman dengan baik berarti Gereja itu lumpuh. Tugas mengerti firman Tuhan dengan baik adalah tugas jemaat. Gereja Reformed Injili berdiri menegakkan firman Tuhan dan kita tidak main-main. Tuhan menugaskan kita untuk memperlengkapi diri supaya kita bisa menjadi alat Tuhan di dalam pembangunan tubuh Kristus. Setiap orang Kristen harus mencapai kesatuan iman. Setiap orang Kristen harus mendapatkan pengetahuan yang benar tentang anak Allah. Setiap orang Kristen harus mencapai kedewasaan penuh dan mencapai kepenuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus. Ini yang dituntut dalam Efesus 4. Ketiga, Iman sejati bukan sekedar diintegrasikan tetapi iman sejati harus bertahan di dalam penderitaan dan kesengsaraan. Ditengah-tengah berbagai macam terpaan badai dan berbagai iming-iming kemanisan dunia yang berdosa.
Disinilah Kekristenan diuji dalam dua hal. (1) Dengan penderitaan dan kerelaan kita untuk berkorban demi Kristus. Ini membuktikan seberapa jauh kita mengenal Kristus (bnd II tim 1:12). Iman kita kepada Dia menyebabkan kita berani untuk menderita semuanya ini. II Tim 3:12 mengatakan, "Memang setiap orang yang mau beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya. "Ajaran mengenai penderitaan ini berulang kali diajarkan dalam PB. (2) Barang siapa mempunyai pengetahuan iman yang sejati di dalam Kristus, dia tidak mudah dijatuhkan di dalam berbagai- bagai pencobaan dan iming-iming dunia ini. Hari ini banyak orang Kristen dijatuhkan oleh berbagai iming-iming dunia, misalnya oleh materialisme. Seberapa jauh pengenalan kita kepada Kristus sejauh itu jugalah kita bisa melatih dan mendidik iman kita untuk tetap bertahan dan tidak mudah dipancing dengan berbagai macam pancingan dunia ini. Iman yang sejati adalah iman yang terbentuk menjadi satu keutuhan yang saling mengikat satu sama lain. Dan ini dibuktikan di dalam praktika hidup kita ditengah pencobaan dan tipuan dunia baik melalui kekerasan maupun melalui pancingan manis. Jika ini terjadi berarti iman kita sedang bertumbuh menuju kesempurnaan yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman. Orang benar akan hidup oleh iman.?

Pengertian Iman
Dalam pengertian umum, iman memang diartikan percaya. Tapi tidak semua percaya bisa dikatakan iman. Alkitab sudah memberikan pengertian yang cukup jelas, tentang percaya yang bagaimana yang disebut iman.
Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus. (Roma 10:17)
Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. (Ibrani 11:1)
Dari kedua ayat ini kita bisa memerincikan pengertian tentang iman, sebagai berikut:
· Kita mendapatkan iman karena Allah berbicara kepada kita melalui Firman-Nya.
· Iman mengandung unsur berharap, meskipun tidak semua harapan itu iman.
· Kita berharap berdasarkan Firman Tuhan, bukan berdasarkan hasil analisa atau perhitungan manusia. Kalau Allah berbicara kepada kita, meskipun tidak ada dasar untuk berharap, tapi kita tetap berharap dan percaya, inilah yang disebut iman. Misalnya, seorang siswa yang yakin bahwa dia akan lulus ujian karena memang selama ini dia juara kelas terus, ini bukanlah iman. Itu memang wajar demikian. Juga, seorang yang yakin bahwa tahun depan dia akan bisa membeli sebuah mobil, karena setiap bulan dia menabung uang yang cukup, inipun juga bukan iman.
· Yang kita harapkan tersebut belum terjadi atau tidak kelihatan (Roma 8:24-25). Bukan juga karena mendapat info lebih awal.
Inti Iman Kristen
Dari semua kebenaran firman Tuhan yang kita imani, ada kebenaran yang merupakan inti dari iman seorang Kristen. Inti dari kebenaran ini ada di I Korintus 15:3-4, ialah:
· bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci,
· bahwa Ia telah dikuburkan,
· dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari ketiga, sesuai dengan Kitab Suci;
Ini merupakan inti dari iman seorang Kristen, tanpa iman akan hal ini maka iman terhadap hal-hal yang lain tidaklah ada gunanya.
Contoh iman dari Abraham
Abraham disebut oleh Alkitab sebagai Bapak orang beriman. Kita perlu mempelajari bagaimana dia bisa disebut demikian, dan bagaimana kita bisa menerapkannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Abraham mendapatkan janji dari Tuhan bahwa dia akan mempunyai keturunan yang banyak dan mendapatkan tanah yaitu Kanaan (Kejadian 12:1-3). Saat itu Abraham berumur 75 tahun dan istrinya berumur 74 tahun.
Abraham percaya kepada janji Allah itu. Dia meninggalkan tanah leluhurnya di Urkasdim dan menuju tanah Kanaan. Sebab apakah dikatakan nas Kitab Suci? "Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran." (Roma 4:3) Mengapa Abraham percaya? Apakah karena ada dasar untuk berharap? Tidak! Saat itu Abraham sudah tua dan rahim dari istrinyapun sudah tertutup. Tapi Alkitab mencatat:
Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: "Demikianlah nanti banyak keturunanmu." Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia tidak mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup. tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan. Karena itu hal ini diperhitungkan kepadanya, sebagai kebenaran. (Roma 4:18- 22)
Iman Abraham terbukti dari tindakan dan ketekunannya. Abraham bertindak dengan meninggalkan tanah leluhurnya dan menuju tanah yang dijanjikan Allah. Abraham mendapatkan anak saat ia berumur 100 tahun. Selama 25 tahun dia menantikan janji Allah dengan tekun.
Namun Alkitab juga mencatat tindakan Abraham yang tidak berkenan kepada Allah. Selama menunggu janji Allah tersebut, Abraham sempat meragukan kemampuan Allah. Dia tahu bahwa Allah menjanjikan anak kepada dia. Tapi istri dia (Sarah) rahimnya sudah tertutup, secara akal sudah tidak bisa mempunyai anak lagi. Dari pemikiran inilah dia berusaha untuk "menolong" Allah. Atas nasihat istrinya, Abraham mengawini hambanya, yaitu Hagar. Dan mempunyai seorang anak yaitu Ismael. Dari tindakan inilah Abraham berpikir dia bisa "menyelamatkan" rencana Allah. Padahal rencana Allah tetap bahwa anak perjanjian itu haruslah berasal dari Sarah. Tindakan Abraham yang berusaha "menyelamatkan" rencana Allah ini, justru mengakibatkan bencana di kemudian hari.

Bagaimana iman bisa bertumbuh?
Kalau kita baca Alkitab, ada empat hal yang merupakan kehidupan dasar seorang Kristen. Keempat hal tersebut yaitu: doa, firman, bersekutu dan bersaksi. Keempat kegiatan ini harus dilakukan dengan seimbang. Tidak boleh ada salah satu jari yang tidak ada atau kurang. Sampai kapanpun kita tetap harus melakukan ke-empat kehidupan dasar kekristenan ini. Meskipun kerohanian kita sudah matang dan jabatan kerohanian kita sudah tinggi, ke-empat hal ini tetaplah harus kita jalankan sebagai kehidupan sehari-hari. Akan terjadi kepincangan dalam hidup kalau ada yang tidak seimbang dari keempat kegiatan ini. (Untuk pembahasan lebih jauh, bacalah buku "Pelayanan dalam Gereja" bab "Kewajiban orang Kristen dan Karunia Roh.")

Mempraktekkan iman kita
Kita memang perlu bertumbuh dalam kemampuan berpikir, merencanakan dan memanajemen. Tapi sebagai orang Kristen, harus ada sesuatu yang lain dari hanya sekedar kemampuan otak saja. Kita harus mempraktekkan iman kita dalam kehidupan sehari-hari. Justru iman kita butuhkan karena ada hal-hal yang tidak bisa dicapai secara akal. Saat inilah kita membutuhkan iman. Kita perlu untuk melakukan hal-hal yang di luar kemampuan kita, tapi yang Allah suruhkan untuk kita lakukan. Itulah fungsinya iman. Kalau kita hanya melakukan sesuatu di batas kemampuan kita saja, yah, kita tidaklah membutuhkan iman.
Salah satu hal utama yang membuat iman kita tidak bertumbuh yaitu: "Kita memilih untuk tinggal dalam posisi aman." Kalau kita mau melatih iman kita, kita harus berani untuk melakukan tindakan beresiko tapi yang diperintahkan Tuhan. Kalau kita bertindak dengan iman, memang akan ada resiko untuk malu, dicemooh, dikucilkan, dikata-katai orang lain dsb.
Salah satu hal yang banyak dicatat dalam Alkitab, yaitu kita perlu untuk mengatakan iman kita sebelum hal itu terjadi. Ini memang mengandung resiko, tapi itulah latihan beriman. Kalau kita "beriman" setelah peristiwa itu sudah terjadi, itu bukanlah iman yang sebenarnya. Justru untuk melatih iman kita, kita harus berani mengucapkan iman yang Tuhan berikan kepada kita, sebelum hal itu terjadi.











Kata Pengantar

Bagi orang-orang Kristen yang tinggal di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia, Alkitab merupakan sesuatu yang mudah dan murah untuk dimiliki. Namun, kenyataan tersebut tidak berlaku di semua tempat di Indonesia. Di beberapa daerah di Indonesia, masih banyak arang Kristen yang kesulitan memperoleh Alkitab. Kalaupun ada, mahal harganya.
Sekalipun orang-orang Kristen di kota-kota besar telah dibekali dan membekali diri dengan Alkitab, tidak semuanya telah sungguh-sungguh membaca Alkitabnya. Padahal kesempatan ia memiliki Alkitab sendiri sangatlah besar, dibandingkan saudara-saudaranya di daerah yang lain.
Ada banyak faktor penyebab mengapa orang-orang Kristen di kota-kota besar tidak membaca Alkitabnya secara rutin. Ada faktor kemalasan. Ada yang beralasan sibuk dengan kegiatan sehari-hari. Ada juga yang beralasan tidak tahu cara membaca Alkitab dengan benar. Ada juga yang mengalami kesulitan dalam memahami berita Alkitab dari masa lalu untuk diterapkan pada masa kini. Dan sejumlah alasan lainnya.
Pada kesempntan kali ini, Buletin Pembinaan akan membahas tentang Saat Teduh. Topik ini sengaja dipilih untuk membekali warga jemaat dengan pengetahuan praktis untuk melakukan saat teduh, baik secara pribadi maupun berkelompok. Selain itu, diharapkan warga jemaat termotivasi untuk melakukan saat teduh secara rutin.

Pengertian dasar saat teduh
Jika ditinjau dari segi makna kata, maka istilah "saat teduh" menunjuk pada segi waktu dan juga suasana atau keadaan. Saat teduh adalah masa di mana suasana/keadaan yang terjadi bersifat teduh dan tenang. Dengan pengertian tersebut, tentu ada banyak saat teduh dalam hidup kita. Misalnya: sebelum tidur di malam hari, sewaktu bangun pagi-pagi sekali, sewaktu sendirian di rumah peristirahatan, setelah mendengarkan kotbah dalam kebaktian Minggu dsb.
Pada perkembangan selanjutnya, istilah "saat teduh" itu dipakai untuk menunjuk pada waktu di mana orang Kristen menenangkan diri dalam masa yang teduh dan tenang untuk membaca Alkitab dan merenungkannya. Beberapa puluh tahun yang lalu, banyak orang Kristen yang memakai buku renungan berjudul "Saat Teduh" sebagai alat bantu merenungkan Firman Tuhan. Oleh karena itu, banyak orang yang kini menyebut Saat Teduh terhadap tindakan membaca, merenungkan isi Alkitab dan berdoa.
Jadi, dapat dikatakan bahwa Saat Teduh itu adalah kegiatan orang percaya dalam membaca, merenungkan Firman Tuhan don berdoa yang dilakukan dalam masa yang suasananya teduh dan tenang.

Mengapa bersaat teduh?
Barangkali ada yang bertanya,"Mengapa saya harus bersaat teduh?" Sekilas; mungkin pertanyaan itu terdengar bodoh. Tetapi, pertanyaan itu baik untuk ditanyakan dan dipertanyakan. Mengapa? Karena banyak orang yang saat ini masih membeo. Melakukan apa yang disuruhkan orang kepadanya tanpa bersikap kritis dan yang parah adalah ketika ia tidak tahu untuk apa ia melakukannya.
Pertanyaan itu baik, karena mendorong kita untuk mencari tahu alasan mengapa orang Kristen harus bersaat teduh. Alasan pertama adalah bahwa kita harus bersyukur kalau sampai dengan saat ini, kita masih memiliki kesempatan untuk memiliki Alkitab sendiri. Ada banyak orang Kristen yang tidak bisa membeli Alkitab. Bahkan ada juga banyak orang Kristen yang harus sembunyi-semburryi dalam mencari dan membaca Alkitab (mis: orang Kristen di Republik Rakyat China).
Alasan kedua, kita harus bersyukur bahwa Alkitab pada masa kini ditulis dalam bahasa yang kita mengerti. Bahkan, kini tersedia banyak terjemnhan Alkitab ke dalam berbagai bahasa yang dapat kita manfaatkan untuk memperkaya pembacaan kita terhadap Firman Tuhan. Bukan berarti sejak dulunya sudah begitu. Dulu, Alkitab hanya boleh dibaca oleh para pastor dan ditulis dalam Bahasa Latin, yang tidak populer di kalangan umat kebanyakan.
Martin Luther, seorang tokoh reformator, menilai situasi tersebut tidaklah sehat. Oleh karera itu, ia coba menerjemahkan Alkitab ke dalam Bahasa Jerman, sehingga Firman Tuhan itu bisa dibaca, dikenal dan juga dilakukan oleh umat. Upayanya itu diikuti oleh yang Iainnya, sehingga kini muncul Alkitab dalam berbagai bahasn. Alkitab menjadi dekat dengan manusia, karena ia ditulis dalam bahasa yang bisa kita mengerti. Bukankah itu adalah anugerah?
Alasan ketiga, karena Alkitab itu memiliki banyak fungsi yang baik untuk membekali kehidupan orang percaya, terutama ketika saat ini problematika kehidupnn yang kita hadapi bertambah luas dan kompleks. Dalam 2 Tim. 3:16, diungkapkan beberapa fungsi dari Alkitab, yaitu:

o Mengajar. Apa yang diajarkan oleh Alkitab? Tentu saja kita dapat belajar tentnng Allah yang menyatakan diri, karya dan kehendak-Nya sampai saat ini kepada umat manusia. Kita pun dapat belajar tentang respon manusia, baik yang positif maupun negatif, terhadap Allahnya.

o Menyatakan kesalahan Di dalam Alkitab terdapat kebenaran yang sifatnya universal dan kekal. Oleh karena itu, dengan membaca yang benar (Alkitab), maka kita dapat tahu apa yang salah.

o Memperbaiki kelakuan. Dengan mengetahui apa yang salah, maka kita diajak untuk memperbaiki kelakuan kita Tidak hanya kelakuan bahkan, tetapi juga pola pikir dan tutur kata kita juga.

o Mendidik orang dalam kebenaran. Ini adalah fungsi yang tidak kalah pentingnya. Sebagai orang percaya, kita diharapkan untuk setia pada kebenaran dan karenanya berupaya untuk hidup dalam kebenaran itu. Alkitab dapat menolong kita untuk mengenal kebenaran dan mendidik kita untuk setia pada kebenaran.

Saat teduh pribadi dan kelompok
Berdasarkan pengertian di atas, maka saat teduh pada dasarnyan dapat kita lakukan secara pribadi ataupun berkelompok. Tentu saja itu dilakukan berdasarkan kebutuhan. Bagi mereka yang belum berkeluarga, tentu bersaat teduh dilakukan secara pribadi. Kalaupun dilakukan secara berkelompok, ia dapat melakukannya bersama orang tua atau teman-temannya.
Ada juga orang yang bersaat teduh secara berkelompok, misalnya: bersama keluarga, kelompok tumbuh bersama, teman-teman sekantor, dsb. Bersaat teduh secara berkelompok memiliki nilai lebih dibandingkan saat teduh pribadi, karena di dalamnya, kita bisa saling berbagi tentang Firman Tuhan, pengalaman hidup dsb., sehingga hal itu dapat saling memperkaya. Bukan berarti saat teduh pribadi itu nilainya kurang. Tidak. la tetap berharga untuk dilakukan.
Bagi mereka yang telah berkeluarga, sangatlah baik jika saat teduh dilakukan secara berkelompok. Selain nilai lebih di atas, saat teduh keluarga juga dapat mempererat ikatan kekeluargaan dan kebersamaan di antara sesama anggota keluarga. Di situlah wadah dan kesempatan kita dapat saling berkomunikasi, menguatkan dan juga bertumbuh.

Waktu dalam bersaat teduh
Sebenarnya tidak ade waktu yang paling baik dalam bersaat teduh, karena pada dasarnya kita dapat membaca dan merenungkan Firman Tuhan kapan saja. Sekalipun demikian, pemilihan waktu yang tepat akan sangat menentukan proses saat teduh yang kita lakukan.
Kalau begitu, kapan waktu yang tepat itu? Tentu itu tergantung dari diri kita masing-masing. Yang penting, ada suasana teduh dan tenang saat kita bersaat teduh. Suasana yang demikian akan sangat menolong kita untuk berkonsentrasi dan mendapat sesuatu dari Firman yang kita baca (bnd. Mat. 6:6).
Dalam Mrk. 1:35, dikisahkan tentang Tuhan Yesus yang berdoa pada pagi-pagi sekali sewaktu hari masih gelap. Tempat yang dipilih pun adalah tempat yang tenang. Di situlah Ia dapat berkonsentrasi dalam bersaat teduh untuk mendapatkan kekuatan spiritual guna melanjutkan karya-Nya di dunia.
Bukan berarti bahwa kita harus bersaat teduh pada pagi-pagi sekali, sama seperti Tuhan Yesus. Bagaimana dengan mereka yang harus pergi ke kantor pagi-pngi sekali? Kapan waktu mereka bersaat teduh? Lagipula, Tuhan Yesus juga biasa berdoa pada malam hari, saat suasananya mendukung (lih. Mat. 14:23).
Oleh karena itu, yang penting bukan kapannya, tetapi waktu yang tepat; tepat karena ada suasana teduh dan tenang, tepat karena kita bisa dengan sungguh-sungguh membaca Alkitab untuk mencari tahu apa kehendak-Nya bagi kita, tepat karena kondisi fisik kita masih memungkinkan untuk berdoa kepada-Nya.
Kalau waktu yang tepat itu adalah pagi hari, ya... lakukanlah pada pagi hari. Kalau waktu yang tepat itu adalah malam hari, sebelum tidur, ya... lakukanlah pada malam hari. Yang penting, kita tetap melakukan saat teduh di waktu yang tepat.

Tempat bersaat teduh
Sejalan dengan pembahasan di atas tentang waktu dalam bersaat teduh, maka tidak ada tempat yang paling baik dalam bersaat teduh. Dalam Alkitab, Tuhan Yesus berkali-kali berdoa di sebuah bukit, di tempat yang sunyi (bnd. Mat. 14:23; Mrk. b:46; Luk. 6:12). Mengapa bukit menjadi tempat favorit-Nya? Yang pasti, bukit dipilih bukan karena tempat itu lebih tinggi dan karenanya lebih dekat ke sorga atau dengan kata lain doanya lebih cepat didengar oleh Allah Bapa.
Tempat itu dipilih karena menyediakan suasana yang teduh dan tenang. Suasana itu adalah prasyarat bagi saat teduh yang baik dan berkualitas.
Lagipula, dalam kesempatan yang lain, Tuhan Yesus menyuruh para pendengar-Nya untuk berdoa di kamar yang terkunci (Mat. 6:6). Di balik pengajaran itu, sebenarnya terkandung pemahaman bahwa saat teduh itu harus dilakukan dalam suasana yang teduh, tenang, serta bukan dalam semangat untuk memamerkan kepada orang lain bahwa diri kita adalah orang yang saleh, yang ditun jukkan dengan seringnya berdoa (bersaat teduh).
Jadi, dapat dikatakan bahwa tempat yang baik dalam bersaat teduh adalah tempat yang menyediakan suasana teduh dan tenang. Oleh karena itu, kita tidak terikat pada kamar di rumah kita. Kita juga bisa bersaat teduh di villa saat retreat pribadi misalnya. Hal yang penting adalah bahwa tempat itu haruslah mendukung kita bersoat teduh secara berkualitas.

Langkah-langkah praktis dalam bersaat teduh
Sebenarnya, ada sejumlah langkah praktis untuk melakukan saat teduh, misalnya: diawali dan diakhiri dengan nyanyian. Tetapi secara umum, bersaat teduh dapat dilakukan dengan langkah demikian:
a. Berdoalah. Sebelum kita membaca dan merenungkan Firman Tuhan, diharapkan kita berdoa terlebih dahulu. Kita berdoa supaya Roh Kudus memberi penerangan kepada kita, sehingga bagian Alkitab yang kita baca sungguh-sungguh memberi arti dan makna bagi hidup kita. Kita pun dimampukan untuk memahami berita Alkitab dari masa lalu untuk diterapkan pada masa kini. Jadi, untuk memahami isi Alkitab diperlukan bantuan Allah sendiri, tidak bisa dan tidak boleh bergantung pada pengertian diri sendiri.

b. Bacalah. Ada baiknya, kita memiliki daftar bacaan harian. Saat ini, ada daftar bacaan harian yang diterbitkan oleh LAI selama setahun (biasanya juga dicantumkan dalam warta jemaat mingguan). Atau, kalau kita tidak mempunyainya, kita dapat memanfaatkan daftar bacaan yang tertera dalam buku renungan yang biasa kita pakai (spt: Saat Teduh, Renungan Harian, Santapan Harian, dsb.). Jika kita sudah tahu bagian Alkitab mana yang harus kita baca, maka kita dapat segera membacanya. Dalam membaca Aikitab, tentu kita tidak boleh tergesa-gesa, sehingga kita tidak bisa menangkap maknanya. Membaca Alkitab tidak sama seperti membaca buku komik, yang dapat dibaca sekilas saja.

c. Renungkanlah. Seusai kita membaca Alkitab, ada baiknya kita merenungkan terlebih dahulu hal-hal di bawah ini. Ada baiknya kita tidak langsung membaca buku renungan yang kita punyai. Buku itu hanya menolong kita saja. Oleh karena itu, yang penting adalah proses pemaknaan secara pribadi terhadsp teks Alkitab yang kita baca. Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dapat menolong kita untuk merenungkan teks Alkitab itu secara pribadi, yaitu:

o Apa saja yang kubaca. ada peristiwa apa? Hal apa yang menarik? Siapa yang menjadi tokoh atau pusat berita? Adakah kaitan dengan ayat atau perikop sebelumnya?

o Apa pesan yang Allah sampaikan kepadaku melalui nas tadi. adakah janji terungkap di sana? Apakah Allah memberi peringatan dalam ayat itu? Adakah teladan yang bisa kita pelajari? Dst.

o Apa responku adakah hal-hal spesifik dalam hidupku kini yang disoroti oleh pesan Firman Tuhan tsb.? Apa responku terhadap firman itu agar menjadi bagian dari hidupku?

d. Bandingkanlah hasil perenungan pribadi kita dengan buku renungan yang kita miliki. Kalau ternyata hasilnya berbeda, jangan kecil hati. Bukan berarti kita salah dalam memahami pesan Firman Tuhan. Perbedaan itu justru memperkaya pemahaman yang bisa kita dapat dari teks Alkitab yang dibaca. Lagipula, setiap orang dewasa harus memiliki perjumpaan secara pribadi dengan Tuhan melalui Alkitab yang ia baca. Dan pengalaman perjumpaannya itu adalah sahih.

e. Berdoalah kembali di akhir perenungan kita. Kita berdoa supaya pesan Firman Tuhan itu dapat terus kita ingat dan lakukan. Kita pun boleh mendoakan berbagai hal lainnya, spt: kegiatan di sepanjang hari yang akan kita lalui (kalau saat teduh dilakukan pagi hari); kegiatan yang sudah kita lakukan (pada malam hari); keluarga yang kita kasihi dsb.

f. Periksalah apakah kita sudah melakukan pesan Firman Tuhan itu dalam kehidupan sehari-hari. Jika kita bersaat teduh di pagi hari, maka kita dapat memeriksa diri kita pada malam harinya. Jika kita bersaat teduh di malam hari, maka kita dapat memeriksa diri pada keesokan malamnya saat kita bersaat teduh kembali. Langkah ini menjadi penting, sebagai proses evaluasi diri dan juga mengingatkan kita untuk terus termotivasi melakukan dan memberlakukan Firman Tuhan dalam kehidupan sehari-hari.

Catatan penutup
Bersaat teduh bukanlah sebuah tindakan yang sekali jadi, yang dengannya kita dapat langsung mengerti apa kehendak Tuhan bagi kita. Ia adalah proses yang harus kita lakukan secara berkesinambungan. Oleh karena itu, bersaat teduh sebaiknya dilakukan secara kontinyu, sehingga dengan demikian kita semakin akrab dengan Alkitab dan yang lebih penting adalah kita menjadi peka akan apa yang menjadi kehendak-Nya untuk kita lakukan dan berlakukan. Soli Deo Gloria (= segala kemuliaan hanya bagi Allah)
ELEMEN-ELEMEN IMAN KRISTEN
Oleh : Pdt. Sutjipto Subeno, S.Th., M.Div.

Nats : Efesus 1: 15-23
Seorang Kristen sejati bukan seorang yang statis dan juga bukan orang yang sempurna. Seorang Kristen sejati adalah seorang yang terus berproses. Dari realita menuju ideal yang Tuhan inginkan. Memahami proses antara realita di sini dengan ideal di sana kita perlu mengerti elemen-elemen pertumbuhan. Hal ini dibicarakan oleh Paulus dalam Ef 1:15-23. Di dalam Ef 1:15-23 ini, kita menemukan enam elemen yang menjadi dasar pertumbuhan. Keenam elemen ini ialah: pertama Iman di dalam Kristus (ay. 15); kedua, Kasih terhadap semua orang kudus (ay. 15); ketiga Roh hikmat (ay. 17); keempat Wahyu (ay. 17); kelima Pengharapan di dalam panggilan Kristus (ay. 18); keenam Kuasa Kebangkitan Kristus (ay. 19).
Keenam hal ini harus berproses di dalam hidup kita. Jika keenam elemen ini bertumbuh dengan baik, itu membuktikan Gereja tersebut sukses. Penilaian Allah tentang kriteria kesuksesan Kristen berbeda dengan penilaian manusia. Kesuksesan Gereja menurut pandangan manusia seringkali diukur secara mekanis dengan kriteria yang bisa diukur dan secara fenomena. Ini terjadi karena kita seringkali dibentuk oleh format dunia. Contoh, ketika Saul ditolak oleh Tuhan, maka Tuhan mengutus Samuel kerumah Isai untuk mengurapi salah satu anak Isai menjadi raja. Ketika Samuel melihat anak-anak Isai, kita melihat justru apa yang dinilai oleh Samuel berbeda dengan penilaian Tuhan. Samuel melihat apa yang kelihatan sedangkan Tuhan melihat hati manusia.
Bagi Samuel Daud tidak cocok menjadi raja tetapi itulah yang Tuhan pilih. Jadi prinsip kesuksesan Kristen adalah kembalinya seseorang di dalam proses yang Tuhan kehendaki. Kesuksesan Kristen tergantung pada proses pertumbuhan dari keenam elemen yang Paulus bicarakan dalam Ef 1:15-23. Bertumbuh dalam iman, kasih, hikmat, wahyu, pengharapan, dan di dalam kuasa kebangkitan. Keenam elemen ini harus bertumbuh di dalam hati kita. Inilah tanda dari seorang Kristen sejati. Oleh sebab itu Gereja wajib melakukan semua daya agar keenam elemen ini bisa bertumbuh. Hanya dengan demikian orang-orang Kristen bisa menjadi contoh ditengah dunia. Sekarang mari kita telusuri mulai dari poin pertama. Di dalam bagian pertama yang Paulus soroti adalah iman di dalam Kristus. Hal ini penting karena prinsip pertumbuhan Kristen di mulai dari iman kepada Kristus. Ini tidak bisa diganggu gugat.
Iman merupakan basis dari semua cara berpikir kita dan kehidupan kita. Di dalam bidang apapun kita memulainya dengan iman. Misalnya, seorang ilmuwan sejati dimulai dengan iman bukan rasio. Ketika kita mempelajari baik ilmu pengetahuan maupun filsafat kita akan mulai dengan paradigma. Paradigma di sini istilah lain untuk iman. Pengertian paradigma adalah satu set kepercayaan yang dipegang pertama menjadi hipotesa untuk melakukan segala sesuatu. Hipotesa ini sendiri belum dibuktikan kebenarannya. Tidak ada satu ilmu pengetahuan yang tidak mulai dengan iman. Fakta membuktikan kita memulai sesuatu dengan iman. Sejak dibangku sekolah kita mulai dengan iman, misalnya 2 + 2 = 4 kita percaya tanpa ragu. Apa yang guru kita katakan kita percaya tanpa kita menguji dan membuktikan kebenarannya. Celakanya ditengah dunia ini kita berdiri di atas iman yang diterpa oleh filsafat postmodern yang bersifat relatif. Apa yang aku percaya dengan yang kamu percaya, dua hal yang berbeda. Iman ini bersifat subyektif. Celakanya kondisi ini bukan hanya dialami oleh orang-orang diluar Kekristenan.
Hal ini terjadi juga di dalam Kekristenan. Itu sebabnya kita perlu mengerti iman dengan benar. Di dalam Ef 1:15, Paulus membicarakan konsep iman yang menyeluruh. Hari ini kita akan menelusuri sedikit demi sedikit dalam kitab Efesus ini. Pertama, Paulus mengatakan, "iman sejati adalah iman yang harus terkait dengan Kristus (ay. 15). Jika kita bandingkan dengan Ef 4:13, maka tujuan hidup kita adalah sampai kita semua telah mencapai kepenuhan iman. Iman di sini merupakan satu proses dari titik awal hingga titik akhir. Di sini Paulus menuntut kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah. Kaitan antara iman dengan pengertian yang benar tentang Kristus merupakan dua hal yang tidak bisa dilepaskan. Pengertian iman jika tidak kembali kepada Kristus yang sejati berarti bukan iman Kristen. Di dalam Roma 1, membicarakan bahwa hidup Kristen dimulai dari iman menuju kepada iman (Rm 1:16-17). Di sini prinsip kebenaran Allah dimulai dari iman menuju kepada iman. Di dalam Why. 2, jemaat Efesus dipuji karena mereka tidak sembarangan mempermainkan dan menjual iman mereka ketika rasul-rasul palsu mencoba mempengaruhi mereka. Hanya sayang kasih mereka kemudian luntur. Kedua, iman bukan sekedar iman yang kembali kepada Kristus dan pengenalan yang sejati kepada Kristus. Yang kedua, iman harus mencapai integritas iman. Iman yang sejati haruslah iman yang mempengaruhi seluruh pikiran dan hidup kita. Ketika kita mendengar firman Tuhan seringkali timbul benturan. Benturan ini merupakan benturan iman. Kita hanya melihat fenomena terbenturnya konsep tetapi sebenarnya terbenturnya akar. Ketika hal ini terjadi kita mengalami konflik. Akibatnya Iman menjadi iman yang tidak bersatu.
Iman hanya bersifat permukaan dan iman tidak menggarap persatuan yang sejati. Padahal dalam ayat ini, Yesus menuntut kesatuan iman. Iman sejati harus terimplementasi secara integritas dan inilah yang dituntut dari kita setiap orang Kristen. Kita hidup ditengah-tengah situasi relatif dan subyektif. Dan ini sangat berpengaruh di dalam Kekristenan sendiri. Jika imanku dengan imanmu berbeda, lalu bagaimana? Tidak usah ribut-ribut yang penting kita bersatu. Disini terjadi penggabungan namun bukan integrasi yang sejati. Di sini kelihatannya bersatu namun belum mencapai kesatuan iman yang sesungguhnya. Belum kembali kepada pengenalan Kristus yang sejati. Paulus tegas sekali dalam hal ini. Pengetahuan iman tentang Kristus harus dibereskan. Masalahnya, siapa yang melakukan? Di dalam Ef 4:11-12 jawabannya jelas bahwa setiap orang Kristen harus menggarap imannya. Pendeta, penginjil, pengajar, semua Tuhan berikan untuk memperlengkapi jemaat Tuhan. Gereja yang sejati adalah Gereja yang mendidik setiap jemaat untuk belajar firman Tuhan dengan baik. Gereja yang tidak mendidik setiap jemaat untuk belajar firman dengan baik berarti Gereja itu lumpuh. Tugas mengerti firman Tuhan dengan baik adalah tugas jemaat. Gereja Reformed Injili berdiri menegakkan firman Tuhan dan kita tidak main-main. Tuhan menugaskan kita untuk memperlengkapi diri supaya kita bisa menjadi alat Tuhan di dalam pembangunan tubuh Kristus. Setiap orang Kristen harus mencapai kesatuan iman. Setiap orang Kristen harus mendapatkan pengetahuan yang benar tentang anak Allah. Setiap orang Kristen harus mencapai kedewasaan penuh dan mencapai kepenuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus. Ini yang dituntut dalam Efesus 4. Ketiga, Iman sejati bukan sekedar diintegrasikan tetapi iman sejati harus bertahan di dalam penderitaan dan kesengsaraan. Ditengah-tengah berbagai macam terpaan badai dan berbagai iming-iming kemanisan dunia yang berdosa.
Disinilah Kekristenan diuji dalam dua hal. (1) Dengan penderitaan dan kerelaan kita untuk berkorban demi Kristus. Ini membuktikan seberapa jauh kita mengenal Kristus (bnd II tim 1:12). Iman kita kepada Dia menyebabkan kita berani untuk menderita semuanya ini. II Tim 3:12 mengatakan, "Memang setiap orang yang mau beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya. "Ajaran mengenai penderitaan ini berulang kali diajarkan dalam PB. (2) Barang siapa mempunyai pengetahuan iman yang sejati di dalam Kristus, dia tidak mudah dijatuhkan di dalam berbagai- bagai pencobaan dan iming-iming dunia ini. Hari ini banyak orang Kristen dijatuhkan oleh berbagai iming-iming dunia, misalnya oleh materialisme. Seberapa jauh pengenalan kita kepada Kristus sejauh itu jugalah kita bisa melatih dan mendidik iman kita untuk tetap bertahan dan tidak mudah dipancing dengan berbagai macam pancingan dunia ini. Iman yang sejati adalah iman yang terbentuk menjadi satu keutuhan yang saling mengikat satu sama lain. Dan ini dibuktikan di dalam praktika hidup kita ditengah pencobaan dan tipuan dunia baik melalui kekerasan maupun melalui pancingan manis. Jika ini terjadi berarti iman kita sedang bertumbuh menuju kesempurnaan yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman. Orang benar akan hidup oleh iman.?

Pengertian Iman
Dalam pengertian umum, iman memang diartikan percaya. Tapi tidak semua percaya bisa dikatakan iman. Alkitab sudah memberikan pengertian yang cukup jelas, tentang percaya yang bagaimana yang disebut iman.
Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus. (Roma 10:17)
Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. (Ibrani 11:1)
Dari kedua ayat ini kita bisa memerincikan pengertian tentang iman, sebagai berikut:
· Kita mendapatkan iman karena Allah berbicara kepada kita melalui Firman-Nya.
· Iman mengandung unsur berharap, meskipun tidak semua harapan itu iman.
· Kita berharap berdasarkan Firman Tuhan, bukan berdasarkan hasil analisa atau perhitungan manusia. Kalau Allah berbicara kepada kita, meskipun tidak ada dasar untuk berharap, tapi kita tetap berharap dan percaya, inilah yang disebut iman. Misalnya, seorang siswa yang yakin bahwa dia akan lulus ujian karena memang selama ini dia juara kelas terus, ini bukanlah iman. Itu memang wajar demikian. Juga, seorang yang yakin bahwa tahun depan dia akan bisa membeli sebuah mobil, karena setiap bulan dia menabung uang yang cukup, inipun juga bukan iman.
· Yang kita harapkan tersebut belum terjadi atau tidak kelihatan (Roma 8:24-25). Bukan juga karena mendapat info lebih awal.
Inti Iman Kristen
Dari semua kebenaran firman Tuhan yang kita imani, ada kebenaran yang merupakan inti dari iman seorang Kristen. Inti dari kebenaran ini ada di I Korintus 15:3-4, ialah:
· bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci,
· bahwa Ia telah dikuburkan,
· dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari ketiga, sesuai dengan Kitab Suci;
Ini merupakan inti dari iman seorang Kristen, tanpa iman akan hal ini maka iman terhadap hal-hal yang lain tidaklah ada gunanya.
Contoh iman dari Abraham
Abraham disebut oleh Alkitab sebagai Bapak orang beriman. Kita perlu mempelajari bagaimana dia bisa disebut demikian, dan bagaimana kita bisa menerapkannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Abraham mendapatkan janji dari Tuhan bahwa dia akan mempunyai keturunan yang banyak dan mendapatkan tanah yaitu Kanaan (Kejadian 12:1-3). Saat itu Abraham berumur 75 tahun dan istrinya berumur 74 tahun.
Abraham percaya kepada janji Allah itu. Dia meninggalkan tanah leluhurnya di Urkasdim dan menuju tanah Kanaan. Sebab apakah dikatakan nas Kitab Suci? "Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran." (Roma 4:3) Mengapa Abraham percaya? Apakah karena ada dasar untuk berharap? Tidak! Saat itu Abraham sudah tua dan rahim dari istrinyapun sudah tertutup. Tapi Alkitab mencatat:
Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: "Demikianlah nanti banyak keturunanmu." Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia tidak mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup. tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan. Karena itu hal ini diperhitungkan kepadanya, sebagai kebenaran. (Roma 4:18- 22)
Iman Abraham terbukti dari tindakan dan ketekunannya. Abraham bertindak dengan meninggalkan tanah leluhurnya dan menuju tanah yang dijanjikan Allah. Abraham mendapatkan anak saat ia berumur 100 tahun. Selama 25 tahun dia menantikan janji Allah dengan tekun.
Namun Alkitab juga mencatat tindakan Abraham yang tidak berkenan kepada Allah. Selama menunggu janji Allah tersebut, Abraham sempat meragukan kemampuan Allah. Dia tahu bahwa Allah menjanjikan anak kepada dia. Tapi istri dia (Sarah) rahimnya sudah tertutup, secara akal sudah tidak bisa mempunyai anak lagi. Dari pemikiran inilah dia berusaha untuk "menolong" Allah. Atas nasihat istrinya, Abraham mengawini hambanya, yaitu Hagar. Dan mempunyai seorang anak yaitu Ismael. Dari tindakan inilah Abraham berpikir dia bisa "menyelamatkan" rencana Allah. Padahal rencana Allah tetap bahwa anak perjanjian itu haruslah berasal dari Sarah. Tindakan Abraham yang berusaha "menyelamatkan" rencana Allah ini, justru mengakibatkan bencana di kemudian hari.

Bagaimana iman bisa bertumbuh?
Kalau kita baca Alkitab, ada empat hal yang merupakan kehidupan dasar seorang Kristen. Keempat hal tersebut yaitu: doa, firman, bersekutu dan bersaksi. Keempat kegiatan ini harus dilakukan dengan seimbang. Tidak boleh ada salah satu jari yang tidak ada atau kurang. Sampai kapanpun kita tetap harus melakukan ke-empat kehidupan dasar kekristenan ini. Meskipun kerohanian kita sudah matang dan jabatan kerohanian kita sudah tinggi, ke-empat hal ini tetaplah harus kita jalankan sebagai kehidupan sehari-hari. Akan terjadi kepincangan dalam hidup kalau ada yang tidak seimbang dari keempat kegiatan ini. (Untuk pembahasan lebih jauh, bacalah buku "Pelayanan dalam Gereja" bab "Kewajiban orang Kristen dan Karunia Roh.")

Mempraktekkan iman kita
Kita memang perlu bertumbuh dalam kemampuan berpikir, merencanakan dan memanajemen. Tapi sebagai orang Kristen, harus ada sesuatu yang lain dari hanya sekedar kemampuan otak saja. Kita harus mempraktekkan iman kita dalam kehidupan sehari-hari. Justru iman kita butuhkan karena ada hal-hal yang tidak bisa dicapai secara akal. Saat inilah kita membutuhkan iman. Kita perlu untuk melakukan hal-hal yang di luar kemampuan kita, tapi yang Allah suruhkan untuk kita lakukan. Itulah fungsinya iman. Kalau kita hanya melakukan sesuatu di batas kemampuan kita saja, yah, kita tidaklah membutuhkan iman.
Salah satu hal utama yang membuat iman kita tidak bertumbuh yaitu: "Kita memilih untuk tinggal dalam posisi aman." Kalau kita mau melatih iman kita, kita harus berani untuk melakukan tindakan beresiko tapi yang diperintahkan Tuhan. Kalau kita bertindak dengan iman, memang akan ada resiko untuk malu, dicemooh, dikucilkan, dikata-katai orang lain dsb.
Salah satu hal yang banyak dicatat dalam Alkitab, yaitu kita perlu untuk mengatakan iman kita sebelum hal itu terjadi. Ini memang mengandung resiko, tapi itulah latihan beriman. Kalau kita "beriman" setelah peristiwa itu sudah terjadi, itu bukanlah iman yang sebenarnya. Justru untuk melatih iman kita, kita harus berani mengucapkan iman yang Tuhan berikan kepada kita, sebelum hal itu terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar