Minggu, 22 Agustus 2010

BAHAN AJAR TEORI PAK

Dosen Pengampu : Ev. Timotius Sukarman,S.TH, S.PAK, M.Th

Bagian I
Pendahuluan

Pentingnya PAK

Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari peran agama amat penting bagi kehidupan umat manusia maka internalisasi agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di lingkungan keluarga, di lembaga pendidikan formal maupun nonformal serta masyarakat. Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama. Peningkatan potensi spritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan. Penerapan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar di bidang Pendidikan Agama Kristen (PAK), sangat tepat dalam rangka mewujudkan model PAK yang bertujuan mencapai transformasi nilai-nilai kristiani dalam kehidupan peserta didik pada semua jenjang pendidikan. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar memberikan ruang yang sama kepada setiap peserta didik dengan keunikan yang berbeda untuk mengembangkan pemahaman iman kristiani sesuai dengan pemahaman, tingkat kemampuan serta daya kreativitas masing-masing. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Kristen bukanlah “standar moral” Kristen yang ditetapkan untuk mengikat peserta didik, melainkan dampingan dan bimbingan bagi peserta didik dalam melakukan perjumpaan dengan Tuhan Allah untuk mengekspresikan hasil perjumpaan itu dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik belajar memahami, mengenal dan bergaul dengan Tuhan Allah secara akrab karena seungguhnya Tuhan Allah itu ada dan selalu ada dan berkarya dalam hidup mereka. Dia adalah Sahabat dalam Kehidupan Anak-anak. Hakikat Pendidikan Agama Kristen (PAK) seperti yang tercantum dalam hasil Lokakarya Strategi PAK di Indonesia tahun 1999 adalah: Usaha yang dilakukan secara terencana dan kontinu dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan menghayati kasih Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus yang dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari, terhadap sesama dan lingkungan hidupnya. Dengan demikian, setiap orang yang terlibat dalam proses pembelajaran PAK memiliki keterpanggilan untuk mewujudkan tanda-tanda Kerajaan Allah dalam kehidupan pribadi maupun sebagai bagian dari komunitas.
Pada dasarnya PAK dimaksudkan untuk menyampaikan kabar baik (euangelion = injil), yang disajikan dalam dua aspek, aspek ALLAH TRITUNGGAL (ALLAH BAPA, ANAK, DAN ROH KUDUS) dan KARYANYA, dan aspek NILAI-
12
NILAI KRISTIANI.
Secara holistik, pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar PAK pada Pendidikan kesetaraan mengacu pada dogma Allah Tritunggal dan karya-Nya. Pemahaman terhadap Allah Tritunggal dan karya-Nya harus tampak dalam nilai-nilai kristiani yang dapat dilihat dalam kehidupan keseharian peserta didik. Berdasarkan pemahaman tersebut, maka rumusan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar PAK di Satuan pendidikan nonformal penyelenggara pendidikan kesetaraan dibatasi hanya pada aspek yang secara substansial mampu mendorong terjadinya transformasi dalam kehidupan peserta didik, terutama dalam pengayaan nilai-nilai iman kristiani. Dogma yang lebih spesifik dan mendalam diajarkan di dalam gereja. Fokus Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar berpusat pada kehidupan manusia (life centered). Artinya, pembahasan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar didasarkan pada kehidupan manusia, dan iman Kristen berfungsi sebagai cahaya yang menerangi tiap sudut kehidupan manusia. Pembahasan materi sebagai wahana untuk mencapai kompetensi, dimulai dari lingkup yang paling kecil, yaitu manusia sebagai ciptaan Allah, selanjutnya keluarga, teman, lingkungan di sekitar peserta didik, setelah itu barulah dunia secara keseluruhan dengan berbagai dinamikanya.


Pendidikan Agama Kristen bertujuan:

a. Memperkenalkan Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus dan karya-karya-Nya agar peserta didik bertumbuh iman percayanya dan meneladani Allah Tritunggal dalam hidupnya
b. Menanamkan pemahaman tentang Allah dan karya-Nya kepada peserta didik, sehingga mampu memahami dan menghayatinya
c. Menghasilkan manusia Indonesia yang mampu menghayati imannya secara bertanggungjawab serta berakhlak mulia di tengah masyarakat yang pluralistik.

Fungsi Pendidikan Agama Kristen:
a. Memampukan peserta didik memahami kasih dan karya Allah dalam kehidupan sehari-hari
b. Membantu peserta didik mentransformasikan nilai-nilai kristiani dalam kehidupan sehari-hari

Ruang lingkup PAK meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
1. Allah Tritunggal (Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus) dan karya-Nya
2. Nilai-nilai kristiani.

A. Pengertian PAK

Hakikat PAK adalah usaha yang dilakukan secara kontinu dalam rangka mengembangkan kemampuan pada siswa agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan menghayati kasih Allah di dalam Yesus Kristus yang dinyatakannya dalam kehidupan sehari-hari, terhadap sesama dan lingkungan hidupnya.
B. Dasar-dasar Pembelajaran PAK
(Ulangan 6:4-9; Efesus 6:4; Amsal 22:6; II Timotius 3:16)
Implikasinya bagi umat Kristen adalah bahwa PAK adalah:
1. Pengasuhan yang diberikan sejak dalam kandungan sampai akhir hayat agar bertumbuh iman dan pengenalan pada Yesus Kristus.
2. Imperatif (unsur keharusan) untuk mendidik/membesarkan.
3. Mendasarkan pengajaran pada Firman Allah.
4. Pendidikan kristiani bersifat terus-menerus (long life education)
5. Pendidik: orang tua, guru, fungsionaris pendidikan
6. Pendekatan: multi metode, berpusat pada peserta didik, peserta didik adalah subyek.
7. Isi: nasehat, didikan, ajaran/norma Tuhan.



Bagian II
Konsep dan Prinsip Belajar dan Pembelajaran
Hakikat pembelajaran adalah suatu sistem belajar yang terencana dan sistematis dengan maksud agar proses belajar seseorang atau kelompok orang dapat berlangsung sehingga terjadi perubahan, yakni meningkatkan kompetensi pembelajar tersebut. Karena itu, guru sebagai ujung tombak dalam pembelajaran seharusnya berusaha menciptakan sistem lingkungan atau kondisi yang kondusif agar kegiatan belajar dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

Belajar memiliki tiga atribut pokok ialah:
1. Belajar merupakan proses mental dan emosional atau aktivitas pikiran dan perasaan.
2. Hasil belajar berupa perubahan perilaku, baik yang menyangkut kognitif, psikomotorik, maupun afektif.
3. Belajar berkat mengalami, baik mengalami secara langsung maupun mengalami secara tidak langsung (melalui media). Dengan kata lain belajar terjadi di dalam interaksi dengan lingkungan. (lingkungan fisik dan lingkungan sosial).
Belajar adalah sebuah proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku seseorang atau subyek belajar.
Tujuan belajar bagi subyek belajar adalah untuk:
1. mendapatkan dan meningkatkan pemahamannya tentang pengetahuan
2. menanamkan konsep dan meningkatkan ketrampilan
3. pembentukan sikap.
Ada empat pilar dalam belajar, yaitu:
1. learning to know - akal budi/pengetahuan
2. learning to do - aplikasi/perbuatan
3. learning to be - pengembangan eksistensi
4. learning to live together - makhluk sosial
Supaya belajar terjadi secara efektif perlu diperhatikan beberapa prinsip antara lain:
1. Motivasi, yaitu dorongan untuk melakukan kegiatan belajar, baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik dinilai lebih baik, karena berkaitan langsung dengan tujuan pembelajaran itu sendiri.
2. Perhatian atau pemusatan energi psikis terhadap pelajaran erat kaitannya dengan motivasi. Untuk memusatkan perhatian siswa terhadap pelajaran bisa didasarkan terhadap diri siswa itu sendiri dan atau terhadap situasi pembelajarannya.
3. Aktivitas. Belajar itu sendiri adalah aktivitas. Bila fikiran dan perasaan siswa tidak terlibat aktif dalam situasi pembelajaran, pada hakikatnya siswa tersebut tidak belajar. Penggunaan metode dan media yang bervariasi dapat merangsang siswa lebih aktif belajar.
4. Umpan balik di dalam belajar sangat penting, supaya siswa segera menge-tahui benar tidaknya pekerjaan yang ia lakukan. Umpan balik dari guru sebaiknya yang mampu menyadarkan siswa terhadap kesalahan mereka dan meningkatkan pemahaman siswa akan pelajaran tersebut.
5. Perbedaan individual adalah individu tersendiri yang memiliki perbedaan dari yang lain. Guru hendaknya mampu memperhatikan dan melayani siswa sesuai dengan hakikat mereka masing-masing. Berkaitan dengan ini catatan pribadi setiap siswa sangat diperlukan.
Pembelajaran merupakan suatu sistem lingkungan belajar yang terdiri dari unsur: tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa, dan guru.
Semua unsur atau komponen tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi; dan semuanya berfungsi dengan berorientasi kepada tujuan
Posted by Christian Education at 12:47 AM 0 comments
Labels: Pembelajaran

Bagian III
Hakikat Strategi Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :
Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.
Strategi pembelajaran adalah cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu, yang meliputi sifat, lingkup dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa. Strategi pembelajaran tidak hanya terbatas pada prosedur kegiatan, melainkan juga termasuk di dalamnya materi atau paket pengajarannya. Strategi pembelajaran terdiri atas semua komponen materi pengajaran dan prosedur yang akan digunakan untuk membantu siswa mencapai tujuan pengajaran tertentu. Dengan kata lain strategi pembelajaran juga merupakan pemilihan jenis latihan tertentu yang cocok dengan tujuan yang akan dicapai. Tiap tingkah laku yang harus dipelajari perlu dipraktekkan. Karena setiap materi dan tujuan pengajaran berbeda satu sama lain, maka jenis kegiatan yang harus dipraktekkan oleh siswa memerlukan persyaratan yang berbeda pula.
Perlu adanya kaitan antara strategi pembelajaran dengan tujuan pengajaran, agar diperoleh langkah-langkah kegiatan belajar-mengajar yang efektif dan efisien. Di sini strategi pembelajaran ialah suatu rencana untuk pencapaian tujuan. Strategi pembelajaran terdiri dari metode dan teknik (prosedur) yang akan menjamin siswa betul-betul akan mencapai tujuan, strategi lebih luas daripada metode atau teknik pengajaran.
Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya. Metode adalah cara, yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Hal ini berlaku baik bagi guru (metode mengajar) maupun bagi siswa (metode belajar). Makin baik metode yang dipakai, makin efektif pula pencapaian tujuan.
Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Kadang-kadang metode juga dibedakan dengan teknik. Metode bersifat prosedural, sedangkan teknik lebih bersifat implementatif. Maksudnya merupakan pelaksanaan apa yang sesungguhnya terjadi (dilakukan guru) untuk mencapai tujuan. Contoh: Guru A dengan guru B sama-sama menggunakan metode ceramah. Keduanya telah mengetahui bagaimana prosedur pelaksanaan metode ceramah yang efektif, tetapi hasilnya guru A berbeda dengan guru B karena teknik pelaksanaannya yang berbeda. Jadi tiap guru mungakui mempunyai teknik yang berbeda dalam melaksanakan metode yang sama.
Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.
Dapat disimpulkan bahwa strategi terdiri dari metode dan teknik atau prosedur yang menjamin siswa mencapai tujuan. Strategi lebih luas dari metode atau teknik pengajaran. Metode atau teknik pengajaran merupakan bagian dari strategi pengajaran.
Contoh:
Dalam suatu rencana pembelajaran untuk mata kuliah Metode Mengajar bagi para mahasiswa program S1 PAK, terdapat suatu rumusan tujuan khusus pengajaran sebagai benikut: “Para mahasiswa calon guru diharapkan dapat mengidentifikasi minimal empat jenis (bentuk) diskusi sebagai metode mengajar”. Strategi yang dipilih untuk mencapai tujuan pengajaran tersebut misalnya:
Mahasiswa diminta mengemukakan empat bentuk diskusi yang pernah dilihatnya, secara kelompok.
Mahasiswa diminta membaca dua buah buku tentang jenis-jenis diskusi dari Winamo Surakhmad dan Raka Joni.
Mahasiswa diminta mendemonstrasikan cara-cara berdiskusi sesuai dengan jenis yang dipelajari, sedangkan kelompok yang lain mengamati sambil mencatat kekurangan-kekurangannya untuk didiskusikan setelah demonstrasi itu selesai.
Mahasiswa diharapkan mencatat hasil diskusi kelas.
Dari contoh tersebut dapat kita lihat bahwa teknik pengajaran adalah kegiatan no 3 dan 4, yaitu dengan menggunakan metode demonstrasi dan diskusi. Sedangkan seluruh kegiatan tersebut di atas merupakan strategi yang disusun guru untuk mencapai tujuan pengajaran. Dalam mengatur strategi, guru dapat memilih berbagai metode seperti ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi dan sebagainya. Sedangkan berbagai media seperti film, kaset video, kaset audio, gambar dan lain-lain dapat digunakan sebagai bagian dan teknik teknik yang dipilih.
Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekaligus juga seni (kiat)
Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.
Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memiliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Posted by Christian Education at 12:45 AM 0 comments
Labels: Pembelajaran

Pengertian & Dasar PAK
A. Pengertian PAK

Hakikat PAK adalah usaha yang dilakukan secara kontinu dalam rangka mengembangkan kemampuan pada siswa agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan menghayati kasih Allah di dalam Yesus Kristus yang dinyatakannya dalam kehidupan sehari-hari, terhadap sesama dan lingkungan hidupnya.
B. Dasar-dasar Pembelajaran PAK
(Ulangan 6:4-9; Efesus 6:4; Amsal 22:6; II Timotius 3:16)
Implikasinya bagi umat Kristen adalah bahwa PAK adalah:
1. Pengasuhan yang diberikan sejak dalam kandungan sampai akhir hayat agar bertumbuh iman dan pengenalan pada Yesus Kristus.
2. Imperatif (unsur keharusan) untuk mendidik/membesarkan.
3. Mendasarkan pengajaran pada Firman Allah.
4. Pendidikan kristiani bersifat terus-menerus (long life education)
5. Pendidik: orang tua, guru, fungsionaris pendidikan
6. Pendekatan: multi metode, berpusat pada peserta didik, peserta didik adalah subyek.
7. Isi: nasehat, didikan, ajaran/norma Tuhan.
Posted by Christian Education at 12:43 AM 0 comments
Labels: PAK
Tuesday, April 21, 2009


PAK dan PSIKOLOGI PENDIDIKAN.
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa sudah sejak lama bidang psikologi pendidikan telah digunakan sebagai landasan dalam pengembangan teori dan praktek pendidikan dan telah memberikan kontribusi yang besar terhadap pendidikan, diantaranya terhadap pengembangan kurikulum, sistem pembelajaran dan sistem penilaian.
1. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Pengembangan Kurikulum.
Kajian psikologi pendidikan dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum pendidikan terutama berkenaan dengan pemahaman aspek-aspek perilaku dalam konteks belajar mengajar. Terlepas dari berbagai aliran psikologi yang mewarnai pendidikan, pada intinya kajian psikologis ini memberikan perhatian terhadap bagaimana input, proses dan output pendidikan dapat berjalan dengan tidak mengabaikan aspek perilaku dan kepribadian peserta didik.
Secara psikologis, manusia merupakan individu yang unik. Dengan demikian, kajian psikologis dalam pengembangan kurikulum seyogyanya memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap individu, baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaaan serta karakterisktik-karakteristik individu lainnya.
Kurikulum pendidikan seyogyanya mampu menyediakan kesempatan kepada setiap individu untuk dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya, baik dalam hal subject matter maupun metode penyampaiannya.
Secara khusus, dalam konteks pendidikan di Indonesia saat ini, kurikulum yang dikembangkan saat ini adalah kurikulum berbasis kompetensi, yang pada intinya menekankan pada upaya pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Dengan demikian dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, kajian psikologis terutama berkenaan dengan aspek-aspek: (1) kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks; (2) pengalaman belajar siswa; (3) hasil belajar (learning outcomes), dan (4) standarisasi kemampuan siswa
2. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Pembelajaran
Kajian psikologi pendidikan telah melahirkan berbagai teori yang mendasari sistem pembelajaran. Kita mengenal adanya sejumlah teori dalam pembelajaran, seperti : teori classical conditioning, connectionism, operant conditioning, gestalt, teori daya, teori kognitif dan teori-teori pembelajaran lainnya. Terlepas dari kontroversi yang menyertai kelemahan dari masing masing teori tersebut, pada kenyataannya teori-teori tersebut telah memberikan sumbangan yang signifikan dalam proses pembelajaran.
Di samping itu, kajian psikologi pendidikan telah melahirkan pula sejumlah prinsip-prinsip yang melandasi kegiatan pembelajaran Nasution (Daeng Sudirwo,2002) mengetengahkan tiga belas prinsip dalam belajar, yakni :
1. Agar seorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan
2. Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan karena dipaksakan oleh orang lain.
3. Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesulitan dan berusaha dengan tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya.
4. Belajar itu harus terbukti dari perubahan kelakuannya.
5. Selain tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasil sambilan.
6. Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan.
7. Seseorang belajar sebagai keseluruhan, tidak hanya aspek intelektual namun termasuk pula aspek emosional, sosial, etis dan sebagainya.
8. Seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain.
9. Untuk belajar diperlukan insight. Apa yang dipelajari harus benar-benar dipahami. Belajar bukan sekedar menghafal fakta lepas secara verbalistis.
10. Disamping mengejar tujuan belajar yang sebenarnya, seseorang sering mengejar tujuan-tujuan lain.
11. Belajar lebih berhasil, apabila usaha itu memberi sukses yang menyenangkan.
12. Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.
13. Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar.
3. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Penilaian
Penilaiain pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan guna memahami seberapa jauh tingkat keberhasilan pendidikan. Melaui kajian psikologis kita dapat memahami perkembangan perilaku apa saja yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pendidikan atau pembelajaran tertentu.
Di samping itu, kajian psikologis telah memberikan sumbangan nyata dalam pengukuran potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik, terutama setelah dikembangkannya berbagai tes psikologis, baik untuk mengukur tingkat kecerdasan, bakat maupun kepribadian individu lainnya.Kita mengenal sejumlah tes psikologis yang saat ini masih banyak digunakan untuk mengukur potensi seorang individu, seperti Multiple Aptitude Test (MAT), Differensial Aptitude Tes (DAT), EPPS dan alat ukur lainnya.
Pemahaman kecerdasan, bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya melalui pengukuran psikologis, memiliki arti penting bagi upaya pengembangan proses pendidikan individu yang bersangkutan sehingga pada gilirannya dapat dicapai perkembangan individu yang optimal.
Oleh karena itu, betapa pentingnya penguasaan psikologi pendidikan bagi kalangan guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com
Related posts:
1. Psikologi Pendidikan dan Guru
2. Pengaruh Film Terhadap Pembentukan Watak (The Effect of Movie on Attitude)
3. Pengembangan Kreatifitas Dalam Rangka Meningkatkan Mutu Pendidikan
4. Psikologi Behaviorisme
pendidikan, psikologi
Local Search Results
You arrived here after searching for the following phrases:
· tujuan
· pak
· remaja
Click a phrase to jump to the first occurrence, or return to the search results.
Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun (dalam Rice, 1990) mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Papalia dan Olds (2001) tidak memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence).

Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.
Menurut Adams & Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun. Sedangkan Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa.
Papalia & Olds (2001) berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan dewasa. Sedangkan Anna Freud (dalam Hurlock, 1990) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.
Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990). Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak (Hurlock, 1990; Papalia & Olds, 2001).
Yang dimaksud dengan perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001). Perubahan itu dapat terjadi secara kuantitatif, misalnya pertambahan tinggi atau berat tubuh; dan kualitatif, misalnya perubahan cara berpikir secara konkret menjadi abstrak (Papalia dan Olds, 2001). Perkembangan dalam kehidupan manusia terjadi pada aspek-aspek yang berbeda. Ada tiga aspek perkembangan yang dikemukakan Papalia dan Olds (2001), yaitu: (1) perkembangan fisik, (2) perkembangan kognitif, dan (3) perkembangan kepribadian dan sosial.
Aspek-aspek perkembangan pada masa remaja
Perkembangan fisik
Yang dimaksud dengan perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia & Olds, 2001). Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan. Perubahan fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia dan Olds, 2001).
Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001), seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.
Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Piaget (dalam Papalia & Olds, 2001) mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal (dalam Papalia & Olds, 2001).
Tahap formal operations adalah suatu tahap dimana seseorang sudah mampu berpikir secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar terjadi. Dengan mencapai tahap operasi formal remaja dapat berpikir dengan fleksibel dan kompleks. Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal. Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret yang hanya mampu memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja berpikir secara hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu bayangan (Santrock, 2001). Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan demikian, seorang remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya.
Pada tahap ini, remaja juga sudah mulai mampu berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka sudah mulai membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan. Perkembangan kognitif yang terjadi pada remaja juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja untuk berpikir lebih logis. Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan (Santrock, 2001).
Salah satu bagian perkembangan kognitif masa kanak-kanak yang belum sepenuhnya ditinggalkan oleh remaja adalah kecenderungan cara berpikir egosentrisme (Piaget dalam Papalia & Olds, 2001). Yang dimaksud dengan egosentrisme di sini adalah “ketidakmampuan melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain” (Papalia dan Olds, 2001). Elkind (dalam Beyth-Marom et al., 1993; dalam Papalia & Olds, 2001) mengungkapkan salah satu bentuk cara berpikir egosentrisme yang dikenal dengan istilah personal fabel.
Personal fabel adalah “suatu cerita yang kita katakan pada diri kita sendiri mengenai diri kita sendiri, tetapi [cerita] itu tidaklah benar” . Kata fabel berarti cerita rekaan yang tidak berdasarkan fakta, biasanya dengan tokoh-tokoh hewan. Personal fabel biasanya berisi keyakinan bahwa diri seseorang adalah unik dan memiliki karakteristik khusus yang hebat, yang diyakini benar adanya tanpa menyadari sudut pandang orang lain dan fakta sebenarnya. Papalia dan Olds (2001) dengan mengutip Elkind menjelaskan “personal fable” sebagai berikut :
“Personal fable adalah keyakinan remaja bahwa diri mereka unik dan tidak terpengaruh oleh hukum alam. Belief egosentrik ini mendorong perilaku merusak diri [self-destructive] oleh remaja yang berpikir bahwa diri mereka secara magis terlindung dari bahaya. Misalnya seorang remaja putri berpikir bahwa dirinya tidak mungkin hamil [karena perilaku seksual yang dilakukannya], atau seorang remaja pria berpikir bahwa ia tidak akan sampai meninggal dunia di jalan raya [saat mengendarai mobil], atau remaja yang mencoba-coba obat terlarang [drugs] berpikir bahwa ia tidak akan mengalami kecanduan. Remaja biasanya menganggap bahwa hal-hal itu hanya terjadi pada orang lain, bukan pada dirinya”.
Pendapat Elkind bahwa remaja memiliki semacam perasaan invulnerability yaitu keyakinan bahwa diri mereka tidak mungkin mengalami kejadian yang membahayakan diri, merupakan kutipan yang populer dalam penjelasan berkaitan perilaku berisiko yang dilakukan remaja (Beyth-Marom, dkk., 1993). Umumnya dikemukakan bahwa remaja biasanya dipandang memiliki keyakinan yang tidak realistis yaitu bahwa mereka dapat melakukan perilaku yang dipandang berbahaya tanpa kemungkinan mengalami bahaya itu.
Beyth-Marom, dkk (1993) kemudian membuktikan bahwa ternyata baik remaja maupun orang dewasa memiliki kemungkinan yang sama untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang berisiko merusak diri (self-destructive). Mereka juga mengemukakan adanya derajat yang sama antara remaja dan orang dewasa dalam mempersepsi self-invulnerability. Dengan demikian, kecenderungan melakukan perilaku berisiko dan kecenderungan mempersepsi diri invulnerable menurut Beyth-Marom, dkk., pada remaja dan orang dewasa adalah sama.
Perkembangan kepribadian dan sosial
Yang dimaksud dengan perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik; sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain (Papalia & Olds, 2001). Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup (Erikson dalam Papalia & Olds, 2001).
Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar.
Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya (Conger, 1991).
Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya (Beyth-Marom, et al., 1993; Conger, 1991; Deaux, et al, 1993; Papalia & Olds, 2001). Conger (1991) dan Papalia & Olds (2001) mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film apa yang bagus, dan sebagainya (Conger, 1991).
Ciri-ciri Masa Remaja
Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja.
1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah.
2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.
4. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa.
5. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.
Tugas perkembangan remaja
Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa (1991) antara lain :
* memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun perempuan
* memperoleh peranan sosial
* menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif
* memperoleh kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
* mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri
* memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan
* mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga
* membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup
Erikson (1968, dalam Papalia, Olds & Feldman, 2001) mengatakan bahwa tugas utama remaja adalah menghadapi identity versus identity confusion, yang merupakan krisis ke-5 dalam tahap perkembangan psikososial yang diutarakannya. Tugas perkembangan ini bertujuan untuk mencari identitas diri agar nantinya remaja dapat menjadi orang dewasa yang unik dengan sense of self yang koheren dan peran yang bernilai di masyarakat (Papalia, Olds & Feldman, 2001).
Untuk menyelesaikan krisis ini remaja harus berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya dalam masyarakat, apakah nantinya ia akan berhasil atau gagal yang pada akhirnya menuntut seorang remaja untuk melakukan penyesuaian mental, dan menentukan peran, sikap, nilai, serta minat yang dimilikinya.
http://rumahbelajarpsikologi.com
Related posts:
1. Psikologi Remaja, Karakteristik dan Permasalahannya

PEMBALAJARAN PAK
DAN
PERTUMBUHAN IMAN ANAK

Pendahuluan
Pertumbuhan dan perkembangan Iman Kristen anak-anak secara nyata adalah menjadi dambaan, harapan dan cita-cita bagi setiap orang percaya, terlebih bagi hamba-hamba Tuhan, Guru PAK dan Orang tua. Adapun langkah-langkah yang ditempuh, cara atau metode yang dipakai dalam menumbuhkembangkan Iman Kristen, antara gereja yang satu dengan gereja yang lainnya sangat beragam. Hal itu sangat bergantung kepada Hamba Tuhan yang melayani dalam jemaat atau gereja tersebut khususnya dalam memprioritaskan program pelayanannya dalam kurun waktu tertentu atau dalam satu periode pelayanan serta dalam meningkatkan pelayanan dengan mengikut sertakan Mejelis, para aktifis Gereja dan kaum awam atau jemaat pada umumnya dalam menumbuhkembangkan iman bagi anak-anak jemaat.
Berbicara tentang pertumbuhan dan perkembangan Iman, seperti tak ada habis-habisnya walaupun selalu dibahas dalam setiap persekutuan-persekutuan Kristen baik yang dilakukan secara formal dalam acara lokakarya, seminar pembinaan dan dalam acara-acara retreat anak, maupun yang dilakukan secara non formal, yaitu dalam pembicaraan-pembicaraan antar hamba-hamba Tuhan dengan hamba Tuhan maupun hamba Tuhan dengan para Aktivis Gereja dalam pertemuan-pertemuan atau dalam persekutuan.
Oleh karena pertumbuhan dan perkembangan iman Kristen pada umumnya menjadi salah satu “target” dalam pelayanan gereja atau jemaat, maka dalam setiap persekutuan , ibadah maupun dalam rapat-rapat majelis atau rapat para aktifis, secara tidak langsung kadang-kadang hamba Tuhan mengajak menghimbau supaya jemaatnya dapat bertumbuh dan berkembang secara maksimal dengan daya, dana dan sarana yang tersedia. Khusus kepada para majelis atau para aktifis gereja, diharapkan supaya terus meningkatkan pelayanannya sesuai dengan tugas panggilannya masing-masing.
Namun apakah hamba-hamba Tuhan, para pemimpin rohani, para aktifis gereja atau jemaat pada umumnya telah mengetahui apa sebenarnya pertumbuhan dan perkembangan iman bagi anak-anak jemaat ?. Apakah telah mengetahui bagaimana suatu Iman dapat bertumbuh dan berkembangan,dengasn baik, sehingga tidak mati, seperti yang dikatakan Rasul Yakobus: “ Pada hakekatnya Iman tanpa perbuatan adalah mati”
Memang ada beberapa cara atau metode yang dikenal, diketahui dan bahkan telah dipraktekkan oleh hamba-hamba, para aktifis gereja serta orang-orang percaya dalam setiap pelayanannya, misalnya : mengadakan kebaktian kebangunan rohani, pembinaan, para pelayan anak, Retreat para aktifis gereja, Disamping sekolah minggu yang diadakan setiap hari minggu.sebagamana gereja pada umumnya. Sedangkan mengenai hasil dari semua itu sangat tergantung kepada kemampuan Gereja masing-masing. Ada sebagian gereja yang telah puas dengan peninggatan kehadiran di sekolah minggu, yaitu dengan banyaknya anak-anak jemaat yang ibadah atau kebaktian Sekolah Minggu, ada gereja yang sudah senang jika beberapa anak jemaat telah ikut ambil bagian dalam kegiatan gereja, ada pula yang merasa sangat beruntung, jika akan anak jemaat yang telah dilayani selama bertahun-tahun tidak ada yang keluar atau pindah Agama, asalkan saja dalam setiap ibadah sekolah minggu atau persekutuan-persekutuan jumlahnya tetap seperti semula.
Namun ada gereja yang hamba Tuhannya belum merasa berhasil, apabila anak jemaat yang dilayani dalam kurun waktu tertentu bertambahnya jumlahnya hanya sedikit, dibandingkan dengan gereja tetangga yang dalam waktu yang relatif singkat pertumbuhan anak jemaat yang sekolah minggu begitu pesat.
Apakah yang menjadi masalah dari semuanya itu ?. Apakah karena sumber daya manusia atau SDM-nya yang masih kurang, sehingga mutu dari pelayanan kurang ?. Apakah karena kurangnya peran serta dari jemaat dalam pelayanan, dalam pembinaan iman anak-anak jemaat?. Apakah sasaran pelayanan gereja atau jemaat belum mengenai sasaran ?. Ataukah lingkungan yang kurang konduktif dan kurang produktif, sehingga setiap pelayanan yang dilaksanakan tidak pernah menumbuhkan iman dari anak jemaat?

Pembelajaran PAK kepada anak?
Pada sisi lain, ada salah satu pelayanan yang semestinya dimiliki oleh setiap gereja atau jemaat, terutama bagi Hamba Tuhan, majelis yaitu pelayanan terhadap kaum anak-anak jemaat khususnya yang masih di bangku sekolah Dasar, dalam bentuk “Pembelajaran Agama Kristen terhadap siswa. Memahami, menjangkau dan melayani anak jemaat yang masih kecil, dalam masa pertumbuhan dan perkembangan baik secara kognitif afektif dan psikomotorik anak dimana ia akan menentukan perrkembangan iman berikutnya. Sampai mereka mengambil keputusan penting untuk masa sekarang maupun yang akan datang.
Memahami anak-anak, siswa yang demikian, apakah Pembelajaran PAK terhadap siswa secara terpadu sudah menjadi salah satu prioritas dalam pelayanan Gereja atau jemaat, Guru-guru PAK, terlebih dalam rangka pertumbuhan, perkembangan iman Kristen ?. Dalam tulisan ini akan diuraikan bagaimana Pembelajaran PAK terhadap siswa yang dilakukan secara terpadu menjadi salah satu cara yang efektif dan efisien dalam pertumbuhan, perkembangan iman anak-anak jemaat.
Mengapa kepada Anak?
Mengapa obyek atau sasaran utamanya adalah anak? Masa anak-anak merupakan periode yang berbeda dibandingkan kehidupan orang desawa. Lebih lanjut Penelitian menunjukkan bahwa seorang anak telah dipengaruhi lingkungannya dalam kandungan. Gizi, obat-obatan, radiasi, sakit, bahkan emosi ibu dapat mempengaruhi perkembangan anak.
Secara emosi, anak-anak belajar mengendalikanknya ketika mereka berhubungan dengan orang lain. Secara Sosial, anak-anak belajar berhubungan dengan orang lain dalam konteks social. Dan Secara Spiritual, anak-anak dapat menangkap dan memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip Alkitab dalam kehidupan mereka, jika konsep dan prinsip tersebut diajarkan sesuai dengan tingkat intelektualnya dan dikaitkan dengan pengamalan mereka setiap hari. Dengan cara yang sederhana, mereka siap menerima pengajaran tentang keselamatan. Oleh sebab itu bagi orang tua dan Guru PAK di sekolah dapat berperan menjadi model melalui aktivitas mereka di gereja dan di sekolah. Dengan pembelajaran dan pembimbingan orang tua dan Guru, iman anak akan bertumbuh dan bahkan bersaksi bagi Tuhan.
Setelah memasuki usia anak 9 s/d 11 tahun, secara spiritual mereka juga siap diajari ajaran keselamatana dengan lebih lengkap. Dengan pembelajaran dan pembimbingan yang benar, mereka mampu menyelidiki dan mencari sendiri kebenara-kebenaran yang dinyatakan dalam Alkitab. Mereka dapat membedakan antara yang benar dengan salah dan memiliki nurai yang lembut. Mereka dapat mengambil keputusan menerima Tuhan Yesus. Itu sebabnya Tuhan Yesus berkata : “ ..Biarkan anak-anak itu datang kepadaKu, jangan m,enghalang-halangani mereka; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah” (Markus 10: 14; Matius 19:14; Lukas 19:16).
Pembelajaran PAK yang terpadu
Sesuai dengan komitment guru PAK, adalah menjalani panggilanNya sebagai Pengajar. Sebagaimana Tuhan Yesus sebagai Guru Agung, dalam menjalani panggilanNya, sebagai Guru, Yesus mengajar murid-murid dalam peran yang berganti-ganti sesuai dengan kebutuhan konteks, baik situasi maupun pendengar. Sebagai Guru, sebagai Gembala dan juga sebagai hamba yang melayani.
Setelah mengetahui dan memehami dari unsur anak, umur, latar belakang dan kebutuhan berdasarkan perkembangan emosional, social, spiritual dan intelektual, maka setelah menentukan materi berdasarkan tingkat intelektual anak, adalah bagaimana supaya proses pembelajaran itu menjadi efektif. Tujuan pembelajaran yang sudah ditentukan dapat tercapai secara maksimal.

Pembelajaran dengan teladan kehidupan
Guru dalam seluruh pembelajarannya harus dapat dilihat dengan jelas dalam praktek kehidupannya sehari-hari. Contoh, ketika ia mengajar mengenai pentingnya berdoa, guru harus sesalu setia berdoa. Ketika ia mengajar mengenai kerendahan hati, guru harus melayani murid, bukan menyuruh untuk melakukan ini dan itu. Apa yang dikatakan oleh guru harus sinkron dengan sikap dan tindakan dalam hidupnya.
Indikatornya adalah :
Yesus membawa murid-muriodNya datang kepada Allah (Luk. 13:3 ‘; Yoh. 3:3)
Yesus membawa manusia ke dalam hubungan yang harmonis satu dengan yang lain (Markus 12:31)
Pengajaran dan tindakan Yesus makin memperkuat iman murid-muridNya (Yoh. 21:15-17)
Pengajaran dan tindakan Yesus bertujuan melatih murid-m,uridNya untuk dapat atau mampu menyebarkan ajarannya kepada orang lain di berbagai tempat (Bersaksi).

Pembelajaran dengan metodologi kreatif dan kontektual

Ada beberapa tujuan yang hendak Penulis capai dalam penelitian. Pertama bagi Penulis sendiri. Dengan terselesainya skripsi ini, Penulis mengharapkan tulisan ini dapat memperkaya wawasan khususnya dalam pelayanan dalam rangka pertumbuhan dan perkembangan iman seseorang anak. seperti yang diidam-idamkan oleh orang-orang Kristen; menjadi bahan acuan ke depan apabila kelak diperkenankan, dipercaya Tuhan Yesus untuk melayani atau bekerja diladang-Nya, sebagai Guru PAK yang professional dibidangnya. Dengan demikian dapat menjadi hamba Tuhan atau Guru PAK yang lebih berguna untuk perluasan Kerajaan Allah di muka bumi ini. Selanjutnya dapat mengembangkan pembelajaran PAK kepada siswa menjadi semakin luas, sehingga dapat menjangkau siswa-siswa yang belum percaya kepada Tuhan Yesus.
Kedua, selain bagi, harapan Penulis melalui skripsi ini agar setiap pembaca secara khusus bagi para aktivis gereja, Guru-guru yang percaya kepada Tuhan Yesus (Guru Kristen) mendapat berkat, baik kesaksian, pengetahuan maupun pengalaman Pembelajaran PAK kepada para siswa sebagai salah satu upaya Gereja (orang-orang percaya) dalam menumbuhkembangkan iman Kristen,.
Penulis berharap, setelah pembaca mengetahui pentingnya Pembelajaran PAK kepada para siswa, tergerak hatinya dan mengambil langkah awal, yaitu melayani mereka yang ada di gereja dan di sekolah masing-masing, sehingga jiwa-jiwa baru dapat ditumbuhkembangan imannya dan dimenangkan untuk Tuhan Yesus dan gerejaNya.
Yang berikut, Penulis berharap rekan-rekan guru Pendidikan Agama Kristen dapat melayani siswa dengan lebih baik lagi, serta mengembangkan Pembelajaran PAK yang kreatif dan kontekstrual, Menjadi pelayanan Siswa secara terpadu, tepat pada sasaran dan berjalan berkesinambungan. Dengan demikian Gereja-gereja Tuhan (tanpa menitik beratkan pada salah satu denominasi) dapat semakin bertumbuh dan berkembang baik secara kwalitas maupun kwantitas, yaitu dengan ditumbuhkembangkannya iman dari anak-anak jemaat.
Yang berikut, Penulis berharap lebih luas lagi, melalui tulisan ini para hamba Tuhan dan pemimpin lembaga-lembaga pendidikan Kristen mendapat masukan yang sangat berarti bagi pertumbuhan dan perkembangan iman bagi anak-anak jemaat, sehingga dapat mengambil langkah-langkah konkrit, lebih bijaksana dalam memanfaatkan peluang emas bagi pertumbuhan dan perkembangan iman anak-anak yang dipimpinnya, tanpa mengurangi pelayanan akademis dalam rangka mencerdaskan kehidupan Bangsa.
Dengan demikian para pemimpin lembaga pendidikan Kristiani, gereja, dapat bekerjasama dengan Guru-guru Pendidikan Agama Kristen dalam rangka mewujudkan cita-cita kita bersama yaitu anak-anak yang memiliki iman yang bertumbuh, berkembangan dan menghasilkan buah-buah perbuatan. Menjadi saksi Kristsus bagi teman-teman dan masyarakat pada umumnya.

Salatiga, Agustus 2009
Guru/ Dosen PAK
Ev. Timotius Sukarman, S.PAK, M.Th

4 komentar:

  1. Teori PAK yang telah dipaparkan sungguh menarik, sehingga dapat membantu saya sebagai mahasisiwi jurusan PAK untuk memperdalam jurusan saya sendiri. dan kalau boleh konsep2 seorang guru dalam mengajar itu dipaparkan juga.
    selvi z.

    BalasHapus
  2. apa bisa di kirim no. contac person? mohon dicantumkan,,,,GBU

    BalasHapus
  3. sangat bagus tulisannya, apakah bisa di cantumkan no.contac person

    BalasHapus