Minggu, 22 Agustus 2010

TANGGUNG JAWAB GURU AGAMA KRISTEN

1. Menjadi penafsir iman Kristen.
Dialah yang menguraikan dan menerangkan kepercayaan Kristen itu, karena ia harus menyampaikan harta-harta dari masa lampau kepada para pemuda yang akan menempuh masa depan. Gurulah yang dapat mengambil harta benda "Kabar Kesukaan" itu dari perbendaharaan gereja, lalu membagikannya kepada murid-muridnya. Perkara-perkara yang lama itu dibuatnya menjadi baru. Ia membentangkan di hadapan angkatan muda jemaat segala kekayaan pernyataan Allah dalam Yesus Kristus sebagaimana tersimpan dalam Alkitab dan diamanatkan kepada Gereja.

2. Menjadi seorang gembala bagi murid-muridnya.
Ia bertanggung jawab atas hidup rohani mereka; ia wajib membina dan memajukan hidup rohani itu. Tuhan Yesus sudah menyuruh dia: "Peliharakanlah segala anak dombaKu, gembalakanlah segala dombaKu!" Sebab itu seharusnyalah seorang guru mengenal tiap-tiap muridnya; bukan hanya namanya saja, melainkan latar belakangnya dan pribadinya juga. Ia harus mencintai mereka dan mendoakan mereka masing-masing di depan takhta Tuhan.

3. Menjadi seorang pedoman dan pemimpin.
Ia tak boleh menuntun muridnya masuk ke dalam kepercayaan Kristen dengan paksaan, melainkan ia harus membimbing mereka dengan halus dan lemah lembut kepada Juruselamat dunia. Sebab itu ia hendaknya menjadi teladan yang menarik orang kepada Kristus; hendaknya ia mencerminkan Roh Kristus dalam seluruh pribadinya.

4. Menjadi seorang penginjil, yang bertanggung jawab atas penyerahan diri setiap orang pelajarnya kepada Yesus Kristus.
Belum cukup jikalau ia menyampaikan kepada mereka segala pengetahuan tentang Kristus. Tujuan pengajaran itu ialah supaya mereka sungguh-sungguh menjadi murid-murid Tuhan Yesus, yang rajin dan setia. Guru tak boleh merasa puas sebelum anak didikannya menjadi orang Kristen yang sejati.

Seorang guru harus memiliki satu perasaan tanggung jawab di dalam sistem dan tugas pendidikan. Guru SM yang merasa sudah melayani Tuhan padahal kehadirannya tidak tetap dan tidak rajin, adalah guru yang sangat tidak bertanggung jawab. Jika seorang guru sudah menerima tanggung jawab dan rela menerima tugas sebagai guru, maka ia harus rela memikul tanggung jawab itu. Setiap kali Saudara menyebutkan status sebagai guru, harus Saudara sebutkan dengan sangat berat dan penuh beban tanggung jawab.

Menjadi seorang guru harusnya memberikan suatu beban yang berat di dalam hati. Seorang guru bukanlah pekerjaan main-mainan, menjadi guru bukanlah hal permainan atau hal yang boleh dikerjakan secara sembarangan. Sebaliknya seorang guru haruslah masuk ke dalam seluruh kedalaman kebenaran dengan penuh tanggung jawab. Ini suatu hal yang sedemikian serius, karena membawa murid kepada kebenaran menuntut mereka untuk bertanggung jawab dan memberikan respon yang benar menurut kebenaran itu sendiri. Oleh karena itu, seorang guru mempunyai tanggung jawab yang berat kepada murid-muridnya. Setiap tindak-tanduk Saudara, tawa Saudara, bergurau atau bersedih, harus mengandung tanggung jawab. Jangan sembarangan mengatakan hal-hal yang tidak berguna, dan jangan bergurau sedemikian rupa hingga kehilangan jarak dan hormat antara guru dan murid-murid. Jangan sembarangan memberikan janji-janji kosong, yang akhirnya Saudara sendiri tidak dapat memenuhinya, dan jangan melakukan gertakan- gertakan dan ancaman-ancaman yang tidak akan dilakukan. Itu semua akan mengakibatkan mereka tidak lagi hormat kepada Saudara dan tidak lagi memelihara jarak antara murid dan guru, yang akibatnya mereka akan menghina semua perkataan, tindakan dan semua ajaran yang Saudara lakukan.

Kesimpulan kita ialah tugas guru dalam pendidikan agama sangat penting, dan tanggung jawabnya berat. Guru itu dipanggil untuk membagikan harta abadi. Dalam tangannya ia memegang kebenaran ilahi. Dan dalam pekerjaannya ia menghadapi jiwa manusia yang besar nilainya di hadapan Allah. Oleh karena itu jangan sekalipun kita menganggap pekerjaan guru agama itu rendah atau gampang; pada hakekatnya pekerjaan itu tak kurang pentingnya dari pada tugas pendeta. Guru itu juga menjadi seorang pelayan dalam Gereja Kristus yang harus dijunjung tinggi.

Sumber:
· Pendidikan Agama Kristen, Dr. E. G. Homrighausen dan Dr. I.H. Enklaar, , halaman 180 - 181, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1993.
· Arsitek Jiwa II, Pdt. Dr. Stephen Tong, , halaman 23 - 24, Lembaga Reformed Injili Indonesia, Jakarta, 1993.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar