Kamis, 18 April 2013

Dipanggil Untuk Melayani





 DISELAMATKAN DAN DIPANGGIL UNTUK MELAYANI
Oleh Vic. Timotius Sukarman, S.PAK, M.Th

Pendahuluan 
Surat II Timotius ditulis dipenjara di Roma pada masa tahanan yang ke-2, yaitu pada tahun 65. Kali ini keadaan di tempat tahanan lebih berat dibandingkan masa tahanan yang pertama tahun 60-62, karena pada masa itu Paulus diperkenankan tinggal dirumah kontrakannya sendiri (sebagai tanahan luar).  Tetapi pada masa tahanan ke-2 ia benar-benar berada dalam penjara (1:8), bahkan Ia dibelenggu (1:16) dan diperlakukan sebagai seorang penjahat (2:9). Rasul Paulus sudah menjalani persidangan pertama, dan Paulus menduga akan dihukum mati dalam waktu dekat (4:6). Semua teman-temannya sudah meninggalkan Paulus, kecuali Lukas. (Penulis Kisah Para Rasul).
Dalam masa kesepian dan firasat kematian, Rasul Paulus sangat merindukan kedatangan Timotius pada saat-saat terakhir hidupnya. Kerinduan akan Timotius serta anjuran kepadanya untuk setia dalam pelayanannya merupakan motif utama dari penulisan surat II Timotius. (Paulus tidak jadi hukum mati. Sekali lagi ia dibebaskan, lalu ia pergi ke Spanyol (th 66). Ketika masih di Spanyol atau sekembalinya di Roma, Paulus dihukum mati (tahun 66/67).


Diselamatkan untuk melayani
Alkitab mengatakan: ” Dialah yang menyelamatkan kita dan memilih kita untuk pekerjaanNya yang kudus, bukan karena kita layak, melainkan karena  itulah yang telah dikaruniakanNya”
Allah menebus kita, supaya kita bisa melakukan ”pekerjaan kudusNya”. Kita tidak diselamatkan oleh pelayanan, tetapi kita diselamatkan untuk sebuah pelayanan.
Dalam Kerajaan Allah, kita memiliki sebuah  tempat, sebuah tujuan, sebuah peran atau  fungsi untuk dilaksanakan. Ini yang akan memberi arti dan nilai atau makna  yang luar biasa  kepada hidup kita. Tuhan Yesus harus mengorbankan nyawa-Nya sendiri untuk membeli keselamatan kita. Alkitab mengingatkan kita: “Allah telah membeli kamu dengan harga yang sangat mahal. Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu” (I Kor. 6:20).
Lebih lanjut Rasul Paulus mengatakan kepada jemaat di Roma, supaya ”mempersembahkan tubuh” sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah. Itu adalah ibadahmu  yang sejati ( Roma 12:1). Rasul Paulus menasihatkan untuk menyerahkan dan mempersembahkan diri kepada kehendak Allah. Seluruh pikiran, perkataan, perbuatan dan seluruh kemampuan serta kekuatan yang berarti mempersembahkan seluruh kehidupan untuk Allah.
            Di jaman Paulus, pengorbanan selalu berarti pembunuhan. Di dalam praktek agama Yahudi korban dibawa ke hadapan imam, dosa orang yang membawa persembahan tersebut kemudian diampuni. Korban tersebut dibunuh. Ini mengingatkan kepada setiap orang bahwa upah dosa adalah maut (Roma 6:23). Paulus mengatakan bahwa persembahan kita adalah persembahan yang hidup, bukan yang mati. Berarti mempersembahkan hidup kepada Allah untuk pelayanan, tidak lagi hidup untuk diri sendiri, keluarga dan pekerjaan, tetapi untuk kemuliaan Tuhan.
            Paulus selalu mengingatkan bahwa tubuh adalah hal yang penting dalam pengertian kekristenan mengenai banyak hal. Tubuh merupakan anggota Kristus (I Kor 6:15). Tubuh adalah Bait Roh Kudus (I Kor 6:19), Paulus berkata kita harus menjadi kudus baik didalam tubuh maupun didalam jiwa dan didalam perbuatan.
            Menurut Rasul Paulus Ibadah sejati itu berhubungan dengan akal yaitu akal yang benar dan bersifat rohaniah. Akal merupakan bagian dari tubuh dan merupakan kemauan untuk berbuat baik. Paulus melanjutkan diayat 2, “.....jangan kamu menjadi serupa dengan dunia ini tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu...... Apa yang dilakukan dengan akal, pikiran, atau hati (heart) sangat menentukan pembentukan karakter dari seseorang. Bagi Paulus perubahan yang diharapkan dari orang Kristen ialah perubahan hati (heart)  yang terwujud dalam seluruh kehidupan yang dipengaruhi oleh akal yang sehat dalam setiap pelayanan, karier dan keluarga.
            Maka dapat disimpulkan bahwa apabila akal, pikiran, hati kita diisi dengan pikiran-pikiran yang bermutu dan mendisiplinkan diri dengan kebenaran-kebenaran Alkitab, Firman Tuhan maka kita akan bertumbuh dalam kebajikan dan berguna bagi Allah dan sesama. Sehingga hidup ini tidak lagi serupa dengan dunia yang hanya mementingkan hal-hal yang duniawi, pekerjaan, karier, hoby, jabatan dan uang, melainkan telah diubah oleh pembaharuan budi yang baik yang berkenan kepada Allah dengan melakukan pelayanan sebagai wujud kasih atas pengorbanan Tuhan Yesus dan kasih kepada sesama.
Istilah lain dalam bahasa Inggris untuk “melayani Allah” yang salah dimengerti oleh banyak orang  kristen adalah kata ”MINISTRI” (Pelayanan sebagai Pendeta). Tetapi Allah berkata setiap anggota  merupakan seorang pelayan (ministri). Di dalam Alkitab, kata hamba (Servant) dan pelayan (Ministri) adalah sinonim, seperti hanya service dan ministry. Jika kita seorang Kristen, kita merupakan seorang pelayan (ministry) dan kita melayani (service atau pun Ministry). Contoh : Ibu Mertua Petrus.....”Bangun dan mulai melayani Tuhan Yesus....  ” (Matius 8: 15).


Dipanggil dan diutus untuk melayani
Alkitab mengatakan: Allah menyelamatkan kita dan memanggil kita supaya menjadi umat-Nya sendiri, Ia melakukan itu bukan berdasarkan apa yang kita kerjakan, melainkan  berdasarkan rencana-Nya sendiri (Fil.3: 14). Rasul Petrus menambahkan, kamu dipilih untuk memberitakan sifat-sifat mulia Allah yang memanggilmu. (I Pertus 2: 9).
Pertama, Tuhan Yesus memanggil dan mengutus kedua belas murid untuk memberitakan kuasa Allah, mengusir roh-roh jahat dan untuk melenyapkan segala penyakit dan segala kelemahan. (Matius 10:1-15). Kemudian pemanggilan, pemilihan  dan pengutusan itu dilanjutkan oleh Para Rasul, yaitu dengan memilih Matias sebagai pengganti Yudas (Kisah 1: 15-26).
Setelah jemaat menjadi banyak, karena kuasa Roh Kudus pada hari pentakusta (hari turunNya Roh Kudus), dari 12 orang menjadi , 120 Orang (Kisah 1: 15). Kemudian setelah petrus berkotbah bertambah kira-kira  3.000 orang lebih Kisah 2:41) dan ketika dua orang mengajar= berbicara (Petrus dan Yohanes), orang yang mendengar ajaran mereka menjadi percaya, sehingga jumlah mereka menjadi kira-kira lima ribu orang laki-laki).  
Dari ketekunan dalam pengajaran dan persekutuan dan dalam pelayanan mereka sebagai jemaat yang mula-mula, mereka disukai  semua orang dan  Tuhan terus menambahkan jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan. Jumlah orang yang percaya terus bertambah. Sedangkan jumlah perempuan yang tidak dihitung  diperkirakan akan lebih besar dari kaum laki-laki (Kisah 4:4). Jika pada saat itu antara laki-laki dan perempuan 1 banding 2 saja, maka dipastikan jumlah mereka sudah delapan sampai 10.000 (sepuluh ribu jiwa).
Ketika jumlah murid makin bertambah banyak, maka  timbulah masalah dalam pelayanan mereka. Maka kedua belas rasul memanggil semua murid-murid  untuk berkumpul dan mencari jalan keluar sehingga masalah  berkepanjangan dan tidak  mengganggu pelayanan ”mimbar” pemberitaan Injil selanjutnya. Maka dipilihlah 7 orang untuk pelayanan meja, melayani orang miskin yang kemudian disebut diaken atau diakonia (pelayanan).




Diperintahkan Untuk melayani
Bagi orang Kristen, pelayanan bukan pilihan dan sesuatu untuk dimasukan ke dalam jadwal kegiatan.  Jika bisa menyediakan waktu untuk kegiatan itu,  tetapi sebaliknya jika tidak ada waktu, tidak ada sesuatu yang hilang, yang perlu disesali. Pelayanan adalah inti, makna kehidupan Kristen. Tuhan Yesus datang bukan untuk dilayani. ”Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak  orang." ( Matius  20:28).
Melayani dan memberi, dua kata kerja tersebut seharusnya menjadi ciri  kehidupan orang-orang pengikut Kristus (orang Kristen).  Tuhan Yesus mengajarkan bahwa kedewasaan rohani sendiri tidak pernah merupakan tujuan. Kedewasaan adalah untuk pelayanan!  Kita bertumbuh untuk memberi. Tidak cukup kita hanya belajar dan belajar saja. Kita harus bertindak berdasarkan apa yang kita tahu, dan menjalankan  apa yang kita katakan.  Belajar tanpa pelayanan menyebabkan kebekuan rohani. (Perbandingan lama.: antara Laut Galelia dan laut mati masih berlaku)
Pada akhir hidup kita di bumi, kita  akan berdiri dihadapan Allah dan Dia akan mengevaluasi seberapa kita melayani orang lain dengan kehidupan kita. Alkitab berkata : “ Demikian setiap orang diantara kita akan memberi pertanggungjawaban tentang dirinya sendiri kepada Allah (Roma 14:12).
Suatu hari Allah akan membandingkan  berapa banyak waktu dan tenaga yang kita gunakan untuk  diri kita sendiri dangan apa yang kita berikan untuk melayani orang lain. Pada saat tersebut semua alasan kita untuk keegoisan  kita akan terdegar hampa: ..........(apa kira-kira yang akan kita katakan sebagai alasan untuk tidak melayani orang lain?. Untuk semua alasan....Allah akan menjawab: “Maaf, jawaban Saudara keliru.....”  Aku menyelamatkan, memanggilmu dan memerintahkanmu untuk menjalani kehidupan pelayanan.
Alkitab memperingatkan orang-orang yang tidak percaya yang hidupnya untuk dirinya sendiri: ‘Dia akan menumpahkan amarah dan murkaNya atas mereka yang hidup bagi dirinya mereka sendiri (Roma 2:8). Bagi orang Kristen itu  berarti akan kehilangan upah kekal. Kita hanya sepenuhnya hidup, bila kita menolong orang lain. Tuhan Yesus berkata:”Jika kamu mempertahankan nawanya, kamu akan  kehilangan nyawanya. Jika kalian kehilangan nyawa demi Aku dan demi  berita kesukaan, kalian akan dapat  menikmati hidup”. (Markus 8:35). Pelayanan merupakan jalan  setapak untuk makna hidup selanjutnya. Karena kehidupan ini dimaksudkan untuk pelayanan.   Mulailah satu tapak, untuk melayani!Tuhan Yesus memberkati. Amin.

PELAYANAN ADALAH KESEMPATAN



Pelayanan adalah Kesempatan
Oleh Vic. Timotious Sukarman, S.PAK, M.Th


Pendahuluan
Menurut Kisah 16: 12, Kota Pilipi adalah kota perantauan orang Roma. Sedikit kisah tentang orang Roma yang di Pilipi, nanum ada sedikit catatan: mereka pedagang, tetapi juga ada tukang ramal dan pejabat. Mereka sudah beribadah, tetapi herannya mereka belum percaya kepada Tuhan Yesus.  Filipi adalah kota pertama  Makadonia yang menjadi sasaran kunjungan Paulus dan Silas.  Ini Kesempatan  bagi Paulus untuk memberitakan Injil. 
Berbicara tentang pelayanan adalah kesempatan, kita harus belajar bagaimana Paulus menangkap kesempatan atau menggunakan kesempatan yang ada, tentu kita harus ingat siapa sebenarnya penulis Kisah para Rasul.   Penulis Kisah Para Rasul adalah Lukas, seorang Dokter. Ditengah-tengah kesibukan mengobati pasien, mencari uang dan aksi kemanusiaan, menolong orang dari berbagai penyakit,  tetapi kesempatan yang ada tidak pernah sia-siakan oleh Dr.Lukas. Setiap apa yang dialami dalam berkeliling dari kota ke kota dan dari desa-ke desa, ia abadikan dan saksikan melalui tulisannya. Injil Lukas dan Kisah para Rasul yang memuat sejarah pelayanan Rasul Paulus.  Khusus dalam pasal 16: 13-18,  adalah bagaimana Rasul Paulus berhasil menangkap , menggunakan kesempatan.


Bagaimana menangkap kesempatan?
Ada ungkapan bijak berbunyi demikian: "Orang bodoh membuang kesempatan, orang biasa menunggu kesempatan, orang pintar mencari kesempatan." Dalam pekerjaan Tuhan sangat penting bagi para pelayan Tuhan untuk menangkap setiap kesempatan memanfaatkan dan mengunakan  untuk memajukan pekerjaan Tuhan di dunia ini.
Ada beberapa prinsip pelayanan Paulus yang di Eropa, yang dimulai dari kota Filipi yang bisa kita pelajari. Pertama, Paulus mencari ”tempat’ sebagai jembatan penghubung untuk menjangkau orang-orang di Filipi. Ia pergi ke tempat sembahyang Yahudi (sinagoge). Selain bertemu dengan orang-orang Yahudi, mereka juga berjumpa dengan orang-orang nonYahudi yang ikut beribadah. Sejumlah orang bertobat termasuk Lidia, seorang wanita pengusaha dari Tiatira (13-14).
Kedua, Paulus memanfaatkan dukungan jemaat. Ketika Lidia meminta Paulus dan tim untuk menginap di rumahnya, mereka menyambut dengan baik. Ini merupakan kesempatan yang sangat baik, di mana ada orang-orang yang bersedia menjadi partner (rekan) dalam pekerjaan misi (15). Dalam Perjanjian Baru dicatat banyak nama yang menjadi partner (rekan sekerja)  Rasul Paulus dalam penyebarluasan berita Injil. Bermula dari rumah Lidia, Paulus dapat memberitakan Injil di Filipi sehingga Kepala penjara di Filipi dan seisi rumah percaya kepada Tuhan Yesus dan dibaptis (Kisah 16: 19-34).
Ketiga, siap menghadapi tantangan. Dalam pekerjaan Tuhan, cepat atau lambat pasti akan ada tantangan yang dihadapi. Kali ini Iblis memakai roh tenung untuk mengganggu pelayanan Paulus dan Silas (16-17). Memang apa yang dikatakan roh tenung itu benar dan mengkonfirmasikan pelayanan Paulus. Namun roh jahat tidak dapat ditolerir karena mereka tidak mau percaya dan menyembah Yesus. Paulus akhirnya mengusir roh jahat tersebut (18).
Menurut Nats di atas ada beberapa hal yang dilakukan dalam menangkap kesempatan, yaitu: (1) Berkeliling dari kota ke kota  (Bandingkan Bagaimana Tuhan Yesus memulai pelayanannya :  ( Matius 9: 35) Ia berkeliling ke semua kota dan Desa. (2) Mencari tempat sembahyang /Rumah Ibadah orang Yahudi.  (3) Berbicara  (mengajar), bersaksi, membaptis dan mengusir  roh tenung.
Adapun hasil yang didapat  adalah: 
  1. Menemukan orang yang membutuhkan keselamatan
  2. Tuhan membuka hati Lidia, sehingga menerima Paulus di rumahnya.
  3. Melalui Lidia banyak orang percaya  dan banyak orang yang dibaptis.

Mari kita belajar dari prinsip pelayanan Paulus di atas untuk kita terapkan pada konteks pelayanan kita. Tangkaplah setiap kesempatan pelayanan sebaik mungkin untuk kemajuan pemberitaan Injil. Jangan lupa untuk mengembangkan kemitraan dengan orang yang punya hati untuk melayani. Terus dekati, lakukan pendekatan dengan bahasa dan budaya mereka. Ikutkan dalam setiap kesempatan pelayanan. Ajak untuk memikirkan akan kebutuhkan jemaat. Ubah cara pandang kita, bahwa Tuhan bisa memakai siapa saja, dengan latar belakang atau masa lalu yang baik, maupun buruk.    
Dalam pekerjaan Tuhan sangat penting bagi para pelayan Tuhan untuk menangkap setiap kesempatan untuk memajukan pekerjaan Tuhan di dunia ini. Tunggu kapan lagi. Tanda-tanda hari kedatangan Tuhan Yesus yang kedua sudah dekat.
Hal penting yang menjadi perenungan adalah bahwa: Pelayanan bagi orang percaya adalah kehendak Tuhan, pelayanan adalah panggilan, bahkan pelayanan adalah hal yang utama sepanjang hidup ini.
Berdasarkan pemahaman tentang pelayanan di atas, kita disadarkan, bahwa pelayanan adalah kesempatan untuk hidup  lebih bermakna. Maka jangan sia-siakan kesempatan ini, mulailah  setapak dengan melayani pekerjaan Tuhan. Rasul Paulus berkata: ”Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.” (I Kor.15:58).









  

KEBAHAGIAAN KARENA IMAN



Kebahagiaan  adalah Iman
Oleh Vic. Timotius Sukarman, M.Th

Besar kecilnya kesuksesanmu ditentukan oleh besar kecilnya keyakinanmu”.  David J. Schwartz

Tuhan menciptakan manusia bukan untuk dibuat menderita, atau dibuat permainan agar menderita. Tuhan menghendaki agar manusia hidup berbahagia. Sebelum Allah menciptakan manusia, Ia terlebih dulu menciptakan langit dan bumi dengan segala isinya supaya manusia dapat hidup berbahagia diatasnya. Kebutuhannya telah disediakan disana. Manusia diperbolehkan mengolah alam menurut kebutuhan dan kepentingannya. Ia berkuasa atas ikan dilaut, burung-burung di udara dan segala binatang di darat. Allah juga memberikan kekuatan kepada manusia untuk melaksanakan tugas itu. Manusia diangkat menjadi penguasa dan wakil Allah atas segala cipataan-Nya. Ini berarti manusia diminta untuk melakukan tugas kebudayaan dan pembangunan. Manusia harus bertanggung jawab atas tugas yang diterima itu. Tanggung jawab yang diterimannya itu harus dinyatakan melalui hidupnya sehari-hari,  baru bisa bahagia.
Supaya kebahagiaan manusia dapat terwujud, Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan. Allah memberikan Hawa kepada manusia pertama Adam dan memberikan nama Hawa untuk manusia laki-laki, sebagia suami istri. Mereka saling menolong  didalam tugas yang diserahkan Tuhan. Manusia tidak dapat hidup sendiri, ia selalu berteman dengan sesamanya manusia. Menurut Kitab Kejadian 1:28-30, respon manusia supaya berbahagia adalah dengan: Beranak cuculah dan bertambah banyak; Memenuhi bumi dan menaklukkannya; dan  berkuasa atas segala binatang;Mengusahakan makanannya dari tumbuh-tumbuhan yang berbiji dan pohon yang buahnya berbiji.
Sekali lagi untuk kebahagiaan manusia, disamping manusia diciptakan dengan istimewa, diciptakan pada hari keenam (setelah segala sesuatu diciptakan untuk kebutuhan hidupnya)  dan dengan tugas-tugasnya seperti tersebut diatas,  untuk kebaikan kebahagiaan manusia Allah juga:
1.      Mengingatkan manusia akan sesuatu yang dapat menyusahkannya, dengan dilarang makan buah pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat.
2.      Allah mengaruniakan kebebasan kepada manusia, namun kebebasan ini bertujuan untuk mempererat hubungan yang damai, hikmat, dan mesra.
Semua ciptaan Allah dari hari pertama sampai hari keenam sangat baik, indah, dan sempurna. Seperti yang dikatakan dalam Alkitab, bahwa Allah melihat segala ciptaan-Nya itu sunguh amat baik (Kej 1:30).  Setiap ciptaan Allah memiliki manfaat masing-masing. Allah telah mengatur semuanya secara rapi dan teratur, sesuai dengan manfaat dan kebutuhannya.  Misalnya, sebelum Allah menciptakan tumbuhan, Allah telah menyediakan terang, air dan tempat tumbuhan supaya  bisa hidup, yaitu daratan.
Sebelum Allah menciptakan burung pada hari kelima, supaya burung itu bisa hidup, maka Allah telah menyediakan tempatnya yaitu, langit, pohon-pohonan sebagai makanannya dan sebagainya. Begitu juga sebelum Allah menciptakan manusia, Allah telah menyediakan tempat dan segala kebutuhan hidupnya, sehingga manusia dapat hidup dan berbahagia.
Disamping Allah sanggup atau mampu untuk menciptakan  sesuatu kebahagiaan bagi manusia, Dia juga mempunyai mewenang atas sesuatu untuk menentukan, mengurus ciptaan-Nya itu. Sumber kebahagiaan hanya ada pada Tuhan. Dengan demikian, menghayati hidup yang bahagia, adalah menghadirkan Sumber Kebahagiaan itu ke dalam iman kita, ke dalam sanubari kita. Dengan demikian, Tuhanlah yang bekerja di dalam hidup kita untuk memberikan kebahagiaan dalam keadaan apapun.


Kebahagiaan Sejati
Dari apa yang  saya sampaikan sekilas tentang kemungkinan besar manusia dapat hidup bahagia, bahkan kebahagiaan di dalam Tuhan sebagai sumber kehidupan dan kebahagiaan sejati. Kebahagiaan sejati bukan lagi ditentukan oleh hal-hal yang berada di luar, tetapi ditentukan oleh yang di dalam, yaitu hati yang beriman kepada Tuhan. Hati yang sungguh bahagia tidak lagi ditentukan oleh gagal atau berhasil, untung atau rugi, menerima atau kehilangan, memiliki atau tidak memiliki. Kebahagiaan adalah soal hati yang tetap mengatakan “bahagia dalam keadaan apapun”.   Jadi kebahagiaan soal  keputusan karena iman, bukan karena akal atau pikiran kita, keadaan kita, apalagi materi yang  kita miliki. Perhatikan kata orang bijak ini: “Jika Anda mengejar materi, materi itu akan membuat Anda sengsara. Tetapi jika Anda mengejar kebahagiaan, materi akan mengikuti”.
Dengan demikian, kekuatan untuk dapat menghayati kebahagiaan, bukan berasal dari kekuatan kemanusiaan semata, akan tetapi, justru kekuatan Tuhanlah yang menjadi sumber kebahagiaan itu. Pada saat kita menerima keberuntungan, dengan kekuatan-Nya, kita bersyukur. Sebaliknya, pada saat menerima kemalangan, dengan kekuatan-Nya kita tetap teguh berdiri.  Kebahagiaan adalah soal persekutuan hati kita dengan Tuhan. Semakin dapat menghayati kasih Tuhan kepada diri kita, akan semakin merasakan kebahagiaan hidup yang sejati. Oleh karena itu, kebahagiaan tidak lagi ditentukan oleh pihak lain. Tidak lagi ditentukan oleh berhasil memiliki atau tidak. Memang, berhasil memiliki atau menguasai sesuatu yang kita inginkan merupakan kebahagiaan tersendiri. Akan tetapi, bukan berarti jika tidak berhasil memiliki, disebut tidak berbahagia.
Dalai Lama, dalam bukunya yang berjudul “Seni Hidup Bahagia”, menyatakan, “Yang lebih dapat diandalkan adalah tidak memiliki yang kita inginkan, tetapi menghargai yang kita miliki”; mensyukuri dan menikmati yang sudah diberikan Tuhan kepada kita. Bahkan ada seseorang yang berani mengatakan dengan iman, bahwa “aku bahagia, jika aku dapat membahagiakan orang lain” dan sebaliknya, dirinya akan merasa tidak bahagia, jika dalam hidupnya menyusahkan atau membuat orang menderita. Maka kebahagiaan akan terwujud dalam dirinya, apabila salah satunya dapat menyangkal  diri demi kepentingan orang lain. Mengesampingkan kebutuhan dan keinginan sendiri demi kebahagiaan orang lain.
Rasul Paulus sebagai contoh dalam memberi berkata kepada jemaat Korintus, akan lebih bahagia memberi dari pada menerima.Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah Para Rasul  20:35)


Kebenaran kepada Kebahagiaan
Memang tidak dapat dimungkiri, dunia ini menjadi sarana kebahagiaan hidup manusia. Akan tetapi, jika dilakukan dengan tidak benar, dunia ini akan menjadi sumber penderitaan atau malapeta bagi  manusia. Kenikmatan duniawi salah satu kebahagiaan manusia. Akan tetapi, jika kenikmatan itu dicari dengan tidak benar dan tidak baik, kenikmatan itu akan menjadi malapetaka.
Contoh dari orang-orang yang memilki jabatan, kesempatan, kebebasan dan harta yang banyak. Tetapi karena cara mendapatkannya dengan cara yang tidak benar, tidak baik dan menyalahi prosedur,  maka pada akhirnya, bukan kebahagiaan yang dirasakan, tetapi penderitaan demi penderitaan.  
Apapun juga, jalan kebenaran menjadi syarat utama kebahagiaan. Meskipun harus menerima penderitaan, jalan kebenaran tetap akan menjanjikan kebahagiaan. Harus menjadi keyakinan orang beriman, jika kita setia berjalan di jalan kebenaran; berjalan dalam jalan atau kehendak Tuhan; yang hidup menurut jalan yang ditunjukkanNya (Mazmur 128:1), Tuhan tidak akan pernah meninggalkan kita. Jika kita tetap berpegang teguh kepada kebenaran, Tuhan akan senantiasa menguatkan dan memberikan kebahagiaan hidup tersendiri.
Persoalannya, sering kita tidak sabar, suka menggunakan jalan pintas, tidak peduli dengan kebenaran. Ketika melihat orang lain berhasil mendapatkan pekerjaan atau menduduki jabatan tertentu karena menyuap, mendapatkan harta banyak karena korupsi, karena manipulasi, kitapun kemudian tergoda untuk mengikuti jalan seperti itu. Kita tidak peduli, apakah itu benar atau salah, yang penting berhasil. Bahkan ada orang tua yang terang-terangan berkata kepada anaknya yang akan melamar pekerjaan, “Anakku, kamu tidak usah takut. Bapak punya koneksi, punya relasi atau hubungan yang  kuat, dan bapak sudah menyiapkan uang untuk itu. Bapak yakin, dengan koneksi dan uang yang cukup, kamu akan berhasil”.
Barangkali, kenyataan hidup di sekitar kita memang  demikian. Yang berhasil adalah yang punya uang dan punya koneksi atau hubungan yang dekat dengan orang-orang yang “hebat”. Akan tetapi, orang yang takut akan Tuhan, tidak boleh menyerah dan mengikuti arus seperti itu. Orang beriman harus yakin bahwa kebenaran, kejujuran, dan keadilan pasti akan menang. Orang beriman harus juga mempunyai pengharapan, ditengah-tengah “kegelapan”, pasti ada sinar terang, meskipun hanya sebuah lilin. Seperti yang dialami nabi Mikha. Dia tetap menunggu, berharap dan percaya bahwa Tuhan akan mendengarksan doanya. Bakhan dengan yakin ia katakan : “.....Sekalipun aku jatuh, aku akan bangun pula, sekalipun aku duduk dalam gelap, TUHAN akan menjadi terangku.(Mikha 7:7-8).
Jadi walaupun kelihatannya kita hidup dalam suasana muram, tetapi pasti ada sinar kebenaran. Orang beriman diberkati karena mengandalkan Tuhan dan menaruh harapan masa depan itu hanya kepada Dia. Perhatikan penyataan iman  Nabi Yeremia ini: “Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah”.
Selanjutnya kepada orang yang tidak mengandalkan Tuhan, Yeremia berkata:”Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya? Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, yang menguji batin, untuk memberi balasan kepada setiap orang setimpal dengan tingkah langkahnya, setimpal dengan hasil perbuatannya." Seperti ayam hutan yang mengerami yang tidak ditelurkannya, demikianlah orang yang menggaruk kekayaan secara tidak halal, pada pertengahan usianya ia akan kehilangan semuanya, dan pada kesudahan usianya ia terkenal sebagai seorang bebal”. (Yeremia 17:7-11)
Semua orang menghendaki hidup bahagia. Kebahagiaan yang ditentukan oleh dunia ini hanya akan menjadikan manusia menjadi sengsara. Kebahagiaan sejati adalah “merdeka” dari rongrongan nafsu manusiawi. Kebahagiaan sejati adalah mendahulukan Tuhan, dalam hidup kita dengan pelayanan, berkarier dan keluarga dengan dasar kasih, kemudian taat dan mengikuti jalan kebenaran yang ditunjukkanNya. Mari kita prioritaskan yang utama, hadirkan  Tuhan di dalam kehidupan keluarga, pelayanan dan karier. Arahkan hidup keluarga kita mengikuti kebenaran Tuhan. Jika kita konsekuen terhadap kebenaran ini, dan mau mencobanya, kebahagiaan sejati akan menjadi milik kita, kini dan selama-lamanya.
Untuk mempersiapkan masa depan yang penuh harapan (kebahagiaan), perhatikan tiga nasehat Rasul Paulus dalam Efesus 5:15-16 dan Kolose 3:2, yaitu : pertama, perhatikan dengan sesaksama bagaimana kita hidup, kedua pergunakan waktu yang ada dan ketiga, pikirkanlah perkara  yang diatas, bukan yang dibumi. Dengan pelayanan terbih dahulu, karier atau bekerja dan berkeluarga, akan hidup sejahtera dan bermakna bagi sesama. Anonim berkata: “Saya belajar bahwa tidak ada cara instan di dunia ini, semua butuh proses dan metode, kecuali saya ingin kecewa”.