Selasa, 28 Februari 2012

Setia Dalam Perkara KECIL

SETIA DALAM HAL KECIL

Bacaan : Filipi 2: 1-11
Nats. : Amsal 4:22 “ Ganjaran kerendahan hati dan Takut akan Tuhan adalah kekayaan, kehormatan dan kerendahan hati”


Pada suatu ketika, rombongan hamba-hamba Tuhan di Indonesia mendapatkan kesempatan untuk study banding atau melihat secara langsung pelayanan hamba-hamba Tuhan di Korea Selatan. Menurut pengakuan salah satu hamba Tuhan dari Indoensia, teman-teman terhormat dan sangat bangga meresa bisa melakukan tugas yang besar,bahkan kunjungan ke luar negeri, apalagi semua biaya ditanggung oleh misi Korea yang memang rindu pelayanan hamba-hamba Tuhan Indoensia bisa belajar dari pelayanan orang-orang Kristen di Korea.
Suatu kali dalam salah satu acara yang harus diikuti adalah KKR (Kebaktian Kebanguna Rohani). Seperti biasa hamba-hamba Tuhan dari Indonesia ketika menghadiri acara besar, sebagai orang yang “besar” pimpinam suatu jemaat, selalu menampakkan statusnya sebagai seorang hamba Tuhan. berdasi dan mengenakan jas. Sementara melihat jemaat yang menghadiri KKR tersebut biasa-biasa saja, mereka terkejut, karena tidak seperti yang terjadi di Indonesia. Mereka melihat dari penerima tamu sampai pemain musik semua biasa-biasa saja. Demkian juga Majelis, Hamba Tuhan (gembala sidang, asisten Gembala dan pada aktifis lainnya memakai pakaian seperti dipakai pada hari minggu. Hanya Pengkotbah yang memakai dasi dan jas.
Hamba-hamba Tuhan dari Indonesia pun tidak berfikir sampai sejauh itu, pokoknya mereka merasa diundang dan menjadi orang yang “penting” saat itu. Duduknya pun ditempat yang stategis sebagaimana setiap menghadiri acara-acara besar apalgi KKR seperti itu. Ada salah satu anggota rombongan yang sangat sensitif memperhatikan orang-orang yang ambil pelayanan dalam KKR besar tersebut. Dia juga panasaran, mereka biasa-biasa saja, tidak menampakkan orang yang dipakai Tuhan dan mengerjakan pekerjaan yang besar. Mereka sangat sukacita dan tidak merasa canggung dengan pelayanan masing-masing, walaupun ada yang hanya sebagai tukang parkir.
Setelah selesai KKR, mereka akan kembali ke hotel untuk istirahat sejenak, karena malamnya diudang makan malam oleh salah satu majelis gereja tersebut. Mereka semua menuju ke mobil yang membawa rombongan. Dilihatnya seorang tukang parkir yang sangat gesit, sopan dan sangat menghargai tamu yang datang. Tukang parkir ini sangat sukacita bisa mengatur keluar masuk mobil yang memasuki area parkir gereja, apalagi acara sudah selesai dan mobil satu demi satu sudah diatur untuk meninggalkan tempat parkir.

Malam harinya, rombongan dari Indoneia menuju tempat dimana diundang salah satu majelis untuk makan malam bersama dengan majelis dan gembala siding setempat.
Ada satu pemandangan yang aneh, setelah mereka duduk di meja besar di restorant yang sangat besar dan mewah di kota Saul, Korea selatan. Mereka mulai dilayani oleh pelayan-peyanan yang sangat ramah dan sopan. Sambil menunggu majelis yang mengundang mereka makan salah satu pendeta setempat bercerita banyak tentang orang yang punya restorant tersebut. Tidak lama kemudian pendeta itu mengajak semua untuk berdiri seperti kebiasan orang Korea dalam menyambut tamu. Bukan hanya hamba-hamba Tuhan, majelis yang berdiri, tetapi semua pelayan restorant pada berhenti bekerja dan berdiri berhadap-hadapan sambil kepala menunduk di sepanjang jalan dari tempat parkir sampai ujung meja yang dipakai untuk makan bersama.
Hamba-hamba Tuhan Indonesia terkejut, dan heran, dengan muka mereka agak pucat dan bercampur malu, karena ternyata yang datang adalah salah satu majelis yang jadi tukang parkir pada saat KKR di Gereja. Setelah mereka duduk, pendeta tadi memperkenalkan lebih detil tentang majelis, dan hamba-hamba Tuhan yang bersama-sama melayani di gereja tersebut. Salah satunya adalah majelis yang mengundang makan bersama. Mereka hampir tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Bapak pendeta senior tersebut, bahwa orang yang setiap acara besar hanya mau mengambil bagian dalam pelayanan tukang parkir, dengan memakai kaos, atau baju yang sederhana, tidak dipandang sebagai sebuah pelayanan. Padahal ia adalah majelis yang mempunyai restoran besar tempat mereka makan bersama.
Bukan hanya itu, Pak Pedeta itu menjelaskan bahwa pelayanan sebagai tukang parkir di gereja sudah dia kerjakan sejak dia belum sukses seperti sekarang. Bahkan dia katakan bahwa usahanya yang besar dan sekses, karena dia mulai dari jadi tukang parkir di warung makan pinggir jalan, rumah makan dan juga di restoran-restoran. Demikian pengalaman di negeri orang, bersama orang-orang mempunyai motivasi yang benar dan sunguh-sungugh melayani Tuhan.
Sambil pulang dari restorant untuk menuju ke Hotel, mereka berbincang-bincang satu dengan yang lain. Mereka bersyukur karena ditegur, diajar dan dinasehati, untuk melakukan kehendak Bapa, walaupun kecil hina dan tidak diperhitungkan oleh manusia. Ia belajar dari kesetiaan mejelis dalam perkara kecil yang pada akhirnya diberi tangnggung jawab yang besar. Mereka terinspirasi dengan majelis dan hamba-hamba Tuhan di Korea. Mereka diingatkan untuk setia dalam perkara kecil, mengerjakan dengan tulus dan memandangnya bahwa apa yang dilakukan adalah untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Ingat apa yang dikatakan Tuhan Yesus : “ Apapun yang kamu lalukan untuk salah sadauraku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku”(Matius 25:40).
Dan Tuhan Yesus juga memberikan teladan dalam ketaatan, kesetiaan dan kerendahan hati. Dia yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan mati di atas kayu salib. (Filipi 2: 6-8).
Oleh : Ev. Timotius Sukarman, M.Th

Tidak ada komentar:

Posting Komentar