Selasa, 23 Agustus 2011

PENGAJARAN TUHAN YESUS DAN PAK

Pengantar PAK II
12/09/2008

KONTEK PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
Pendidikan/pengajaran merupakan topik yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah kehidupan manusia. Secara sederhana, pengajaran dapat diartikan sebagai sebuah proses belajar-mengajar, memberikan dan menghasilkan pengetahuan dan keahlian. Sementara itu Samuel Sijabat mengutip definisi dari Ensiklopedi Pendidikan mengatakan bahwa pendidikan dapat diartikan “semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, serta ketrampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah.1
Dengan pengertian di atas, maka setiap orang atau masyarakat pasti terlibat di dalam pendidikan atau pengajaran baik itu formal maupun informal. Itulah sebabnya, pengajaran tetap menjadi topik yang sangat penting untuk dibahas.
Dalam tulisan ini, penulis secara khusus akan membahas pandangan Alkitab tentang pentingnya Pengajaran. Namun, mengingat luasnya masalah Pengajaran dan Alkitab yang terdiri dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru maka penulis merasa perlu membatasi pembahasan dalam bab ini. Dalam pembahasan pengajaran penyusun akan memfokuskan pada pandangan Perjanjian Lama tentang pentingnya pengajaran anak berdasarkan Ulangan 6:4-9. dan Dalam perjanjian baru, yaitu pengajaran Tuhan Yesus melalui keempat Injil.
A. Kontek Pengajaran Agama Dalam Perjanjian Lama
Perjanjian Lama adalah Firman Allah yang merupakan dasar dan otoritas tertinggi bagi konsep, prinsip dan prilaku manusia. (2 Timotius 3:15-16). Disamping itu, Perjanjian Lama juga sangat memperhatikan pentingnya pendidikan, pengajaran anak. Perintah untuk memperhatikan pentingnya pendidikan anak diberikan Allah sendiri sejak zaman Abraham (Kejadian 18:19), dilanjutkan pada zaman Musa (Keluaran 12:26-27) dan dipertegas kembali dalam Ulangan 4:9 ; 6:1-9; 11:18-21 yang selanjutnya juga menjadi perhatian orang-orang bijak (Amsal 1:8; 22:6; 29:17; Pengkhotbah 12:1). Dengan demikian, sangatlah tepat jika Perjanjian Lama, dijadikan dasar untuk memahami pentingnya pendidikan anak. Salah satu bagian Perjanjian Lama yang perlu dijadikan dasar untuk memahami pentingnya pendidikan anak adalah Ulangan 6:4-9.
a. Latar belakang
Untuk lebih jelas pengajaran Agama dalam Perjanjian Lama, kita harus lebih dahulu mengetahui latar belakang dalam pengajaran tsb, yaitu seperti berikut ini:
1. Bangsa Yahudi

Bangsa yang penuh misteri, kecil tapi kuat, sedikit tapi menyebar ke seluruh dunia, menyebar tapi kemurniannya terjaga, kadang tidak bertanah air dan tak punya raja, tapi selalu menonjol dan memberi pengaruh kuat kepada dunia. Dianiaya, tapi bertahan bahkan berkelimpahan. Bangsa yang memiliki identitas yang kuat.
2. Agama Yahudi
Penganut agama Yudaisme yang mementingkan ketaatan kepada Hukum Agama agar dijalankan dengan penuh ketekunan. Kemurnian pengajarannya dijaga dari generasi ke generasi berikutnya untuk memberi dasar yang teguh bagi setiap tingkah laku dan tindakan. Hukum agama sering diaplikasikan secara harafiah.
3. Budaya Yahudi
Yang paling mengesankan dalam budaya Yahudi adalah perhatiannya pada pendidikan. Pendidikan menjadi bagian yang paling utama dan terpenting dalam budaya Yahudi. Semua bidang budaya diarahkan untuk menjadi tempat dimana mereka mendidik generasi muda, yang kelak akan memberi pengaruh yang besar. Obyek utama dalam pendidikan mereka adalah mempelajari Hukum Taurat.
Berdasarkan Latar belakang pengajaran Agama dalam perjanjian Lama, maka seperti dijelaskan oleh Homrighausen, dalam Buku Pendidikan Agama Kristen hal, 2,
bahwa di dalam kitab-kitab perjanjian Lama tersimpan kesaksian mengenai perkara-perkara yang mahaagung, yang telah dialami oleh umat Tuhan di bawah pimpinanNya sepanjang sejarah hidup mereka. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa perbuatanperbuatan Tuhan yang hebat itu perlu disampaikan dan dijelaskan pula kepada tiap-tiap keturunan yang baru. Oleh sebab itu hikayatnya dipaparkan dalam kitab perjanjian lama.1
Yang menjadi pertanyaan adalah, kapan Pengajaran Agama dalam PL itu dimulai? Pendidikan agama dimulai ketiga agama itu sendiri muncul dalam hidup manusia. Pendidikan agama berpangkal kepada persekutuan umat Tuhan di dalam perjanjian Lama, yaitu mulai dari nenek moyang kaum Israel, Abraham, Ishak dan Yakub yang menjadi guru bagi seluruh keluarganya. Kita tahu bahwa sebagai sebagai bapak-bapak dari bangsanya, mereka bukan saja menjadi imam yang merupakan pengantara antara Tuhan dengan umatNya, tetapi juga menjadi guru yang mengajarkan tentang perbuatan-perbuatan Tuhan yang mulia itu dengan segala janji Tuhan yang membawa kepada Israel turun temurun.
b. Prinsip Pengajaran Dalam perjanjian Lama
1. Seluruh kebenaran adalah kebenaran Allah.
Kej. 1:1 -- Segala sesuatu telah dijadikan oleh Allah dengan tujuan supaya manusia mengenal Allah dan berhubungan dengan-Nya. Cara Allah menyatakan diri adalah dengan:
- Wahyu Umum : Supaya orang menyadari dan mengakui keberadaan Allah melalui alam, sejarah, hati nurani manusia.
- Wahyu Khusus : Supaya manusia menerima keselamatan dari Allah. Allah berinkarnasi menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus.
2. Menurut konsep Yahudi tidak ada perbedaan nilai antara duniawi dan rohani, semuanya ada dalam wilayah Tuhan. Itu sebabnya orang Yahudi percaya bahwa "seluruh hidup adalah suci". “Seluruh pendidikan itu bersifat agama; tidak ada sebagian pun dari segala lapangan hidup manusia yang tidak dipengaruhi dan dikuasai oleh Agama” 2
3. Pendidikan berpusatkan pada Allah.
Fokus utama dalam pendidikan Yahudi adalah: Yehova (Hab. 2:10 -- kegagalan campur tangan Allah adalah kegagalan bangsa.) Bagi anak Yahudi tidak ada buku lain yang memiliki keharusan untuk dipelajari selain Alkitab (Taurat) untuk menjadi pegangan dan pelajaran tentang Allah dan karya-Nya
4. Pendidikan adalah kegiatan utama dan diintegrasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam Kitab Talmud dikatakan kalau ingin menghancurkan bangsa Yahudi, kita harus membinasakan guru-gurunya. Bangsa Yahudi adalah bangsa pertama yang memiliki sistem pendidikan Nasional (Ula. 6:4-9) Pendidikan mereka tidak hanya secara teori, tetapi menjadi kegiatan sehari-hari dalam cara hidup dan keagamaannya. Contoh: Kitab Imamat yang mengajarkan semua tata cara hidup dan beragama.
5. Tempat Pendidikan Anak Bangsa Yahudi
Pendidikan anak Yahudi bermula di rumah. Berpangkal dari peranan seorang ibu Yahudi. Tugas kewajiban ibu adalah untuk menjaga kelangsungan hidup rumah tangga yang juga terkait erat dengan tugas rohani mendidik anak-anaknya, khususnya ketika masih balita. Jauh- jauh hari sebelum anak berhubungan dengan dunia luar, anak terlebih dahulu mendapat pendidikan dari ibunya sehingga sesudah menginjak usia remaja/pemuda ia sudah mempunyai dasar yang benar. Contoh: Melalui cerita-cerita sejarah bangsa dan hari-hari peringatan/besar.
6. Menurut Kitab Ulangan 6:4-9
Ulangan 6:4-9 menjadi pusat pengajaran pendidikan agama Kristen. Kitab-kitab lain yang membahas tentang pendidikan bersumber dari kitab Ulangan ini.
a. Ayat 4 ("Dengarlah, hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu Esa!")
Ayat ini disebut "Shema" atau pengakuan iman orang Yahudi (agama Yudaisme) yang artinya "Dengarlah". Yesus menyebut ayat ini sebagai hukum yang pertama -- prinsip iman dan ketaatan. Memberikan konsep Allah yang paling akurat, jelas dan pendek Tuhan adalah unik, lain dengan yang lain. Dia Allah yang hidup, yang benar dan yang sempurna. Tidak ada Allah yang lain, hanya satu Allah saja. Ayat 4 ini bersamaan dengan ayat 5 diucapkan sedikitnya dua kali sehari oleh orang Yahudi dewasa laki-laki. Ayat ini diucapkan bersamaan dengan Ula. 11:13-21 dan Bil. 15:37-41.
b. Ayat 5 ("Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.")
Kasih harus menjadi motif setiap hubungan manusia dengan Tuhan. Kasih disebutkan pertama karena disanalah terletak pikiran, emosi, dan kehendak manusia. Tugas yang Tuhan berikan untuk manusia lakukan adalah kasihilah Allah Tuhanmu. Musa mengajarkan Israel untuk takut, tapi kasih lebih dalam dari takut.
o Mengasihi Tuhan artinya memilih Dia untuk suatu hubungan intim dan dengan senang hati menaati perintah-perintah-Nya.
o Mengasihi dengan hati yang tulus, bukan hanya di mulut tapi juga dalam tindakan.
o Mengasihi dengan seluruh kekuatan, memiliki semuanya.
o Mengasihi dengan kasih yang terbaik, tidak ada yang melebihi kasih kita kepada Dia, sehingga kita takluk kepada Dia.
o Mengasihi dengan seluruh akal budi/pengertian, karena kita kenal Dia maka kita mengasihi dan mentaati perintah-Nya.
c. Ayat 6 ("Apa yang Kuperintahkan kepadamu hari ini haruslah engkau perhatikan.")
Perintah Tuhan bukanlah untuk didengar dengan telinga saja, tapi juga dengan hati yang taat. Sebelum bertindak pikirkanlah lebih dahulu perintah Tuhan, maka hidupmu akan selamat.
c. Ayat 7 ("Haruslah engkau mengajarkan berulang-ulang "kepada anakmu" membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau bangun.")
Mereka yang mengasihi Allah, mengasihi Firman-Nya dan melakukannya dengan meditasi, bertanggung jawab untuk merenungkannya dan menyimpannya dalam hati untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Orangtua mempunyai tugas untuk mengajarkan Firman-Nya kepada anak-anak dengan didikan dan harus dimulai sejak dini dan berulang-ulang. Ayat 7 ini dipakai sebagai fondasi kurikulum pendidikan Kristen.
d. Ayat 8-9 ("Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.")
3. Pentingnya Pengajaran Dalam Perjanjian Lama
a. Latar Belakang Kitab Ulangan
Sebelum memahami keunikan Ulangan 6: 4-9, sebaiknya kita terlebih dahulu mamahami latar belakang dan keunikan Kitab Ulangan itu sendiri.
1. Kitab Ulangan adalah salah satu kitab yang ditulis oleh Musa dengan tujuan mengingatkan orang Israel akan kesetiaan Allah dan untuk mendorong mereka agar mengasihi Tuhan dengan segenap hati mereka.
2. Dalam kitab ini Musa sedang berhadapan dengan generasi baru yang dipersiapkan untuk memasuki tanah Perjanjian.
3. Generasi baru ini ditantang oleh Musa untuk sungguh-sungguh mentaati syarat-syarat Perjanjian Sinai dan mengikut Tuhan dengan segenap hati mereka. Kitab Ulangan juga memiliki struktur dan bentuk sastra yang unik. Lasor dan rekan-rekannya mengatakan bahwa Kitab Ulangan merupakan bagian dari amanat Musa yang berbentuk pidato atau khotbah.
4. Melihat akan latar belakang dan keunikan strukturnya dapat disimpulkan bahwa kitab Ulangan berisikan ketetapan-ketetapan dan nasehat-nasehat yang penting dan yang harus dilakukan oleh orang Israel dan keturunannya. Secara khusus posisi Ulangan 6 ditempatkan sebagai ketetapan- ketetapan yang berkaitan dengan 10 perintah Allah dengan penekanan utama pada perintah mengasihi Allah yang Esa dengan sepenuh hati, jiwa dan kekuatan.

2. Keunikan Ulangan 6: 4-9 Dalam Pendidikan Anak Bangsa Israel.
Ulangan 6:4-9 didahului dengan perintah Allah agar bangsa Israel melakukan dan memegang teguh segala perintah dan peraturan yang Allah berikan dengan disertai janji berkat jika mereka setia melakukannya. (ayat 1-3). Perintah ini diberikan dalam kaitan dengan persiapan mereka memasuki Kanaan (ayat 3). Tujuan perintah ini diberikan adalah supaya bangsa Israel melakukannya ketika mereka masuk dan hidup di tanah Perjanjian. Selain itu, Ulangan 6:4-9 juga merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan bangsa Israel, karena berkaitan dengan perintah “syema” yang juga harus diajarkan kepada seluruh anggota keluarga termasuk anak-anak.. Dalam tradisi Yahudi kata “syema” disebut sebagai “the fudamental truth of Israel’s religion” and “ the fudamental duty founded upon it”
Lebih lanjut, Robert R. Boehlke mengatakan bahwa perintah “syema” dalam Ulangan 6:4-9 merupakan suatu patokan bagi keluarga Yahudi yang harus dilaksanakan,.... “Syema” merupakan merupakan inti dari pengakuan iman bangsa Israel. Dalam perkambangan berikutnya “syema” menjadi bagian penting bagi kehidupan bangsa Israel dan menjadi dasar bagi pendidikan kepada anak-anak mereka.3

b. Pentingnya Pendidikan Anak Menurut Ulangan 6:4-9
Melalui bagian ini kita dapat menemukan beberapa prinsip penting yang mendasari pentingnya pendidikan anak.
1. Pendidikan Harus Berkaitan Dengan “[m;v.” = Syema”( 6:4).
Ayat 4 diawali dengan kata perintah “ dengarlah ([m;v = syema)”. Kata “syema dengarlah)” sudah muncul dalam Ulangan 5:1 sebagai pengantar dari bagian yang berbicara mengenai 10 hukum Allah. Dalam tradisi Yudaisme Ulangan 6:4 ini menjadi suatu pengakuan iman yang wajib diucapkan tiap pagi dan tiap malam (bnd. ayat 7) . Perintah “syema” ini berkaitan erat dengan pernyataan “pengakuan bahwa Allah itu Esa” yang merupakan kebenaran yang fundamental bagi agama Israel dan sikap mereka kepada Allah.
Kata “esa (dx\a,=ekhad)” yang dikaitkan dengan perintah “syema” bukan hanya mengatakan tentang “keunikan” Allah tetapi juga “kesatuan (unity)” Allah. Secara lengkap instruksi syema berbunyi : Dengarlah, hai orang Israel : Tuhan itu Allah yang Esa ! Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. “Ini menyatakan bahwa Allah tidak dapat dibandingkan dengan apapun. Hanya Dia satunya-satunya Allah yang berdaulat dan harus menjadi satu-satunya obyek ibadah, ketaatan dan kasih dari umat-Nya. Oleh karena Allah adalah Esa, maka Israel harus mengasihi Yahweh sebagai Allahnya dengan sepenuh hati, jiwa dan kekuatannya.
“Syema ([m;v.)” adalah inti dari instruksi agama yang diberikan di dalam rumah. Bersama dengan “syema” anak-anak diajarkan perintah untuk hidup yang benar dan merupakan tanggung jawab ayah untuk menjelaskan makna dari perintah-perintah itu dengan menceritakan sejarah bangsa Israel. (Ulangan 6:20-25). Syema merupakan ungkapan keyakinan iman (kredo) yang harus diperhatikan dan dilakukan dengan serius. Sementara itu, Von Rad mengatakan bahwa “syema” dalam Ulangan 6: 4 dapat disebut sebagai dogma fundamental dari Perjanjian Lama yang disebut oleh Tuhan Yesus sebagai yang paling penting dari semua hukum.
Tujuan utama pendidikan dalam Perjanjian Lama adalah membawa bangsa Israel beserta seluruh keturunannya mengenal Allah dan mengasihi-Nya serta hidup benar dihadapan-Nya. Sebagaimana dikatakan Andrew Hill bahwa kehidupan bangsa Isarel tidak lepas dari pengenalan dan ketaatanya kepada hukum Allah. Itulah sebabnya salah satu mandat penting bangsa Isarel adalah pendidikan yang bertujuan dengan rajin mengajarkan anak-anak mereka agar mengasihi Allah dan mengenal serta mentaati 10 hukum Allah dan segala peraturannya.
Pola pendidikan dengan instruksi “syema” ini mengajar seluruh bangsa Israel beserta keturunannya supaya mengetahui dan mengakui bahwa hanya ada “satu Allah” yang patut disembah yaitu “Allah Yahweh”; Allah Yang Esa dan Allah yang telah mengikat perjanjian dengan Abraham dan keturunannnya. Allah ingin bangsa Israel beserta segala keturunannya hanya menyembah dan mengasihi Dia; tidak ada yang lain. Seluruh tujuan pendidikan Israel ialah menjadikan mereka hidup kudus dan menerapkan ajaran agama dalam kehidupan praktis.

2. Pendidikan Harus Diberikan Dengan Bertanggung Jawab. (ayat 7)
Begitu pentingnya instruksi “syema” bagi kehidupan bangsa Israel, maka hal itu harus dilakukan dengan serius. Keseriusan dalam melakukan dan mengajarkan “syema” dapat dilihat dari beberapa metode yang harus dilakukan.

a. “ Harus Diajarkan Secara Berulang-ulang “!nv=syanan”
Kata “!nv=syanan” dapat diartikan sebagai “mengajarkan kata-kata yang penting dengan tekun/berulang-ulang/dengan sejelas mungkin”. Sementara itu J. I. Packer, mengatakan bahwa frase “mengajarkan berulang-ulang” berasal dari sebuah kata Ibrani yang biasanya mengacu kepada hal menajamkan sebuah alat atau mengasah sebuah pisau. Apa yang dilakukan batu asah untuk mata pisau , demikian pula pendidikan untuk anak. Itulah sebabnya NIV menterjemahkan “impress them on your children.4
Sedangkan LAI menterjemahkan dengan “ mengajarkannya berulang-ulang”5 Penekanan pentingnya mengajarkan dengan mengulang bertujuan agar mereka dapat mengingat, memahami dengan jelas dan melakukannya.

b. “Harus Diajarkan Dalam Setiap Kesempatan”
Keseriusan di dalam mengajarkan “syema” selain diulang-ulang juga harus dilaksanakan setiap waktu dan disetiap tempat. Kalimat,” membicarakannya apabila engkau duduk dirumahmu, dalam perjalanan, berbaring maupun bangun” menunjukkan betapa seriusnya pengajaran “syema” ini. Dalam hal ini tepatlah yang dikatakan Robert R. Boehlke bahwa ruang lingkup pendidikan Yahudi, bukan satu usaha sambilan saja, yang hanya dilaksanakan dalam salah satu sudut kehidupan saja, melainkan bagian inti dari kehidupan sehari-hari yang lazim dilakukan. Dimanapun ada kesempatan maka “syema” harus di ajarkan. 6
c. Harus Diajarkan Dengan Prinsip Keteladanan (ayat 16-19)
Selain mengajar dengan berulang-ulang, orang tua dituntut untuk melakukan terlebih dahulu apa yang Tuhan inginkan (Ulangan 6: 16-19). Pada bagian ini Musa menyampaikan kepada orang tua bahwa ada dua cara dasar untuk mengajar anak mereka yakni instruksi yang bersifat formal (mengajar) dan informal. Melalui instruksi formal mereka harus mengajar tentang kebenaran. Sedangkan melalui instruksi informal mereka mengajar dengan menjadi teladan dalam menjalankan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari. Keduanya sama pentingnya.
Namun, bagian ini lebih menekankan pada instruksi informal atau gaya hidup sekari-hari. Orang tua harus mengajar dengan menjadi teladan yang baik di dalam kehidupannya sehari-hari. Tujuan dari metode pendidikan seperti ini adalah untuk mengajar bangsa Israel beserta keturunannya agar sungguh-sungguh mengingat karya dan perintah Tuhan. Tuhan menginginkan agar mereka sungguh-sungguh mengasihi-Nya dengan segenap hati, jiwa dan kekuatannya, secara khusus ketika mereka memasuki Kanaan (Ulangan 6:12-25). Melalui metode pendidikan dengan instruksi “syema” ini menunjukkan bahwa Allah sangat memperhatikan tentang pentingnya pendidikan dan bagaimana proses pendidikan itu dapat diberikan dengan benar dan bertanggung jawab.

3. Pendidikan Harus Diberikan Sejak Anak-anak (6:7; 20-25)
Dalam bagian ini ada 2 kali penekanan pentingnya pendidikan diberikan kepada anak-anak. Dalam ayat 7 perintah “syema” harus diberikan kepada “anak-anak” mereka yaitu dengan “mengajarkannya berulang-ulang”. Hal ini ditekankan kembali dalam ayat 20-21 agar orang tua siap mengajarkan tentang siapakah Allah dan karya-Nya bagi bangsa Israel kepada anak-anak mereka. Sejak awal masa anak-anak , seorang anak laki-laki telah belajar sejarah Israel. Anak-anak belajar bahwa bangsa Israel telah mengikat perjanjian dengan Allah, Perjanjian itu menempatkan batasan-batasan tertentu pada mereka. Mereka mempunyai tanggung jawab terhadap Allah karena Allah telah menebus mereka. Pendidikan iman kepercayaan mereka dalam hubungan dengan Allah Yahweh menjadi hal yang sangat penting untuk diajarkan dan dilakukan.
Pada hakekatnya seorang ayah Israel bertanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya; tetapi para ibu juga memainkan peranan yang amat penting, terutama sampai anak mereka mencapai usia lima tahuan. Selama tahun-tahun pertumbuhan itu, sang ibu seharusnya membentuk masa depan anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan. Ini menunjukkan bahwa Allah bukan hanya memerintahkan pentingnya orang tua Israel mengajarkan kepada anak-anak mereka hidup mengasihi-Nya tetapi juga memperhatikan pentingnya masa anak-anak. Allah menginginkan agar anak-anak belajar bahwa bangsa Israel telah mengikat perjanjian dengan Dia. Sebagai bangsa yang terikat perjanjian dengan Allah, maka mereka harus hidup bertanggung jawab kepada Allah dan mengasihi Allah karena Ia telah menebus mereka.
Dalam perkembangannya, pentingnya pendidikan sejak anak-anak ini dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap masa depan mereka (bnd. Amsal 22:6). Dalam kehidupan bangsa Israel kehidupan mereka sangat ditentukan oleh hubungan dan sikap mereka terhadap Allah. Sebagai umat Allah maka berhasil tidaknya kehidupan mereka sangat ditentukan oleh ketaatan mereka kepada Allah. Jika mereka taat akan mendapatkan berkat,jika tidak taat akan mendapatkan kutuk. Realita ini nampak dengan jelas di sepanjang perjalanan bangsa Israel yang telah diungkapkan dalam Perjanjian Lama. Itulah sebabnya, pendidikan yang diberikan kepada anak-anak selalu mencakup pelajaran agama dan dilengkapi dengan pelatihan dalam berbagai ketrampilan yang akan mereka perlukan dalam kehidupan sehari-hari.

4. Pendidikan Adalah Tanggung Jawab Orang Tua (ayat 7)
Kalimat dalam ayat 7 “haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu” dan dalam ayat 21 “maka haruslah engkau menjawab anakmu..” menunjukkan bahwa orang tua memiliki tugas dan tanggung jawab dalam pendidikan anak-anak mereka. Oleh karena perintah ini berkiatan dengan instruksi syema, maka orang tua pertama-tama bertanggung jawab atas pendidikan rohani anak-anak mereka. Ini merupakan tugas yang sangat mendasar dan penting untuk dilakukan orang tua kepada anak-anaknya. Orang tua dianggap yang paling bertangung jawab dalam pendidikan anak-anak oleh karena mereka adalah orang yang terdekat. Sebagaimana dikatakan oleh J. I. Packer bahwa Allah memakai manusia untuk mengajarkan Taurat kepada bangsa Israel—seperti Musa, para imam dan para nabi. Murid-murid mereka adalah orang dewasa dari bangsa Israel, yang kemudian mereka bertanggung jawab untuk meneruskan kepada anak-anak mereka.
Sebagian besar pendidikan dilakukan oleh orang tua, tidak ada ruang kelas atau kurikulum yang tersusun. Peran orang tua yang pada mulanya mendidik anak-anak dalam bidang agama berkembang dengan mengikut sertakan pendidikan dalam bidang ketrampilan-ketrampilan khusus. Anak-anak Israel juga diajarkan keahlian-keahlian yang mereka perlukan agar menjadi orang yang berhasil di dalam komunitasnya.
Bangsa Israel adalah sebuah masyarakat petani; banyak hikmat praktis yang diturunkan dari ayah kepada anak-anak laki-laki adalah mengenai bertani. Selain itu, para ayah juga bertanggung jawab untuk mengajar anak laki-lakinya sebuah kejuruan dan ketrampilan. Misalnya, apabila sang ayah adalah tukang periuk, ia mengajar ketrampilan itu kepada anak laki-laki. Sementara anak laki-laki belajar ketrampilan ini, anak-anak perempuan belajar membakar roti, memintal dan menenun di bawah pengawasan ibunya. (Keluaran 35:25-26; band. II Samuel13:8). Apabila tidak ada anak laki-laki dalam keluarga, anak-anak perempuan mungkin harus belajar pekerjaan ayahnya Kejadian29:6; Keluaran 2:1625 Secara khusus, anak laki-laki Yahudi disamping membaca Kitab Suci , juga mendapat pelajaran tatakrama, musik, cara bertempur, dan pengetahuan praktis lainnya.26
Pola pengajaran atau pendidikan semacam ini merupakan bagian penting dalam sepanjang zaman Alkitab. Peranan orang tua terus menjadi hal yang penting meskipun pendidikan formal sudah ada. Ini membawa kita kepada pemahaman bahwa Allah sangat memperhatikan pentingnya pendidikan anak dan pentingnya peranan orang tua dalam pendidikan anak. Allah memilih keluarga untuk menjadi tempat berlangsungnya proses pembentukan diri anak.
Dalam hal ini tepatlah yang dikatakan Gary J. Oliver mengatakan bahwa Ulangan 6 merupakan bagian Alkitab yang menjelaskan bahwa Allah merancang keluarga sebagai wadah untuk mengajarkan (malalui pendidikan formal) dan menunjukkan (melalui teladan hidup) realitas pribadi Allah yang hidup.27



B. Kontek Pendidikan Kristen Dalam Perjanjian Baru
1. Pengajaran Agama Dalam PB
Apabila kita hendak menyelidiki soal pendidikan agama dalam hubungan Perjanjian Baru, tentu saja pertama-tama dan khususnya kita harus mengarahkan pandangan kita kepada Tuhan Yesus sendiri. Di samping jabatan-Nya sebagai Penebus dan Pembebas, Tuhan Yesus juga menjadi seorang Guru yang agung. Keahlian-Nya sebagai seorang guru umumnya diperhatikan dan dipuji oleh rakyat Yahudi; mereka dengan sendirinya menyebut Dia "Rabbi". Ini tentu suatu gelar kehormatan, yang menyatakan betapa Ia disegani dan dikagumi oleh-orang sebangsanya sebagai seorang pengajar yang mahir dalam segala soal ilmu keTuhanan. Sebab Ia mengajar mereka "sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat yang biasa mengajar mereka" (Mat 7:29).
Tuhan Yesus mengajar di mana saja: di atas bukit, dari dalam perahu, di sisi orang sakit, di tepi sumur, di rumah yang sederhana dan di rumah orang kaya, di depan pembesar-pembesar agama dan pemerintah, bahkan sampai di kayu palang sekalipun. Tuhan Yesus tidak memerlukan sekolah atau gedung tertentu. Tiap-tiap keadaan dan pertemuan dipergunakan-Nya untuk memberitakan Firman Allah.
Tuhan Yesus dalam pengajaran-Nya tidak terikat pula pada waktu tertentu. Siang-malam, pada setiap saat Ia bersedia menerangkan jalan keselamatan dan Kerajaan Sorga yang telah datang itu kepada siapa saja yang ingin belajar kepada-Nya.
Yang menjadi tujuan pengajaran Tuhan Yesus itu bukanlah untuk membahas berbagai pokok agama dan susila secara ilmiah atau secara teori saja, melainkan untuk melayani tiap manusia yang datang kepada-Nya. Setiap orang itu dikenal-Nya, dan dipahami-Nya masalah yang dipergumulkan orang itu.
Cara mengajar-Nya sangat istimewa pula. Biasa-Nya Tuhan Yesus tidak membentangkan sesuatu ajaran dengan menyuruh orang mempercayai itu, tetapi Ia mendorong mereka berpikir sendiri dan menarik kesimpulannya sendiri atas apa yang telah dijelaskan-Nya kepada mereka. Ia tak selalu mencapai hasil-Nya, karena sering kali para pendengar-Nya mengeraskan hati, tetapi tentu Ia senantiasa menyatakan Diri sebagai seorang Guru yang tak ada taranya, karena Ia sendiri adalah Kebenaran.
Banyak metode yang dipakai-Nya, dan segala metode itu masih penting dan perlu dipelajari oleh segala guru agama masa kini. Adakalanya Tuhan Yesus bercerita. Sering Ia memakai perumpamaan. Acap pula Ia mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang kemudian menjadi bahan pengajaran-Nya. Kadang-kadang suatu percakapan biasa berkembang menjadi pengajaran yang indah. Tetapi bukan dengan perkataan-Nya saja Tuhan Yesus mengajar. Tapi juga dengan mempraktekkan apa yang dimaksudkan-Nya, seperti tatkala Ia memeluk anak-anak dan memberkati mereka, itu menjadi teguran pada murid-Nya, atau ketika Ia membasuh kaki mereka untuk mengajar mereka supaya rendah hati.
Bahkan seluruh kehidupan Tuhan Yesus sendiri merupakan pengajaran sampai saat yang terakhir, karena justru dalam sengsara dan kematian-Nya Ia mengajar kita tentang satu-satunya jalan keselamatan bagi manusia yang berdosa. Di atas bukit Golgota, Ia menyuguhkan segala pengajaran-Nya dengan pengorbanan diri-Nya sendiri.
Rasul Paulus juga seorang guru yang ulung. Ia benar-benar tokoh penting di lapangan pendidikan agama. Paulus sendiri dididik untuk menjadi seorang rabbi bagi bangsanya. Ia mahir dalam pengetahuan akan Taurat, dan ia dilatih untuk mengajar orang lain tentang agama kaum Yahudi.
Setelah Yesus memasuki hidupnya, Paulus menjadi seorang hamba Tuhan yang terdorong oleh hasrat yang berapi-api untuk memashurkan nama Tuhan Yesus itu. Ke mana pun Paulus pergi, segala kesempatan dipergunakannya untuk mengajar orang Yahudi dan kaum kafir tentang kehidupan bahagia yang terdapat dalam Injil Yesus Kristus. Paulus berkhotbah di hadapan imam-imam dan rabi-rabi Yahudi, dan di hadapan rakyat jelata di segala kota dan desa yang dikunjunginya. Ia mengajar raja-raja dan wali-wali negeri, orang cendekiawan dan kaum budak, orang laki-laki dan kaum wanita, orang Asia, orang Yunani, orang Romawi, singkat kata, segala golongan manusia telah ditemuinya pada perjalanannya yang banyak dan panjang itu.
Paulus berkeyakinan kuat dan beriman teguh. Selalu ia siap sedia untuk bertukar pikiran, mengajar, menegur dan mengajak. Pasti ia seorang ahli pidato yang besar bakatnya. Meskipun tidak tampan raut muka dan perawakannya, tetapi khotbahnya penuh semangat dan isinya jelas, sehingga membuat kagum pendengarnya. Kadang banyak orang merasa sangat tersinggung, tetapi banyak pula yang segera ditawan oleh kuasa bahasanya.
Paulus mengajar di rumah-rumah tempat ia menumpang, di gedung-gedung yang disewanya, di lorong-lorong kota atau di padang-padang, di atas loteng dan dalam bengkelnya, di pasar dan dalam kumpulan kaum filsuf. Tak ada tempat yang dianggapnya kurang layak untuk menyampaikan beritanya tentang Juruselamat dunia.
Rasul Paulus juga banyak mengajar melalui surat-surat. Segala soal dan kesulitan yang muncul dalam jemaat-jemaat yang didirikannya itu, ataupun yang timbul di antara kaum Kristen yang belum dikunjunginya, semua itu dipakainya untuk menguraikan pokok-pokok kepercayaan atau kesusilaan Kristen yang bersangkutan dengan hal itu. Kebiasaannya itu sungguh menguntungkan seluruh umat Kristen di kemudian hari. Bukankah surat-surat Paulus itu sampai sekarang merupakan pengajaran yang tak ternilai harganya bagi sekalian orang Kristen di segala tempat?
Sejak mulai berdirinya, jemaat Kristen telah menjunjung pengajaran agama. Seperti diketahui, orang-orang Kristen muda itu mula-mula masih berpaut kepada adat agama Yahudi, tetapi lambat laun mereka mengembangkan perkumpulannya sendiri. Di dalam perkumpulan itu mereka berdoa, berbicara tentang pengajaran dan perbuatan-perbuatan Tuhan Yesus Kristus, makan sehidangan dan merayakan Perjamuan Suci. Mereka yakin bahwa sejak turunnya Roh Kudus jemaat mereka merupakan Israel baru. Yesus Kristus telah menciptakan Israel baru itu dengan Roh-Nya sendiri. Sekarang mereka berdiri dalam dunia ini dengan keadaan baru dan dengan tugas yang baru pula.
Akibatnya ialah mereka mulai berkhotbah dan mengajar, supaya banyak orang lain juga dapat percaya pada Yesus sebagai Penebus dan Tuhan. Segala orang yang bertobat dan mau bergabung dengan jemaat Kristen itu, dididik dengan seksama. Di dalam dan di luar kebaktian, mereka belajar tentang Diri dan pekerjaan Juruselamat itu, dan lagi tentang panggilan dan tugas seorang Kristen dalam dunia ini. Jemaat-jemaat muda itu mempelajari nubuat-nubuat para nabi zaman dulu mengenai Yesus Kristus, dan mereka asyik membaca surat-surat yang diterimanya dari rasul Paulus dan pemimpin gereja lain. Mereka menganggap dirinya sebagai suatu persekutuan suci, seperti Israel dulu, tetapi dengan mengaku Yesus Kristus selaku Raja, Nabi dan Imam satu- satunya.
Kerajinan dan kesetiaan Israel dalam menjalankan pendidikan agama diturutinya pula, hanya perbedaannya sekarang, Taurat bukan lagi menjadi dasar dan pusat pendidikan itu, melainkan Yesus Kristus. Dengan demikian jemaat purba itu mengajarkan agama Kristen di dalam rumah-rumahnya, kepada tetangganya, di dalam kebaktian dan kumpulannya, bahkan kepada siapa saja yang suka mendengarkan berita kesukaan yang mereka siarkan.
2. Penjanjian baru mementing Pengajaran Agama
Dari uraian yang pendek ini kita dapat segera menarik kesimpulan bahwa agama Kristen itu adalah suatu agama yang sangat mementingkan pendidikan Agama. Agama kita yakini dan segenap penganutnya sekali- kali tak boleh melupakan perbuatan-perbuatan yang Mahabesar, yang telah dilakukan Tuhan Allah bagi mereka di dalam Yesus Kristus. Anggota-anggota Gereja, baik orang dewasa maupun anak-anak kecil, semuanya wajib mempelajari pekerjaan Tuhan yang telah mendatangkan keselamatan itu. Peristiwa-peristiwa yang agung itu harus diajarkan, diterangkan dan dipercaya, sehingga setiap orang yang mengakui Yesus Kristus sebagai Juruselamat, meninggalkan manusia lamanya dan dan menjadi ciptaan baru di dalam Dia. Jika itu dilakukan, maka Gereja Kristen di dunia ini akan menjadi suatu terang, yang dapat menunjukkan jalan keselamatan kepada banyak orang lain pula.
Sejak zaman Perjanjian Baru, jemaat Kristen sangat mementingkan Pengajaran agama. Tugas mengajar itu memang diserahkan khusus kepada kaum guru yang telah mempunyai karunia dan latihan istimewa untuk pekerjaan yang mulia itu, tetapi seluruh jemaat tetap mendukung dan mendoakan mereka. Mulai dari abad pertama tarikh Masehi, pendidikan agama Kristen menyiapkan orang untuk masuk ke dalam persekutuan jemaat Kristus, dan setelah disambut dalam jemaat itu mereka dididik terus supaya dapat semakin berakar dalam pengetahuan dan pengenalan yang mendalam tentang Yesus Kristus, Kepala Gereja itu.
3. Prinsip-Prinsip Pengajaran Tuhan Yesus
Perjanjian Baru memuat banyak prinsip yang dipakai Tuhan Yesus dalam mendidik murid-murid-Nya. Semua prinsip Tuhan Yesus dalam pengajaranNya masih sangat cocok untuk diterapkan pada pendidikan Kristen untuk anak-anak didik zaman ini.
Beberapa prinsip yang Tuhan Yesus pengajaranNya yaitu :
a. Tuhan Yesus mengajar melalui hidup dan perbuatan-Nya.
Segala kelakuan-Nya sesuai dengan kehendak Allah dan menyatakan kasih dan kebenaran Allah kepada murid-murid-Nya. Tiap orang yang datang kepada-Nya mendapat perhatian-Nya. Dengan penuh kasih Ia menolong yang memerlukan pertolongan-Nya. Ia tidak segan melawan segala sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Contoh yang konkrit dalam hidup seorang guru selalu lebih mengesankan daripada segala kata yang diucapkannya.
b. Tuhan Yesus memakai pengalaman pendengar-pendengar-Nya untuk mengajar mereka.
Sebagai dasar untuk ajaran yang baru, Ia menyebut hal-hal yang lazim dialami tiap orang, peristiwa-peristiwa dari hidup sehari- hari yang pasti akan dimengerti oleh setiap pendengar-Nya. Umpamanya menanam benih (Matius 13:1-9), memasang lampu (Matius 5:15-16), mencari sesuatu yang hilang (Lukas 15:1-10). Hal-hal seperti itu dapat dimengerti, dan juga akan mengingatkan mereka kepada ajaran itu tiap kali mereka melakukannya lagi.
c. Tuhan Yesus terkadang menunjukkan obyek-obyek yang konkrit untuk dilihat.
Ia memakai mata uang (Matius 12:13-17), burung di udara dan bunga-bungaan di padang (Matius 6:25-34) yang kelihatan di mana- mana sehingga akan mengingatkan pendengar-Nya akan ajaran-Nya tiap kali mereka melihat barang itu kelak.
d. Tuhan Yesus memakai cerita yang tepat dan sederhana untuk mengajar.
Cerita-cerita berupa perumpamaan dan perbandingan yang sangat mengesankan dipakai-Nya utuk memikat perhatian orang dan menekankan kebenaran. Cerita-cerita itu sering dipakai-Nya untuk menjawab pertanyaan dan pendengar-Nya diajak berpikir sendiri mengenai maksud dan arti cerita itu (misalnya Lukas 10:25-37 dan 12:13-21). Cerita yang mengesankan tak akan terlupakan, sehingga ajaran yang terdapat di dalamnya makin mendalam bagi pendengarnya.
e. Tuhan Yesus menyatakan motif-motif yang kuat untuk menerima ajaran-Nya.
Tiap manusia cenderung menaruh perhatian besar pada kepentingan dirinya sendiri. Apa saja yang akan menolongnya untuk mencapai tujuannya, akan menarik perhatiannya. Tuhan Yesus selalu menunjukkan hubungan antara ajaran yang diberikan-Nya dengan kebutuhan yang sedang digumuli oleh para pendengar-Nya (misalnya Matius 11:28-29 dan Yohanes 11:25-26). Tetapi perhatikanlah: Persaingan atau harapan untuk memperoleh sesuatu yang berharga dalam dunia materi tak pernah dipakai-Nya sebagai motif untuk menerima ajaran-Nya.

f. Tuhan Yesus selalu mengaktifkan pendengar-pendengar-Nya.
Ia mengajak mereka bersoal-jawab; Ia mengajukan kepada mereka pertanyaan-pertanyaan yang mendorong mereka untuk berpikir menemukan jawaban yang tepat. Ia memberikan kesempatan untuk berbuat sesuatu; murid-murid diajak memberi makan orang banyak (Matius 14:16-19). Mereka ditugaskan pergi meneruskan ajaran yang telah disampaikan-Nya kepada mereka (Lukas 10:1-9). Kita belajar jauh lebih banyak lewat apa yang kita lakukan daripada yang hanya kita dengarkan.
g. Tuhan Yesus selalu memberikan kepada pendengar-Nya tanggung jawab untuk mengambil keputusan secara pribadi.
Dengan jelas Ia menunjukkan akibat dari pilihan yang tepat dan yang tidak tepat. Tanggung jawab untuk memilih diserahkan sepenuhnya pada tiap pendengar-Nya. Ia tidak menyuruh mereka menghafalkan apa yang dikatakan-Nya dan taat secara mutlak tanpa berpikir. Sebaliknya, Ia mendorong mereka untuk berpikir sendiri dan mengambil keputusan dengan penuh kesadaran mengenai akibat pilihannya, yakin untuk mengikuti-Nya atau tidak. Ketaatan yang dipaksakan atau dilakukan tanpa pikir bukanlah ketaatan sejati. Keputusan yang sah ialah keputusan yang diambil dengan penuh pengertian dan kerelaan.
• 1. Penuntun Guru PAK Sekolah Minggu dan Sekolah Dasar: 1 dan 2, Dr. Leatha Humes dan Ny. A. Lieke Simanjuntak, , halaman 23 - 24, PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1988.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar