Selasa, 23 Agustus 2011
PEMAHAMAN PEBINAAN ANAK SEKOLAH MINGGU DAN HASIL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
Untuk memahami sejauh mana korelasi atau hubungan antara Pembinaan Anak Sekolah Minggu yang dilakukan oleh orang-orang percaya (gereja), dengan hasil pembelajaran Pendidikan Agama Kristen, khususnya di sekolah Dasar, perlu pemahaman Pembinaan Anak sekolah Minggu yang seperti apa, maupun pelaksanaan Pembelajaran PAK di sekolah Dasar.
Mengingat pembahasan dalam skripsi ini hanya ingin melihat sejauh mana Peran atau pengaruh pembinaan Sekolah Minggu terhadap hasil belajar Pendidikan Agama Kristen, maka pertama-tama kita harus mengetahui apa itu sekolah minggu dengan segala dasar teologis menurut Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Visi dan misi, ujuan serta pelaksanaan Sekolah Minggu.
Sedangkan untuk mengetahui hasil dari Pembelajarn PAK sebagai dampak dari Pembinaan Sekolah minggu, kita perlu mengetahui batasan Pendidkikan Agama Kristen, mengingat PAK cakupannya sangat luas Oleh sebab itu dalam pembahasan ini penyusun hanya mengemukanan secara singkat mengenai hakekat, tujuan dasar dan pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen di sekolah Dasar.
Kita tidak bisa menutup mata terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam pembelajaran PAK di sekolah.. Sebab memang tidak bisa dipungkiri bahwa beberapa faktor itu menentukan hasuil belajar PAK di sekolah. Bukan hanya Pembinaan Sekolah minggu, yang dilakukan di gereja saja, tetapi kita melihat lebih jauh lagi pengaruh-pengaruh yang muncul dari lingkungan, misalnya keluarga, masyarakat dan sekolah itu sendiri, sehubunan dengan SDM (Kompetensi Guru PAK), sarana dan prasarana yang ada di sekolah untuk menunjang proses pembelajaran PAK.
2.1. Pembinaan Anak Sekolah Minggu
2.1.1. Pengertian Sekolah Minggu
Sekolah Minggu merupakan salah satu bentuk pembinaan bagi warga
Gereja (PWG) yang banyaka itu. Sebagian besar Gereja mengadakan pembinaan anak jemaat. Bentuknya, bermacam-macam. Salah satu yang dikenal di kalangan gereja atau orang-orang percaya adalah Sekolah Minggu.
Hampir semua Gereja ada Pembinaan anak-anak. Ada yang menamakan
Kebaktian Anak, ada yang menamakannya Sekolah Minggu. Masing-masing tentu memiliki latar belakang dan alasan . Biasanya yang melih istilah Kebaktian Anak beralasan bahwa kegiatan ini sama seperti kebaktian umum yang diadakan setiap hari Minggu. Karena pesertanya anak-anak, maka sebut saja dengan kebakaktian Anak. Di dalamnya anak beribadah, berbakti kepada Tuhan; ada unsur-unsur liturgi yang dipakai, seperti nyanyian, doa, pemberitaan Firman, persembahan.
Sedankgna yang memakai istilah Sekolah Minggu, mengatakan bahwa secara historis ada keterkaitan antara kegiatan untuk anak dengan Sekolah Minggu yang diadakan oleh Raikes di Inggris pada tahun 1970-an, yakni semangat penginjilan bagi buruh anak-anak melalui ”sekolah”: baca tulis dan etika. Lebih lanjut, isitilah Sekolah juga dapat menunjukkan unsur-unsur perndidikan yang dipakai, misalnya murid, guru, materi /bahan pelajaran, proses belajar mengajar dengan tujuan yang jelas dan operasional, yang semuanya termasuk bagian dari kurikulum. 1
Dari dua istilah yang juga dipakai oleh gereja dalam Pembinaan Anak. Baik itu yang memakai istilah Kebaktian Anak maupun Sekolah Minggu, menyusun menyimpulkan, kedua-duanya bisa diterima, karena maksud dan tujuan sama, yaitu pembinaan Anak-anak. Dan dilaksanakan setiap hari Minggu.
Meskipun sebagian besar hamba Tuhan, guru Sekolah Minggu tahu bahwa mengajar, membina, mendidik adalah bagian tugas yang paling utama dari seorang guru, namun banyak guru yang tidak memberikan perhatian dan waktu yang cukup, serta pemikiran yang serius dalam membina, mengajar dan mendidik anak-anak. Mengapa? Hal ini disebabkan karena sebagian guru masih belum tahu jelas apa artinya mengajar, juga karena sebagian guru mempunyai anggapan yang keliru tentang mengajar.
Contoh: ada guru-guru Sekolah Minggu yang merasa bahwa ia telah mengajar dengan baik karena ia dapat membuat anak-anak di kelasnya senang dan tidak bosan diajar olehnya. Ada juga guru Sekolah Minggu yang mengira bahwa dengan memberikan banyak pengetahuan Alkitab kepada anak ia telah mengajar dengan baik.
1 Homrighausen, Pndidikan Agama Kristen (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2005) hlm. 33-34
Oleh karena itu pembahasan berikut ini akan menolong guru Sekolah Minggu untuk mengerti dengan lebih baik apa artinya mengajar, membina dan mendidik Anak Sekolah Minggu dan pengaruhnya terhadap Hasil pendidikan Agama Kristen di Sekolah.
2.1.1 Apa Arti "Mengajar"
Seluruh konsep mengajar dalam Perjanjian Lama (PL) dan Perjanjian Baru (PB) melibatkan tiga aspek paling penting bagi anak didiknya: Pertama, Mendengar ajaran-ajaran /nasehat-nasehat yang diberikan oleh orang tua/ orang yang lebih bijaksana. Dalam konteks bangsa Yahudi ajaran-ajaran itu berasal dari Firman Allah yang mereka dengar turun menurun dari nenek moyang mereka. Sedangkan fokus ajaran/ nasehat itu adalah untuk pembentukan karakter yang saleh (godly life) dan takut akan Allah (Ulangan 31:12-13).
Kedua, merenungkan supaya apa yang didengar di atas, diproses di dalam hati anak untuk menjadi pengalaman hidup yang transformasional, yang membawa kepada perubahan hidup (Roma 12:2).
Ketiga, Hidup dalam komunitas orang percaya (Efesus 3:15-18), sehingga pengajaran berlangsung dalam konteks hubungan pribadi antara:
=> Tuhan dan guru - guru dan anak - anak dan Tuhan <=
Gereja adalah komunitas orang percaya dimana orang dewasa dan anak-anak, sebagai saudara-saudara seiman, bersama-sama hidup dan bertumbuh. Oleh karena itu gereja yang sehat akan menjadi tempat yang kondusif bagi keberhasilan guru Sekolah Minggu dalam mengajar.
Pengajaran yang diberikan oleh guru untuk diterima oleh anak didik, dan tujuan yang ingin dicapai dalam mengajar menjadi faktor yang sangat membedakan antara guru Sekolah Minggu dan guru umum biasa. Oleh karena itu tugas guru Sekolah Minggu lebih dari sekedar mengajarkan pengetahuan Alkitab atau mengajarkan bagaimana hidup yang bermoral. Guru Sekolah Minggu mengajarkan suatu kehidupan yang guru sendiri telah teladani dari Tuhan Yesus Kristus, karena proses pengajaran terjadi dalam konteks hubungan pribadi dengan Allah, dan dari sana mengalir kuasa yang mentransformasi kehidupan anak didik untuk menjadi hidup yang terus menerus diperbarui menjadi semakin seperti Kristus.
2.1.2. Apa yang Perlu Diajarkan?
Melihat bahwa apa yang diajarkan dapat memberi dampak kepada transformasi hidup anak-anak Sekolah Minggu, maka sangat penting kita membahas apa yang guru harus ajarkan kepada anak-anak Sekolah Minggu?
Mengajar anak sangat berbeda dengan mengajar orang dewasa. Pada orang dewasa, pada umumnya telah terbentuk cara berpikir dan pandangan/prinsip-prinsip hidup yang sudah mapan (permanen) dan hal itu sering kali sulit untuk diubah. Tetapi mengajar anak adalah seperti mengisi botol yang masih kosong, masih banyak hal yang dapat diisi dalam pikiran anak, dan belum terbentuk pola pikir dan pandangan-pandangan tertentu secara permanen. Oleh karena itu guru Sekolah Minggu mempunyai banyak kesempatan emas untuk membangun suatu dasar yang kuat dan benar bagi kehidupan rohani anak-anak Sekolah Minggu melalui apa yang diajarkannya.
Pertama-tama yang harus diajarkan adalah Alkitab, Karena Alkitab adalah suimber utama dalam mengajar. Memberikan pengajaran yang sesuai dengan
Alkitab sangat penting supaya anak belajar mengenal Allah dengan benar. Guru harus belajar untuk senantiasa setia pada Alkitab, biasakan untuk menjadikan Alkitab sebagai buku sumber yang paling utama dalam mengajar. Pokok-pokok kebenaran yang diajarkan guru Sekolah Minggu harus didukung oleh kebenaran dari ayat-ayat Firman Tuhan.
Berikut ini adalah beberapa materi dasar yang guru perlu pelajari sehingga dapat menjadi pedoman penting dalam mengatur pokok-pokok materi yang perlu diajarkan kepada anak-anak Sekolah Minggu:
Mengajarkan anak tentang gambaran yang benar mengenai Allah. Pokok-pokok penting yang tercakup di dalamnya:
Sifat-sifat Allah
Karya Allah
Firman Allah/Alkitab
Hukum-hukum Allah
Rencana/Kehendak Allah
Mengajarkan anak tentang gambaran yang benar mengenai Manusia. Pokok-pokok penting yang tercakup di dalamnya:
Penciptaan Manusia
Kejatuhan Manusia dalam Dosa
Hukuman Allah atas Manusia Berdosa
Rencana Keselamatan Allah untuk Manusia
Manusia sebagai Ciptaan Baru yang lahir dari Allah
Mengajarkan anak tentang gambaran yang benar mengenai Alam.
Penciptaan Alam Semesta
Pemeliharaan Allah atas Alam
Kutukan Allah atas Alam setelah Kejatuhan Manusia dalam dosa
2.1.2. Pembinaan Anak Menurut Perjanjian Lama
Perjanjian Lama adalah Firman Allah yang merupakan dasar dan otoritas tertinggi bagi konsep, prinsip dan prilaku manusia. (2 Timotius 3:15-16; Kel. 13:8). Disamping itu, Perjanjian Lama juga sangat memperhatikan pentingnya pendidikan anak. Perintah untuk memperhatikan pentingnya pendidikan anak diberikan Allah sendiri sejak zaman Abraham (Kejadian 18:19), dilanjutkan pada zaman Musa (Keluaran 12:26-27) dan dipertegas kembali dalam Ulangan 4:9 ; 6:1-9; 11:18-21 yang selanjutnya juga menjadi perhatian orang-orang bijak (Amsal 1:8; 22:6; 29:17; Pengkhotbah 12:1). Dengan demikian, sangatlah tepat jika Perjanjian Lama, dijadikan dasar untuk memahami pentingnya pendidikan anak. Salah satu bagian Perjanjian Lama yang perlu dijadikan dasar untuk memahami pentingnya pendidikan pengajaran anak adalah Ulangan 6:4-9.
Menurut Ulangan 6: 7, bahwa pertama-tama pendidikan Agama adalah tangung jawab orang tua. Kalimat dalam ayat 7 “haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu” dan dalam ayat 21 “maka haruslah engkau menjawab anakmu..” menunjukkan bahwa orang tua memiliki tugas dan tanggung jawab dalam pendidikan anak-anak mereka. Oleh karena perintah ini berkiatan dengan instruksi syema, maka orang tua pertama-tama bertanggung jawab atas pendidikan rohani anak-anak mereka. Ini merupakan tugas yang sangat mendasar dan penting untuk dilakukan orang tua kepada anak-anaknya. Orang tua dianggap yang paling bertangung jawab dalam pendidikan anak-anak oleh karena mereka adalah orang yang terdekat.
Sebagaimana dikatakan oleh J. I. Packer bahwa Allah memakai manusia untuk mengajarkan Taurat kepada bangsa Israel—seperti Musa, para imam dan para nabi. Murid-murid mereka adalah orang dewasa dari bangsa Israel, yang kemudian mereka bertanggung jawab untuk meneruskan kepada anak-anak mereka.Sebagian besar pendidikan dilakukan oleh orang tua, tidak ada ruang kelas atau kurikulum yang tersusun.
Melalui pembahasan ini, dapat disimpulkan bahwa Allah sangat mementingkan pendidikan anak dan peranan serta tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak-anak mereka dengan benar. Pembinaan yang dimaksud dalam Kitab Perjanjian Lama (Ulangan 6 : 4-9) secara umum dilakukan secara informal, yaitu oleh keluarga-keluarga (orang tua). Sedangkan tujuan pembinaan itu sendiri sebagaimana tersurat dalam
2.1.3. Pengajaran Anak menurut Perjanjian Baru
Di samping jabatan-Nya sebagai Penebus dan Pembebas, Tuhan Yesus juga menjadi seorang Guru yang Agung. Keahlian-Nya sebagai seorang guru umumnya diperhatikan dan dipuji oleh rakyat Yahudi; mereka dengan sendirinya menyebut Dia "Rabbi". Ini tentu suatu gelar kehormatan, yang menyatakan betapa Ia disegani dan dikagumi oleh orang sebangsanya sebagai seorang pengajar yang mahir dalam segala soal ilmu keTuhanan. Sebab Ia mengajar mereka "sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat yang biasa mengajar mereka" (Mat 7:29).
Tuhan Yesus mengajar di mana saja: di atas bukit, dari dalam perahu, di sisi orang sakit, di tepi sumur, di rumah yang sederhana dan di rumah orang kaya, di depan pembesar-pembesar agama dan pemerintah, bahkan sampai di kayu palang sekalipun. Tuhan Yesus tidak memerlukan sekolah atau gedung tertentu. Tiap-tiap keadaan dan pertemuan dipergunakan-Nya untuk memberitakan Firman Allah.
Tuhan Yesus dalam pengajaran-Nya tidak terikat pula pada waktu tertentu. Siang-malam, pada setiap saat Ia bersedia menerangkan jalan keselamatan dan Kerajaan Sorga yang telah datang itu kepada siapa saja yang ingin belajar kepada-Nya. Sedangkan yang menjadi tujuan pengajaran Tuhan Yesus itu bukanlah untuk membahas berbagai pokok agama dan susila secara ilmiah atau secara teori saja, melainkan untuk melayani tiap manusia yang datang kepada-Nya. Setiap orang itu dikenal-Nya, dan dipahami-Nya masalah yang dipergumulkan orang itu.
Cara mengajar-Nya sangat istimewa pula. Biasa-Nya Tuhan Yesus tidak membentangkan sesuatu ajaran dengan menyuruh orang mempercayai itu, tetapi Ia mendorong mereka berpikir sendiri dan menarik kesimpulannya sendiri atas apa yang telah dijelaskan-Nya kepada mereka. Ia tak selalu mencapai hasil-Nya, karena sering kali para pendengar-Nya mengeraskan hati, tetapi tentu Ia senantiasa menyatakan Diri sebagai seorang Guru yang tak ada taranya, karena Ia sendiri adalah Kebenaran.
Banyak metode yang dipakai-Nya, dan segala metode itu masih penting dan perlu dipelajari oleh segala guru agama masa kini. Adakalanya Tuhan Yesus bercerita. Sering Ia memakai perumpamaan. Acap pula Ia mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang kemudian menjadi bahan pengajaran-Nya. Kadang-kadang suatu percakapan biasa berkembang menjadi pengajaran yang indah. Tetapi bukan dengan perkataan-Nya saja Tuhan Yesus mengajar. Tapi juga dengan mempraktekkan apa yang dimaksudkan-Nya, seperti tatkala Ia memeluk anak-anak dan memberkati mereka, itu menjadi teguran pada murid-Nya, atau ketika Ia membasuh kaki mereka untuk mengajar mereka supaya rendah hati.
Untuk lebih jelasnya, pengajaran Anak menurut Perjanjian Baru, kita perhatikan dua bagian Firman Tuhan dalam Perjanjian Baru, sebagai dasar Pengajaran kepada anak-anak.
Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu- Inilah suatu perintah yang penmting, speertti yang nyata dari jjanji ini „Supaya kamu berbahagia dan panjang umummu di buimi. Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anaka-anakmu, teta[pi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasehat Tuhan ‚(Efesus 6: 1-4)
„Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka; akan tetapi murid-muridNya memarahi orang-orang itu. Ketika Yesus melihat halm itu, Ia marah dan berkata kepada mereka : „Biarlah anak-anak itu datang kepadaKu, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang –orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya. Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tanganNya atas mereka Ia memberkati mereka“ (Markus 10:13-16).
Dalam menasehati anak-anak dan para orang tua, rasul Paulus terlebih dahulu menanggulangi anak-anak, karena pada umumnya kesulitan datang dari anak-anak. „Hai anak-anak.......(ayat 1). Paulus menegaskan bahwa dalam mentaati orang tua,, harus di dalam Tuhan, artinya harus bersatu dengan Tuhan, buikan dengan diri sendiri. Juga bukan menurut konsep alamiah, tetapi menurut Firman Tuhan. Menghormati orang tua bjuga bukan hanya benar, tetapi juga adil bagi anak-anak.
Menurut tafsir Kitab perjanjian baru, khusus pada surat Efesus pasal 6 ini, Menghormati berbeda dengan mentaati. Mentaati adalah suatu tindakan, sedangkan menghormati adalah suatu sikap.1. Kemungkinan anak mentaati orang tua, tetapi tidak menghormati. Paulus mengharapkan semua anak perlu belajar mentaati orang tua mereka, juga menghormati mereka.
Oleh sebab itu ketika anak-anak datang kepada Yesus, Ia menjamahnya (ayat 13). Ini berarti anak-anak tidak diremehkan dan tidak ditolakNya. Anak adalah bagian dari obyek pelayanan. Anak-anak penting untuk diajar dan dibina orang orang desawa, supaya mencapai kedewasaan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah (Efesus 4: 13).
Visi dan Misi Sekoklah Minggu
Visi dan Misi dirumuskan berdasarkan Pengajaran Agama, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Demikian juga Visi dan Misi Sekolah Minggu berdasarkan pada pandangan Alkitab (Perjanjian Lama) tentang pentingnya Pengajaran atau pendidikan anak berdasarkan Ulangan 6:4-9. dan Dalam Perjanjian baru, yaitu pengajaran Tuhan Yesus, Pengajaran rasul Paulus dan pengajaran Jemaat yang mula-mula.
Sebuah Visi adalah sesuatu yang hendak dicapai dalam suatu organisasi, sedangkan Misi adalah hal-hal yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Apakah Visi dan misi Sekiolah Minggu?
Ayat berikut ini akan menolong dalam merumuskan suatu visi dan Misi sekolah minggu, “ Biarkah anak-anak itu datang kepadaKu, jangan menghalang-halangi mereka,sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah” ( Markus 10:14, Mat. 19:14 dan Lukas 18:16).
Jadi apapun yang dikerjakan atau dilaksanakan dalam Sekolah Minggu, adalah membawa anak-anak itu datang kepada Yesus. Bagaimana caranya, dengan Pengajaran, pendidikan dan pembinaan yang terus menerus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga bukan lagi anak-anak yang diombang ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan (Efesus 4:12- 14.
2.1.4. Tujuan Sekolah Minggu.
Menurut Homrighausen, Dalam Buku Pendidikan Agama Kristen, dirumuskan
bahwa tujuan Pendidikan Agama Kristen kepada anak-anak dalam sekolah minggu, antara lain:
Pertama, Supaya mereka mengenal Allah sebagai pencipta dan pemerintah seluruh alam ini, dan yesus Kristus sebagai Penebus, pemimpin dan penolong mereka. Kedua, Supaya mereka mengertiakanmkedudukan dan panggilan mereka selalu anggota-anggota Gereja Tuhan, dan sukaa turut bekerja bagi perkembangan gereja di bumi ini. Ketiga, Supaya meeka mengasihi sesamanya oleh karena Tuhan telaha mengasihi mereka sendiri. Keempat, supaya meerka insaf akan dosanya dfan selalu mau bertobat pula, minta ampun dan pembearuan hidup pada Tuhan. Dan yang kelima, supaya mereka suka belajar terus menerus berita Alkitab,, suka mengambil bagian dalam kebaktian jemaat, dan suka melayani Tuhan di segala lapangan hidup.1
2.1.5. Pelaksanaan Sekolah Minggu
Hampir semua Gereja ada Pembinaan anak-anak. Ada yang menamakan
Kebaktian Anak, ada yang menamakannya Sekolah Minggu. Masing-masing tentu memiliki latar belakang dan alasan . Biasanya yang melih istilah Kebaktian Anak beralasan bahwa kegiatan ini sama seperti kebaktian umum yang diadakan setiap hari Minggu. Karena pesertanya anak-anak, maka sebut saja dengan kebakaktian Anak. Di dalamnya anak beriobadah, berbnakti kepada Tuhan; ada unsur-unsur liturgi yang dipakai, seperti nyanyian, doa, pemberitaan Firman, persembahan.
Sedankgna yang memakai istilah Sekolah Minggu, belasanan bahwa secara historis ada keterkaitan antara kegiatan untuk anak dengan Sekolah Minggu yang diadakan oleh Raikes di Inggris pada tahun 1970-an, yakni semangat penginjilan bagi buruh anak-anak melalui ”sekolah”: baca tulis dan etika. Lebih lanjut, isitilah Sekolah
1 Homrighausen, Pndidikan Agama Kristen (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2005) hlm. 33-34
juga dapat menunjukkan unsur-unsur perndidikan yang dipakai, misalnya murid, guru, materi /bahan pelajaran, proses belajar mengajar dengan tujuan yang jelas dan operasional, yang semuanya termasuk bagian dari kurikulum. 1
Dari dua istilah yang juga dipakai oleh gereja dalam Pembinaan Anak. Baik itu yang memakai istilah Kebaktian Anak maupun Sekolah Minggu, menyusun menyimpulkan, kedua-duanya bisa diterima, karena maksud dan tujuan sama, yaitu pembinaan Anak-anak. Dan dilaksanakan setiap hari Minggu.
2.1.6. Sekolah Minggu sebagai tempat Pendidikan Agama Kristen
Setelah dibahas panjang lebar di muka, maka sampai pada kesimpulan, bahwa
sekolah minggu adalah sebagai tempat pendidikan Agama Kristen. Adapun pelaksanaannya diserahkan kepada masing-masing gereja, sesuai dengan SDM (Sumber Daya Manusia), yaitu guru , anak Sekolah Minggu, sarana dan prasarana yang ada.
2.2. Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen
2.2.1. Hakekat Pendidikan Agama Kristen
Dalam Buku Strategi PAK di Indonesia, Eka Dharma Putra berpendapat :
“Pendidikan Agama Kristen adalah Pembinaan warga Gereja oleh gereja yang mencakup semua tingkat usia , dan semua kategori profesi, agar mereka bertumbuh di dalam pengsahan dan penghayatan iman kristiani mereka, dan semakin dimampuikan untuk hidup di dalam terang iman ditengah-tengah konteks kehidupan sehari-hari “1
1. Andar Ismail, Ajalah Mereka Melakukan, Kumpulan Karangan Seputar Pendidikan Agama Kristen (BKP Gunung Mulia, Jakarta, 2004) hlm.126-127.
2. Eka Dharma Putra, Ph.D, Strategi PAK di Indonesia (Jakarta, Gunung
Mulia 1989) Ham 120
Sedangkan Homrighausen, dalam Buku Pendidikan Agama Kristen, menekankan arti PAK yang sebenarnya, yaitu :
“Mengajar adalah suatu usaha yang ditujukkan kepada pribadi tia-tiap pelajar. Meskipun pengajaran itu diberikan serentak kepada sejumlah orang bersamaa-sama, tetapi maksudnya ialah supaya masing-masing pelajar akan menyambut dan menyambut pengajaran itu secara perseorangan. Inilah arti yang sedalam-dalamnya Dari PAK, bahwa dengan menerima pendidikan itu, segala pelajar, muda dan tua, memasuki persekutuan iman yang hidup dengan Tuhan sendiri, dan oleh dan dalam Dia mereka terhisab pula pada persekutuan jemaatNya yang mengakui dan mempermuliakan NamaNya di segala waktu dan tempat”1
Dari dua pengertian yang dikemukakan dua tokoh Pendidikan Agama
Kristen diatas, dapat penulis simpulkan, bahwa pengertian Pendidikan Agama Kristen, yaitu suatu usaha Gereja atau orang-orang percaya dalam rangka pembinaan warga jemaat tua maupun muda, supaya bertumbuh ke dalam pengenalan akan Allah, sehingga memiliki persekutuan secara pribadi dengan Allah sebagai Tuhan dan juruselamatnya, serta hidup sesuai dengan keyakinannya.
2.2.2. Tujuan Pendidikan Agama Kristen
Mengenai tujuan pembelajaran Agama Kristen , oleh Homrighausen, dalam Buku Pendidikan Agama Kristen, disebut sebagai obyek-obyek PAK.1 Adapun Obyek-obyek dasar PAK yang paling asasi yang diselengggarakan oleh Gereja-gereja Protestan antara lain:
1. Memperkenalkan Allah
2. Mempertemukan para pelajar dengan juruselamat dunia, yaitu Yesus Kristus
1. Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen ( Jakarta BPK Gunung Mulia, 2004) Hal 25-26.
3. Pengenalan dan pengalaman akan Roh Kudus
4. Mndidik anak untuk menjadi anggota gereja
5. Menjadi warga negara yang baik
6. Pandangan Hidup Kristen
7. Warisan Agama Kristen.
Sedangkan Obyek PAK, bahan atau materi pengajaran Dalam Gereja Liberal di Amerika Serikat 2 adalah sbb:
1. Memberikan murid-murid perasaan penghargaan terhadap diri sendiri.
2. Membuat mereka menjadi warga yang bertanggung jawab
3. Supaya mereka belajar menghargai duni ini
4. Supaya mereka dapat membedakan n ilai-nilai yang baik dan yang jahat.
5. Supaya mereka dapat menghubungkan pengalaman-pengalaman mereka
sendiri dengan Filsafat hidup Kristen
6. Supaya mereka menjadi orang yang dapat dipercaya
7. Supaya amereka belajar bekerja sama dan tolong menolong
8. Supaya mereka selalu mengejar kebenaran
9. Supaya mereka bersikap negafit terhadap peristiwa –peristiwa yang terjadi
sekelilingnya, dan terhadap perkembangan sejarah umumnya.
10. Supaya mereka suka turut merayakan hari-hari raya Kristen dlam roh
persekutuan Kristen.
1. Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen ( Jakarta BPK Gunung Mulia, 2004) Hal 32-33
2.2.2. Dasar Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen
Yang menjadi dasar Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen adalah Alkitab
Firman Allah yang terdapat dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, sebagaimana dikemukanan di atas. Judowibowo Poerwowidagdo, dalam Buku Ajarlah Mereka melakukan, mengatakan bahwa : ”Sebagai orang-orang beriman kepada Tuhan Allah, kita tentu juga mencari dasar-dasar Firman Tuhan di dalam hal ini, karena hal ini menyangkut kehidupan bersamaa umat manusia atau kehidupaan yang meliputi relasi atau huhungan antar sesama”. 1
Perjanjian Lama adalah Firman Allah yang merupakan dasar dan otoritas tertinggi bagi konsep, prinsip dan prilaku manusia. (2 Timotius 3:15-16). Disamping itu, Perjanjian Lama juga sangat memperhatikan pentingnya pendidikan anak. Perintah untuk memperhatikan pentingnya pendidikan anak diberikan Allah sendiri sejak zaman Abraham (Kejadian 18:19), dilanjutkan pada zaman Musa (Keluaran 12:26-27) dan dipertegas kembali dalam Ulangan 4:9 ; 6:1-9; 11:18-21 yang selanjutnya juga menjadi perhatian orang-orang bijak (Amsal 1:8; 22:6; 29:17; Pengkhotbah 12:1). Dengan demikian, sangatlah tepat jika Perjanjian Lama, dijadikan dasar untuk memahami pentingnya pendidikan anak. Salah satu bagian Perjanjian Lama yang perlu dijadikan dasar untuk memahami pentingnya pendidikan pengajaran anak adalah Ulangan 6:4-9.
Jadi Pembelajaran Agama di mana pun dan kapan pun, yang menjadi dasar adalah Firman Tuhan, yang terdapat dalam Kitab Perjanjian Lama mupun Perjanjian Baru. Sedangkan Guru atau pengajar, seperti yang telah ditetapkan oleh Allah (Ef. 4: 11).
1 Judowibowo Poerwowidagdo, Buku Ajarlah Mereka Melakukan (BKP Gunung Mulia, Jakarta, 2004) hlm.113.
2.2.3. Pelaksnaan Pendidikan Agama Kristen di Sekolah Dasar
Pelaksanaan Pendidikan, termasuk salah satunya adalah Pendidikan Agama Kristen berdasarkan : Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dapat dilaksanakan di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah secara baik, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. 1
Pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen di Sekolah Dasar berdasrkan pada struktur Kurikulum KBK- KTSP tahun 2006, yaitu sebagai berikut:
Struktur Kurikulum SD Negeri meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama 6 tahun mulai kelas I sd. kelas VI , yang memuat 8 Mata Pelajaran ditambah Muatan Lokal dan Pengembangan Diri.
Pendekatan Pembelajaran Kelas I, II dan III menggunakan pendekatan tematis sedangkan untuk Kelas IV, V dan VI tetap mengacu kepada pengajaran permata pelajaran.
Pada komponen Mata Pelajaran kelas IV, V dan VI ada penambahan 4 jam pelajaran yaitu:
1. Muatan Lokal ditambah 2 jam pelajaran
2. Mata pelajaran Matematika ditambah 2 jam pelajaran
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada struktur Kurikulum berikut :
KOMPONEN KELAS DAN ALOKASI WAKTU
I II III IV, V, VI
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama
PENDEKATAN
TEMATIS 3
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2
3. Bahasa Indonesia 5
4. Matematika 6
5. I P A 4
6. I P S 4
7. Seni Budaya dan Ketrampilan 4
8. Pendidikan jasmani, Olahraga dan Kesenian 4
B. Muatan lokal 4
C. Pengembangan Diri 2*
JUMLAH 26 27 28 36
Pendidikan Agama Kristen du Sekolah adalah salah satu bentuk Pendidikan Agama Kristen di samping Katekisasi Sidi, Sekolah Minggu, Pembinaan Warga Gereja (PWG) dsb. Oleh sebab itu pelaksanaannya pun diatur sedemikian rupa, sehingga dapat memberi pengaruh dan manfaat yang besar bagi pertumbuham iman anak-anak.
2.2.5. Faktor-faktor yang mempebngaruhi Hasil Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil Belajar di Sekolah
Pendidikan Agama Kristen di sekolah antara lain, Lingkungan keluarga, Gereja, Masyarakat dan sekolah itu sendiri.
Pada pembahasan faktor yang mempengaruhi belajar, khususnya hasil pembelajaran Pendidikan Agama Kristen di sekolah, antara lain adalah pembinaan yang dilakukan oleh Gereja, yaitu melalui Sekolah Minggu. Uraian lebih lanjut akan di bahas secara khusus dalam pembahasan berikut.
Namun, sekolah minggu tidak dapat dijadikan satu-satunya tempat pembinaan rohani bagi anak-anak. Selain keterbatasan waktu ibadah, sekolah minggu bukanlah tempat di mana anak paling banyak menghabiskan waktunya. Justru di tengah keluargalah anak paling banyak menghabiskan waktu. Oleh karena itu, keberadaan keluarga sebagai tempat pembinaan rohani yang ideal bagi anak mutlak dibutuhkan.
Anak yang berasal dari keluarga yang sudah mengenal Yesus tentu akan menerima pendidikan rohani mengenai kebenaran firman Tuhan dari orang tuanya. Namun, yang menjadi masalah ialah anak-anak yang justru berasal dari keluarga yang belum mengenal kebenaran dan keselamatan di dalam Yesus. Mereka tidak dapat menikmati pembinaan rohani dari keluarganya. Oleh karena itu, tanggung jawab besar justru diemban sekolah minggu. Mau tidak mau pihak sekolah minggu harus sepenuhnya mengemban pembinaan rohani anak tersebut. Hal inilah yang menuntut para pelayan sekolah minggu untuk mengetahui latar belakang rohani keluarga murid-muridnya dengan jelas.
2.2.6. Sistim penilaian Pendidikan Agama Kristen
Penilaian dalam pendidikan hal yang tidak dapat dipisahkan dengan sistem pendidikan yang ada di negara kita, alat untuk mengetahui apakah peserta didik sudah mengusai materi, bahan ajar atau kompetensi yang telah ditentukan alat ukur yang dipergunakan adalah penilaian, penilaian dalam kurikulum yang berlaku sekarang yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sangat berbeda dengan penilaian yang berlaku dalam kurikulum 1994.
Penilaian dalam kurikulum dalam kurikulum 1994 media utama yang dipergunakan adalah media tulis, sehingga yang terukur hanyalah pengetahuan koknitif yang mementingkan kecerdasan otak saja, para guru pendidikan Agama Kristen tahu bahwa hanya pengetahuan agama saja tidak dapat orang terselamatkan, yang dapat terselamatkan adalah orang yang karena pertolongan Roh Kudus menerima Tuhan Yesus sebagai Juru selamat yang dibuktikan dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari - hari.
Sedangkan dalam KBK dan KTSP aspek koknitif, afektif dan psikomotorik harus terukur, sehingga apa yang menjadi kemampuan anak dapat diketahui secara benar, cara peniliannya pun menggunakan berbagai media yang antara lain; unjuk kerja, penugasan, hasil kerja, portofolio, penilaian sikap dan tes tulis ( Tim Kurikulum Dinas Propinsi Jawa Tengah, 2006). Sehingga nilai yang diperoleh peserta didik betul – betul mencerminkan kompetensi yang ia miliki, terlebih pendidikan agama penilaian sikap, unjuk kerja dan hasil kerja adalah sangat penting bagi pertumbuhan iman peserta didik.
Proses pembelajaran dalam KTSP tidak harus didalam kelas, namun perlu pembelajaran di luar kelas, sehingga penilaian dengan media tulis, kurang dimungkinkan, maka perlu media yang lain.
1. Cara Penilaian
a. Lihat dan pahami betul kompetensi dalam Kurikulum
b. Alat penilian sesuiakan dengan kompetensi yang akan dicapai
c. Ketika penilaian berlangsung pertimbangkan kondisi peserta didik
d. Petunjuk pelasanaan jelas, menggunakan bahasa yang mudah dipahami.
e. Kreteria penyekoran jelas
f. Gunakan berbagai cara dan alat untuk menilai kompetensi
g. Laksanakan rangkuman aktivitas penilaian melalaui: pemberian tugas, pr, ulangan, pengamatan dan lain sebagainya.
2. Penilaian unjuk Kerja
Pengamatan terhadap aktivitas siswa sebagaimana terjadi ( unjuk kerja, tingkah laku, interaksi).
Penilaian ini cocok untuk:
a. Penyajian lisan, ketrampilan berbicara, menyampaikan renungan, memuji nama Tuhan, berdiskusi.
b. Pemecahan masalah dalam kelompok
c. Partisipasi dalam diskusi
d. Memainkan alat musik
e. Membacakan puisi
f. Ketrampilan dalam menghafal atau membuka Kitab Suci
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
LUARBIASA JBU :)
BalasHapus