BAHAN AJAR BIMBINGAN KONSELING
Dosen Pengampu: Ev. Timotius Sukarman, M.Th
Bagian I
Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling berasal dari dua kata yaitu bimbingan dan konseling. Bimbingan merupakan terjemahan dari guidance yang didalamnya terkandung beberapa makna. Sertzer & Stone (1966:3) menemukakan bahwa guidance berasal kata guide yang mempunyai arti to direct, pilot, manager, or steer (menunjukkan, menentukan, mengatur, atau mengemudikan).
A. Pengertian Bimbingan
Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu dari seorang yang ahli, namun tidak sesederhana itu untuk memahami pengertian dari bimbingan. Pengertian tetang bimbingan formal telah diusahakan orang setidaknya sejak awal abad ke-20, yang diprakarsai oleh Frank Parson pada tahun 1908. Sejak itu muncul rumusan tetang bimbingan sesuai dengan perkembangan pelayanan bimbingan, sebagai suatu pekerjaan yang khas yang ditekuni oleh para peminat dan ahlinya. Pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli memberikan pengertian yang saling melengkapi satu sama lain.
Maka untuk memahami pengertian dari bimbingan perlu mempertimbangkan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut :
“Bimbingan sebagai bantuan yang diberikan kepada individu untuk dapat memilih,mempersiapkan diri dan memangku suatu jabatan dan mendapat kemajuan dalam jabatan yang dipilihnya” (Frank Parson ,1951).
Prayitno dan Erman Amti (2004:99) mengemukakan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Sementara, Winkel (2005:27) mendefenisikan bimbingan: (1) suatu usaha untuk melengkapi individu dengan pengetahuan, pengalaman dan informasi tentang dirinya sendiri, (2) suatu cara untuk memberikan bantuan kepada individu untuk memahami dan mempergunakan secara efisien dan efektif segala kesempatan yang dimiliki untuk perkembangan pribadinya, (3) sejenis pelayanan kepada individu-individu agar mereka dapat menentukan pilihan, menetapkan tujuan dengan tepat dan menyusun rencana yang realistis, sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dengan memuaskan diri dalam lingkungan dimana mereka hidup, (4) suatu proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang
dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan di sekitarnya.
I. Djumhur dan Moh. Surya, (1975:15) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya (self understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self realization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah dan masyarakat. Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa “;;Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan mencanakan masadepan”;;.
Frank Parson merumuskan pengertian bimbingan dalam beberapa aspek yakni bimbingan diberikan kepada individu untuk memasuki suatu jabatan dan mencapai kemajuan dalam jabatan. Pengertian ini masih sangat spesifik yang berorientasi karir.
“Bimbingan membantu individu untuk lebih mengenali berbagai informasi tentang dirinya sendiri” (Chiskolm,1959).
Pengertian bimbingan yang dikemukan oleh Chiskolm bahwa bimbingan membantu individu memahami dirinya sendiri, pengertian menitik beratkan pada pemahaman terhadap potensi diri yang dimiliki.
“Bimbingan merupakan kegiatan yang bertujuan meningkatkan realisasi pribadi setiap individu” (Bernard & Fullmer ,1969).
Pengertian yang dikemukakan oleh Bernard & Fullmer bahwa bimbingan
dilakukan untuk meningkatakan pewujudan diri individu. Dapat dipahami bahwa bimbingan membantu individu untuk mengaktualisasikan diri dengan lingkungannya.
“Bimbingan sebagai pendidikan dan pengembangan yang menekankan proses belajar yang sistematik” (Mathewson,1969).
Mathewson mengemukakan bimbingan sebagai pendidikan dan pengembangan yang menekankan pada proses belajar. Pengertian ini menekankan bimbingan sebagai bentuk pendidikan dan pengembangan diri, tujuan yang diinginkan diperoleh melalui proses belajar.
Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa bimbingan pada prinsipnya adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan berdasarkan norma-norma yang berlaku di lingkungan dimana individu tersebut tinggal.
Dari beberapa pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli maka dapat diambil kesimpulan tentang pengertian bimbingan yang lebih luas, bahwa bimbingan adalah :
“Suatu proses pemberian bantuan kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis, yang dilakukan oleh seorang ahli yang telah mendapat latihan khusus untuk itu, dimaksudkan agar individu dapat memahami dirinya, lingkunganya serta dapat mengarahkan diri dan menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk dapat mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan masyarakat”
B. Pengertian Konseling
Sedangkan konseling menurut Prayitno dan Erman Amti (2004:105) adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Sejalan dengan itu, Winkel (2005:34) mendefinisikan konseling sebagai serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam usaha membantu konseli secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.
Berdasarkan pengertian konseling di atas dapat dipahami bahwa konseling adalah usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus. Dengan kata lain, teratasinya masalah yang dihadapi oleh konseli/klien.
Pendalaman Materi:
1. Rumuskan menurut pemahaman Saudara tentang Arti Bimbingan dan Konseling, yang meliputi unsur-unsur di bawah ini:
a. Ada Proses ( Proses apa) Untuk mencapai tujuan
b. Obyek Jelas (kepada Siapa BK)
c. Subyek (Konsolor yang seperti apa)
d. Ada beberapa tujuan yang jelas dan realistis
e. Tehniknya atau cara BK berlangsung.
2. Menurut Saudara, bagaimana Bimbingan dan Konseling dapat terjadi?
3. Tulis pengalaman Saudara dalam Bimbingan konseling!
Bagian II
Fungsi, Prinsip, Asas Bimbingan dan Tujuan
Bimbingan Konseling
A. Fungsi Bimbingan :
1. Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
2. Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).
3. Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.
4. Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
5. Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
6. Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli.
7. Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
8. Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
9. Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli.
10. Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli
B. Prinsip Bimbingan dan Koneling
Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fundasi atau landasan bagi pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian pelayanan bantuan atau bimbingan, baik di Sekolah/Madrasah maupun di luar Sekolah/Madrasah. Prinsip-prinsip itu adalah:
1. Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli. Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli atau konseli, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita; baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan (individual).
2. Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap konseli bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan konseli dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah konseli, meskipun pelayanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok.
3. Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada konseli yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang.
4. Bimbingan dan konseling Merupakan Usaha Bersama. Bimbingan bukan hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala Sekolah/Madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka bekerja sebagai teamwork.
5. Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang Esensial dalam Bimbingan dan konseling. Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi konseli untuk memper-timbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan kemampuan konseli untuk memecahkan masalahnya dan mengambil keputusan.
6. Bimbingan dan konseling Berlangsung dalam Berbagai Setting (Adegan) Kehidupan. Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan/industri, lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.
C. Asas Bimbingan dan Konseling
Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut.
1. Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
2. Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang diperlu-kan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
3. Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli (konseli). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
4. Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
5. Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli (konseli) sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian konseli.
6. Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli (konseli) dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
7. Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9. Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli (konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
10. Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.
D. Tujuan Bimbingan dan Konseling
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari layanan Bimbingan dan Konseling adalah sesuai dengan tujuan pendidikan sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Tahun 1989 (UU No. 2/1989), yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnyayang cerdas, yang beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Depdikbud, 1994 : 5).
2. Tujuan Khusus
Secara khusus layanan Bimbingan dan Konseling bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan meliputi aspek pribadi, sosial, belajar dan karier.Bimbingan pribadi – sosial dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pribadi – sosial dalam mewujudkan pribadi yang taqwa, mandiri, dan bertanggung-jawab. Bimbingan belajar dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pendidikan. Bimbingan karier dimaksudkan untuk mewujudkan pribadi pekerjayang produktif.
Dalam aspek tugas perkembangan pribadi – sosial layanan Bimbingan dan Konseling membantu siswa agar :
a)Memiliki kesadaran diri, yaitu menggambarkan penampilan dan mengenal kekhususan yang ada pada dirinya.
b)Dapat mengembangkan sikap positif, seperti menggambarkan orang-orang yang mereka senangi.
c)Membuat pilihan secara sehat
d)Mampu menghargai orang lain
e)Memiliki rasa tanggung jawab
f)Mengembangkan ketrampilan hubungan antar pribadi
g)Dapat menyelesaikan konflik
h)Dapat membuat keputusan secara efektif
Dalam aspek tugas perkembangan belajar, layanan Bimbingan dan Konseling membantu siswa agar :
a)Dapat melaksanakan ketrampilan atau belajar secara efektif
b)Dapat menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan
c)Mampu belajar secara efektif
d)Memiliki ketrampilan dan kemampuan dalam menghadapi evaluasi/ujian
Dalam aspek tugas perkembangan karier, layanan Bimbingan dan Konseling membantu siswa agar :
a)Mampu membentuk identitas karier, dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan di dalam lingkungan kerja
b)Mampu merencanakan masa depan
c)Dapat membentuk pola-pola karier, yaitu kecenderungan arah karier
d)Mengenal ketrampilan, kemampuan dan minat
Tujuan pelayanan bimbingan ialah agar konseli dapat: (1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa yang akan datang; (2) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin; (3) menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya; (4) mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan kesempatan untuk: (1) mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkem-bangannya, (2) mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya, (3) mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut, (4) memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri (5) menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat, (6) menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya; dan (7) mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal.
Secara khusus bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu konseli agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar (akademik), dan karir.
1. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial konseli adalah:
• Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/Madrasah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya.
• Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.
• Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang menyenangkan (anugrah) dan yang tidak menyenangkan (musibah), serta dan mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut.
• Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis.
• Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
• Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat
• Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya.
• Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajibannya.
• Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silaturahim dengan sesama manusia.
• Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal (dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain.
• Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.
2. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar) adalah :
• Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan memahami berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang dialaminya.
• Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran, dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan.
• Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
• Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti keterampilan membaca buku, mengggunakan kamus, mencatat pelajaran, dan mempersiapkan diri menghadapi ujian.
• Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan, seperti membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas, memantapkan diri dalam memperdalam pelajaran tertentu, dan berusaha memperoleh informasi tentang berbagai hal dalam rangka mengembangkan wawasan yang lebih luas.
• Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.
3. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek karir adalah :
• Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait dengan pekerjaan.
• Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yang menunjang kematangan kompetensi karir.
• Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam bidang pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya, dan sesuai dengan norma agama.
• Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran) dengan persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita karirnya masa depan.
• Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan sosiopsikologis pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.
• Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang kehidupan secara rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan kondisi kehidupan sosial ekonomi.
• Dapat membentuk pola-pola karir, yaitu kecenderungan arah karir. Apabila seorang konseli bercita-cita menjadi seorang guru, maka dia senantiasa harus mengarahkan dirinya kepada kegiatan-kegiatan yang relevan dengan karir keguruan tersebut.
• Mengenal keterampilan, kemampuan dan minat. Keberhasilan atau kenyamanan dalam suatu karir amat dipengaruhi oleh kemampuan dan minat yang dimiliki. Oleh karena itu, maka setiap orang perlu memahami kemampuan dan minatnya, dalam bidang pekerjaan apa dia mampu, dan apakah dia berminat terhadap pekerjaan tersebut.
• Memiliki kemampuan atau kematangan untuk mengambil keputusan karir.
Pendalaman materi
I. Unjuk Kerja:
Lakukan Bimbingan terhadap teman dekatmu, dengan salah satu fungsi Bimbingan sebagaimana tersebut di atas!
2. Proyek/ Penugasan:
Laporkan dalam bentuk tertulis, Bimbingan yang akan Saudara lakukan dalam satu minggu ini. Kepada anak, sesama, keluarga , sesuai dengan salah satu tujuan Bimbingan dan Konseling di atas!
3. Esay/ Uraian:
Secara umum dalam proses Bimbingan dan konseling, asas manakah yang sering diabaikan, atau di dilanggar oleh seorang Konselor? Dan apakah akibatnya?
Bagian III
Perlunya Bimbingan dan Konseling di Sekolah
A. Tujuan Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar
Sekolah dasar bertanggung jawab memberikan pengalaman-pengalaman dasar kepada anak,yaitu kemampuan dan kecakapan membaca,menulis dan berhitung,pengetahuan umum serta perkembangan kepribadian,yaitu sikap terbuka terhadap orang lain,penuh inisiatif,kreatifitas,dan kepemimpinan,ketrampilan serta sikap bertanggung jawab guru sekolah dasar memegang peranan dan memikul tanggung jawab untuk memahami anak dan membantu perkembangan social pribadi anak.
Bimbingan itu sendiri dapat diartikan suatu bagian integral dalam keseluruhan program pendidikan yang mempunyai fungsi positif,bukan hanya suatu kekuatan kolektif.proses yang terpenting dalam pentingnya bimbingan adalah proses penemuan diri sendiri. Hal tersebut akan membantu anak mengadakan penyesuaian terhadap situasi baru,mengembangkan kemampuan anak untuk memahami diri sendiri dan meerapkannya dalam situasi mendatang.
Bimbingan bukan lagi suatu tindakan yang bersifat hanya mengatasi setiap krisis yang dihadapi oleh anak,tetapi juga merupakan suatu pemikiran tentang perkembangan anak sebagai pribadi dengan segala kebutuhan,minat dan kemampuan yang harus berkembang.
1. Tindakan preventif di sekolah dasar
Tuntutan untuk mengadakan identifikasi secara awal diakui kebenarannya oleh para ahli bimbingan karena:
a. kepribadian anak masih luwes,belum menemukan banyak masalh hidup,mudah terbentuk dan masih akan banyak mengalami perkembangan.
b. orang tua murid sering berhubungan dengan guru dan mudah dibentuk hubungan tersebut,orang tua juga aktif pendidikan anaknya disekolah.
c. masa depan anak masih terbuka sehingga dapat belajar mengenali diri sendiri dan dapat menghadapi suatu masalah dikemudian hari.
Bimbingan tidak hanya pada anak yang bermasalah melai8nkan pandangan bimbingan dewasa ini yaitu menyediakan suasana atau situasi perkembangan yang baik,sehingga setiap anak di sekolah dapat terdorong semangat blejarnya dan dapat mengembangkan pribadinya sebik mungkin dan terhindar dari praktik-praktik yang merusak perkembangan anak itu sendiri.
2. Kesiapan disekolah dasar
Konsep psikologi belajar mengenai kesiapan belajar menunjukan bahwa hambatan pendidikan dapat timbul jika kurikulum diberikan kepada anak terlalu cepat/terlalu lambat,untuk menghadapi perubahan dan perkembangan pendidikan yang terus menerus perlu adanya penyuluhan untuk menumbahkan motivasi dan menciptakan situasi balajar dengan baik sehingga diperoleh kreatifitas dan kepemimpinan yang positif pada aktrifitas melalui penyuluhan kepada orang tua dan murid.
B. Bimbingan Konseling di Sekolah Mengah
Tujuan pendidikan menengah acap kali dibiaskan oleh pandangan umum; demi mutu keberhasilanakademis seperti persentase lulusan, tingginya nilai Ujian Nasional, atau persentase kelanjutan ke perguruan tinggi negeri. Kenyataan ini sulit dimungkiri, karena secara sekilas tujuan kurikulum menekankan penyiapan peserta didik (sekolah menengah umum/SMU) untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi atau penyiapan peserta didik (sekolah menengah kejuruan/SMK) agar sanggup memasuki dunia kerja.
Penyiapan peserta didik demi melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi akan melulu memperhatikan sisi materi pelajaran, agar para lulusannya dapat lolos tes masuk perguruan tinggi. Akibatnya, proses pendidikan di jenjang sekolah menengah akan kehilangan bobot dalam proses pembentukan pribadi. Betapa pembentukan pribadi, pendampingan pribadi, pengasahan nilai-nilai kehidupan (values) dan pemeliharaan kepribadian siswa (cura personalis) terabaikan. Situasi demikian diperparah oleh kerancuan peran di setiap sekolah. Peran konselor dengan lembaga bimbingan konseling (BK) direduksi sekadar sebagai polisi sekolah. Bimbingan konseling yang sebenarnya paling potensial menggarap pemeliharaan pribadi-pribadi, ditempatkan dalam konteks tindakan-tindakan yang menyangkut disipliner siswa. Memanggil, memarahi, menghukum adalah proses klasik yang menjadi label BK di banyak sekolah. Dengan kata lain, BK diposisikan sebagai “musuh” bagi siswa bermasalah atau nakal. merujuk pada rumusan Winkel untuk menunjukkan hakikat bimbingan konseling di sekolah yang dapat mendampingi siswa dalam beberapa hal. Pertama, dalam perkembangan belajar di sekolah (perkembangan akademis). Kedua, mengenal diri sendiri dan mengerti kemungkinan-kemungkinan yang terbuka bagi mereka, sekarang maupun kelak. Ketiga, menentukan cita-cita dan tujuan dalam hidupnya, serta menyusun rencana yang tepat untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Keempat, mengatasi masalah pribadi yang mengganggu belajar di sekolah dan terlalu mempersukar hubungan dengan orang lain, atau yang mengaburkan cita-cita hidup. Empat peran di atas dapat efektif, jika BK didukung oleh mekanisme struktural di suatu sekolah.
Proses cura personalis di sekolah dapat dimulai dengan menegaskan pemilahan peran yang saling berkomplemen.
Bimbingan konseling dengan para konselornya disandingkan dengan bagian kesiswaan. Wakil kepala sekolah bagian kesiswaan dihadirkan untuk mengambil peran disipliner dan hal-hal yang berkait dengan ketertiban serta penegakan tata tertib. Siswa mbolosan, berkelahi, pakaian tidak tertib, bukan lagi konselor yang menegur dan memberi sanksi. Reward dan punishment, pujian dan hukuman adalah dua hal yang mesti ada bersama-sama. Pemilahan peran demikian memungkinkan BK optimal dalam banyak hal yang bersifat reward atau peneguhan. Jika tidak demikian, BK lebih mudah terjebak dalam tindakan hukum-menghukum.
Mendesak untuk diwujudkan, prinsip keseimbangan dalam pendampingan orang-orang muda yang masih dalam tahap pencarian diri. Orang-orang muda di sekolah menengah lazimnya dihadapkan pada celaan, cacian, cercaan, dan segala sumpah-serapah kemarahan jika membuat kekeliruan. Namun, jika melakukan hal-hal yang positif atau kebaikan, kering pujian, sanjungan atau peneguhan. Betapa ketimpangan ini membentuk pribadi-pribadi yang memiliki gambaran diri negatif belaka. Jika seluruh komponen kependidikan di sekolah bertindak sebagai yang menghakimi dan memberikan vonis serta hukuman, maka semakin lengkaplah pembentukan pribadi-pribadi yang tidak seimbang yang akibatnya semakin kompleks dan sulit untuk ditangani.
Tantangan pertama untuk memulai suatu proses pendampingan pribadi yang ideal justru datang dari faktor-faktor instrinsik sekolah sendiri. Kepala sekolah kurang tahu apa yang harus mereka perbuat dengan konselor atau guru-guru BK. Ada kekhawatiran bahwa konselor akan memakan “gaji buta”. Akibatnya, konselor mesti disampiri tugas-tugas mengajar keterampilan, sejarah, jaga kantin, mengurus perpustakaan, atau jika tidak demikian hitungan honor atau penggajiannya terus dipersoalkan jumlahnya. Sesama staf pengajar pun mengirikannya dengan tugas-tugas konselor yang dianggapnya penganggur terselubung. Padahal, betapa pendampingan pribadi menuntut proses administratif dalam penanganannya.
BK yang baru dilirik sebelah mata dalam proses pendidikan tampak dari ruangan yang disediakan. Bisa dihitung dengan jari, berapa jumlah sekolah yang mampu (baca: mau!) menyediakan ruang konseling memadai. Tidak jarang dijumpai, ruang BK sekadar bagian dari perpustakaan (yang disekat tirai), atau layaknya ruang sempit di pojok dekat gudang dan toilet. Betapa mendesak untuk dikedepankan peran BK dengan mencoba menempatkan kembali pada posisi dan perannya yang hakiki. Menaruh harapan yang lebih besar pada BK dalam pendampingan pribadi, sekarang ini begitu mendesak, jika mengingat kurikulum dan segala orientasinya tetap saja menjunjung supremasi otak. Untuk memulai mewujudkan semua itu, butuh perubahan paradigma para kepala sekolah menengah dan semua pihak yang terlibat didalam proses kependidikan.
Pendalaman Materi :
Jawablah Pertanyaan di bawah ini, sesuai perintahnya!
1. Sebutkan Pentingnya Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah!
2. Apakah tujuan Bimbingan dan Konseling untuk:
a. Di sekolah Dasar
b. Di sekolah Menengah
3. Menurut pendapat Saudara, sejauh mana keberhasilan Bimbingan dan Konseling untuk
Sekolah menengah selama ini?
Bagian IV
Perlunya Pelayanan Bimbingan Konseling
di Gereja
A. Dasar Pemikiran
Setiap tubuh orang percaya yang ingin mengembangkan suatu pelayanan bimbingan harus melakukannya berdasarkan pedoman-pedoman Kitab Suci dan didalam kerangka gereja yang ada. Artikel berikut ini memberikan saran tentang cara-cara untuk mengembangkan dan melakukan pelayanan bimbingan. Beberapa saran mungkin tidak dapat dipraktekkan dalam setiap gereja, namun kerangkanya dapat memberikan suatu titik tolak.
Bimbingan alkitabiah harus berada dibawah wewenang tubuh gereja setempat dan bertanggung jawab kepada pemimpin gereja. Masing-masing pembimbing harus tunduk kepada Tuhan, pimpinan, dan Tubuh Kristus. Para pembimbing harus diangkat dan ditunjuk oleh pemimpin untuk melayani Tuhan dengan melayani orang-orang dalam jemaat yang sedang menderita masalah-masalah kehidupan. Karena kebergantungan yang kuat kepada Roh Kudus dan karena bimbingan merupakan suatu fungsi Tubuh Kristus dan suatu pernyataan kasih Allah, maka tidak ada biaya bimbingan. Idealnya, bimbingan harus merupakan saluran kasih dan pelayanan yang wajar dalam persekutuan orang-orang percaya yang saling mengenal dan saling mengasihi. Bimbingan mungkin muncul dari hubungan kepercayaan yang telah terjalin antara pemimpin dan anggota pelayanan kelompok kecil dalam sebuah gereja.
Pelayanan bimbingan alkitabiah di gereja kami tumbuh karena suatu kebutuhan dalam Tubuh Tuhan. Pendeta kami menjadi terlalu dibebani dengan tugas bimbingan, namun merasa bertanggung jawab untuk melayani kawanan domba. Ia mulai memanggil beberapa orang dari kami dalam jemaat untuk ikut memikul masalah-masalah kehidupan. Ketika kami semakin terlibat, kami melihatnya sebagai suatu pelayanan yang diinginkan Allah bagi umat-Nya -- suatu fungsi Tubuh Kristus.
B. Bimbingan dan Konseling Imam Yitro (Keluaran 18: 1-27)
Dalam kitab Keluaran, Yitro menyarankan suatu rencana yang mirip bagi Musa. Hari demi hari orang-orang berbaris di luar tenda Musa untuk meminta bimbingan dan nasihat, sama seperti banyak orang di gereja mungkin datang kepada pendetanya untuk bimbingan. Yitro dapat melihat bahwa itu adalah tugas yang terlalu berat untuk dilakukan oleh satu orang dan menyarankan agar Musa membagi tanggung jawab ini dengan orang-orang lain. Musa menugaskan pemimpin-pemimpin kelompok dan mengajarkan cara-cara Allah kepada mereka agar dapat membimbing mereka yang perlu mengetahui cara Allah dalam suatu situasi tertentu dan menemukan cara Allah untuk penyelesaian masalah. Dalam Tubuh Kristus diperlukan jauh lebih banyak pelayanan daripada yang dapat dilakukan oleh satu orang. Kevin Springer dalam "Pastoral Renewal" merasa prihatin bahwa "banyak pemimpin menghabiskan waktu yang lama dan sukar dengan sekelompok kecil dari bangsa mereka, dan mengabaikan anggota-anggota yang lebih bertalenta, anggota-anggota orang dewasa yang terabaikan -- justru anggota-anggota yang dapat diperlengkapi untuk melayani orang lain". Seorang pendeta yang bijaksana akan memimpin orang-orang lain ke dalam segi-segi pelayanan yang dipikul bersama sehingga seluruh tubuh boleh berfungsi bersama dan menyatakan keutuhan dan kekudusan yang dimaksudkan oleh Tuhan bagi gereja.
Sangatlah menolong bila seorang pendeta dapat menyarankan seseorang supaya pergi kepada seorang pembimbing alkitabiah dalam persekutuan setempat sehingga orang yang membutuhkan bimbingan tidak jatuh ke dalam tangan "pembimbing gadungan" atau tidak usah berpaling kepada orang-orang di luar gereja yang mungkin membimbing menurut filsafat dan pengajaran yang tidak sesuai dengan pengajaran dalam persekutuan. Tidak ada bagian dalam Kitab suci yang mengatakan agar menyuruh seorang percaya pergi ke dunia untuk menemukan pertolongan bagi masalah-masalah kehidupan. Yesus memanggil murid-murid-Nya untuk melayani, dan Ia mengutus Roh Kudus untuk memenuhi kebutuhan umat.
C. Belas Kasihan dan kebenaran Allah
Unsur-unsur dasar bagi perubahan sudah ada dalam gereja yang mempunyai lingkungan kasih dan pengajaran firman Allah yang kuat. Bimbingan alkitabiah dalam sebuah gereja semata-mata merupakan bentuk pelayanan belas kasihan dan kebenaran Allah yang lebih pribadi dan khusus. Karena itu, bimbingan alkitabiah tidak boleh dirasakan asing. Sekalipun demikian, banyak hamba Tuhan dan orang awam merasa sama sekali tidak diperlengkapi karena mereka mengira bahwa bimbingan alkitabiah bagaimanapun juga harus menyamai bimbingan psikologis.
Bimbingan alkitabiah melibatkan persekutuan kasih dalam tubuh (lingkungan bagi perubahan) dan khotbah serta pengajaran firman (arah bagi perubahan) dan bukan teknik-teknik dan teori-teori bimbingan psikologis. Bila seorang pendeta ingin mengembangkan suatu pelayanan bimbingan dalam tubuh, maka apa yang memang sudah ada dalam kelompok hendaklah diterapkan kepada orang-orang secara perseorangan. Dalam bimbingan alkitabiah perhatian menjadi bersifat pribadi dengan cara menyediakan waktu dan bersedia mendengarkan, dan pengajaran menjadi bersifat pribadi untuk memenuhi kebutuhan khusus seseorang. Maka lingkungan dan arah perubahan dengan cara memberikan kemurahan dan kebenaran lebih disesuaikan dengan seseorang daripada dengan suatu kelompok secara keseluruhan. Pendeta mempunyai lebih banyak untuk diberikan daripada yang mungkin disadarinya.
Anggota-anggota jemaat mungkin juga mempunyai lebih banyak untuk diberikan dalam bimbingan daripada yang disadari mereka. Ketika mereka telah berpartisipasi sebagai anggota-anggota suatu lingkungan yang penuh perhatian, dan ketika mereka secara pribadi telah mengikuti kebenaran Kitab Suci dalam kehidupan mereka sendiri, mereka telah mengalami pengaruh-pengaruh dari lingkungan yang penuh kasih dan pengarahan untuk perubahan. Banyak orang telah menyediakan lingkungan yang penuh kasih sayang dan pengarahan untuk perubahan melalui interaksi pribadi dengan sesama orang Kristen. Dengan demikian sudah banyak orang yang telah diperlengkapi untuk melayani sebagai pembimbing alkitabiah.
Kecuali jika suatu jemaat hanya terdiri dari orang-orang percaya yang baru atau masih muda, maka akan ada suatu kelompok orang dalam persekutuan yang diperlengkapi untuk membimbing. Orang-orang ini telah mempelajari Alkitab dan telah menerapkan firman Allah dalam kehidupan mereka sendiri. Mereka mempunyai karunia untuk membimbing di dalam keseimbangan antara kasih sayang dan kebenaran. Semua jemaat yang telah kami hubungi berkenaan dengan suatu pelayanan bimbingan mempunyai anggota-anggota yang bersedia dan mampu melayani dengan segera jika kesempatan diberikan. Memulai suatu pelayanan bimbingan semata-mata menyangkut pemilihan pembimbing, memberi latihan dalam prinsip-prinsip dasar yang akan mereka butuhkan untuk diterapkan dalam pelayanan bimbingan, mengorganisasikan dan mengumumkan pelayanan itu, lalu mempercayakan hasilnya kepada Allah.
Di samping latihan dari Tuhan yang telah diterima mereka, para pembimbing dan calon pembimbing harus terus belajar sementara mereka menyelidiki Kitab suci untuk mencari cara-cara Allah bagi pelayanan kepada orang-orang, sementara mereka membaca buku untuk memperoleh manfaat dari pengalaman orang lain yang membimbing menurut firman Allah, dan juga sementara mereka mulai melayani pribadi-pribadi. Cara terutama untuk belajar bagaimana melakukan sesuatu adalah dengan melakukannya. Pedoman memang diperlukan, namun cara satu- satunya untuk benar-benar belajar adalah dengan mulai menyediakan lingkungan yang penuh kemurahan dengan cara mendengarkan, memperhatikan, dan mendoakan. Kemudian ketika Roh Kudus memberikan hikmat, pengajaran ditambahkan. Kebergantungan kepada Roh Kudus sungguh sangat penting karena lingkungan yang terbaik bagi bimbingan datang dari kehadiran Allah dan arah perubahan datang dari firman- Nya sementara Roh Kudus membuatnya menjadi dapat diterapkan dan hidup.
Tampaknya salah satu aspek yang paling merisaukan dalam memulai suatu pelayanan bimbingan ialah program latihan. Banyak pendeta merasa tidak mampu untuk mengajar sebuah kelas dalam bimbingan alkitabiah. Padahal, prinsip-prinsip Alkitab yang merupakan dasar bimbingan alkitabiah telah dikhotbahkan dan diajarkan dari mimbar selama ini. Karena seorang pembimbing alkitabiah melayani dengan belas kasihan dan kebenaran untuk menyediakan lingkungan dan arah bagi perubahan, maka latihan harus berkisar pada kedua bidang tersebut.
Memberi pengajaran tentang menyediakan lingkungan yang penuh kemurahan tentunya sudah biasa dilakukan oleh seorang pendeta yang telah mendorong jemaatnya untuk menyediakan lingkungan seperti itu. Karena dalam melayani jemaatnya seyogyanya ia telah mengajarkan kasih, kebaikan, kemurahan, kesabaran, pengertian, dan sifat-sifat lain yang harus berkembang sebagai buah Roh, ia memiliki suatu sumber yang kaya akan bahan pelajaran.
Di samping itu, ia harus memilih pembimbing-pembimbing awam yang telah memiliki sifat-sifat tadi dan buah Roh. Pengajaran dalam bidang ini kemudian dapat ditambah dengan artikel-artikel dan buku- buku yang menekankan unsur saling memperhatikan dalam Tubuh Kristus.
Seorang pendeta juga tahu bagaimana melatih pembimbing untuk memberikan arah dalam lingkup bimbingan. Ia akan mengajarkan kepada para pembimbing apa yang harus diajarkan, yaitu bagaimana caranya hidup dalam kehidupan Kristen. Ia akan mengajar mereka untuk menerapkan secara pribadi pengajaran firman Allah yang sama yang diajarkannya dari mimbar; bagaimana menjalani kehidupan Kristen dengan menerima kasih Allah, mempercayai-Nya, dan menaati-Nya.
D. Kotbah dan Bimbingan Konseling
Khotbah, pengajaran kelompok, dan bimbingan pribadi semuanya meliputi pengajaran tentang bagaimana menjalani kehidupan Kristen dan doktrin-doktrin dasar Kitab suci lainnya, adalah menarik untuk melihat beberapa persamaan dan perbedaan yang ada. Khotbah, pengajaran, dan bimbingan alkitabiah harus: (1) didasarkan pada doktrin-doktrin Kitab Suci; (2) berpusatkan pada Allah dan sifat-Nya, firman dan kehendak-Nya; (3) membimbing orang-orang dalam menjalani kehidupan Kristen; (4) memotivasi orang-orang untuk memilih dan melakukan kehendak Allah; (5) menasihati, menjelaskan, mendorong, dan mengasihi; (6) bergantung kepada Roh Kudus; (7) menyadari kebutuhan orang-orang yang mendengarkan; dan (8) mengusahakan kesembuhan, perubahan, dan pertumbuhan.
Dalam beberapa hal bimbingan berbeda dengan khotbah atau pengajaran kelompok. Bimbingan meliputi tindakan mendengarkan dan berbicara. Baik orang yang dibimbing maupun pembimbing belajar satu tentang yang lain dan juga tentang Tuhan. Apa yang diajarkan didasarkan atas kebutuhan seseorang sebagaimana yang dilihat melalui mendengarkan dan berdoa, sedangkan dalam pengajaran atau khotbah pokok bahasan didasarkan atas kebutuhan kelompok sebagaimana dilihat melalui pengenalan akan kelompok dan doa. Adakalanya bimbingan mungkin berupa hubungan pribadi atas kemurahan sementara yang dibimbing memilih petunjuk Allah. Barangkali perbedaan-perbedannya dapat diringkaskan sebagai berikut: bimbingan lebih bersifat pribadi, terjadi melalui percakapan, menyentuh kebutuhan-kebutuhan tertentu, dan menyampaikan kasih sayang dan kebenaran Allah melalui waktu yang diberikan kepada seseorang atau suatu pasangan.
Kebenaran-kebenaran yang sama dapat diajarkan melalui mimbar, di dalam kelas, dan selama bimbingan. Karena itu, seorang pendeta dapat melakukan banyak hal untuk melatih anggota-anggota jemaatnya dalam bimbingan alkitabiah. Namun, bimbingan itu sendiri merupakan suatu karunia yang berbeda dari khotbah dan pengajaran. Cukup sering seorang pendeta yang memiliki karunia dalam berkhotbah dan yang karenanya dapat mengajarkan banyak hal tentang bimbingan mungkin sebenarnya tidak mempunyai karunia membimbing. Sebaliknya, ada orang-orang yang mempunyai kemampuan antar pribadi dan kemampuan untuk mendengarkan dengan penuh pengertian dan kesabaran yang mampu membimbing secara efektif, namun dapat membuat pendengar tertidur kalau ia berkhotbah. Sumber kasih sayang dan kebenaran itu sama, namun karunia, panggilan, dan cara menyajikan berbeda. Karena itu, seorang pendeta yang merasa tidak mampu menjadi seorang pembimbing dapat menjadi alat untuk mengajar orang-orang lain tentang banyak hal yang dibutuhkan mereka untuk memberi bimbingan.
Pendalaman materi :
Inquiri (Penyelidikan):
1. Baca Kembali Keluaran 18:1-27), Daftarkan terjadinya Proses Bimbingan Konseling antara
Mertua dan menantu!
2. Menurut Pengamatan Saudara, sejauh mana Gereja telah melakukan Bimbingan dan
Konseling bagi jemaatnya? Mengapa?
Bagian V
Tugas Konseling Dalam Gereja
A. Arti Konseling
Konseling dapat diartikan sebagai: perundingan, diskusi, nasehat, pendapat, masalah yang tangani untuk dicari penyelesaian yang tepat dan tuntas, tujuan-tujuan dan kebijaksanaan. Tugas konseling di gereja juga sama prinsipnya, yakni sbagai upaya perundingan, pemberian nasehat, pertimbangan dan kebijaksanaan yang membawa pembaharuan hidup — iman, pikiran, sikap dan tingkah laku. Konseling dapat dilakukan untuk membantu mereka yang sedang mengalami permasalahan hidup (kuratif). Ada masalah keluarga, masalah studi, masalah keuangan, pekerjaan dan masalah nilai budaya. Bisa pula konseling diberikan bagi mereka yang belum mendapat masalah berat (preventif). Misalnya, konseling untuk kaum muda sebelum memasuki pernikahan, atau konseling untuk keluarga-keluarga muda sebelum dibebani oleh berbagai masalah rumah tangga.
B. Kedudukan Gereja Dalam Konseling
Gereja mempunyai kedudukan yang begitu istimewa dan mulia di hadapan Tuhan kita Yesus Kristus. Dia menghendaki gereja hadir dan berkarya di dunia ini, yang harus berdasar pada pengakuan bahwa Yesus Kristus Mesias, Anak Allah (Matius 16:16,18). Kepada gereja yang berdiri sebagai karya Roh Kudus itu, Dia memberi mandat untuk “menjadikan semua bangsa muridNya”. Dalam rangka tugas itu, pemberitaan Injil harus dilaksanakan, peneguhan iman dan pengajaran harus diupayakan (Matius 28:18-20).
Gereja adalah umat pilihan Allah oleh iman orang-orang percaya itu sendiri kepada Yesus Kristus. Yesus memanggil dan menjadikan setiap orang percaya sebagai “imam-imam” yang mampu berhubungan langsung dengan Allah dan melayani serta mempermuliakan Dia. Disamping itu, sebagai “imam-imam” Allah, semua orang percaya taerpanggil untuk saling melayani, membantu sesamanya, agar mengalami pembaharuan hidup (1 Petrus 2:9,10; Efesus 3:10). Kita semua harus memberi perhatian dan bantuan terhadap sesama kita, khususnya sebagai umat beriman, agar mampu tampil sebagai pemenang menghadapi setiap tantangan hidup yang semakin berat (Galatia 6:2, 10). Kita semua adalah “pengembara” di dalam dunia. Sebab itu kita harus bertolong-tolongan,saling menopang, saling mengoreksi, saling menghibur dan memberi dorongan untuk maju dan mengakhiri perjalanan hidup ini. Hal ini dapat kita lakukan mengingat Roh Allah hadir di dalam kita (Efesus 1:13, 14; 2:23).
C. Konseling Tugas Gereja
Tugas gereja banyak dan luas, sebagaimana Allah memberikan rupa-rupa karunia dan pekerjaan (1 Korintus 12:4-7). Allah sendiri memberikan karunia pekerja dan pekerjaan seperti: nabi, rasul, penginjil, guru dan gembala jemaat (Efesus 4: 11-13). Mereka bertugas memperlengkapi warga jemaat melalui ibadah, persekutuan dan kesaksian serta diakonia, agar mengenal dan memuliakan Tuhan. Setiap pekerjaan dalam gereja harus dikembangkan secara serasi, seimbang dan harmoni (Roma 12:6-8). Kita lihat pula pentingnya para tua-tua jemaat dan diaken serta para penatua untuk mendinamiskan hidup iman warga jemaat (1 Timotius 3:1-13); 1 Petrus 5:1-4). Artinya, setiap orang yang punya potensi melayani Tuhan dalam gereja harus difungsikan agar gereja menjadi dinamis. Pekerjaan kemajuan hidup beriman warga gereja tidak mungkin hanya dapat diwujudkan oleh satu atau beberapa orang pekerja (klerus).
Pelayanan melalui konseling di dalam gereja perlu kita pikirkan dan kembangkan. Mengapa demikian? Pertama, karena warga gereja adalah individu dan kelompok yang hidup di dunia yang sudah tentu penuh dengan tantangan, tekanan, hambatan, penderitaan, kesakitan bahkan penganiayaan. Manusia dicipatakan Allah dengan dua kodrat (sifat), yaitu kodrat lahiriah (jasmani) dan rohani (spiritual). Dengan kondrat lahiriahnya semua manusia terbatas, lemah, tidak kebal terhadap penyakit bahkan terhadap kematian. Dengan kodrat illahinya, manusia mempunyai kerinduan yang dalam untuk berhubungan dengan Allah dalam setiap kesempatan dan situasi hudupnya. Artinya, solusi terhadao persoalan hidupnya tidak bisa di dapat hanya dari sudut lahiriaih. Manusia tidak bisa kenyang oleh karena roti dan kesuksesan materialnya; karena keindahan dunia, atau karena kuasa serta kekuatn yang didapat dari dunia ini (Matius 4:1-11). Gereja harus mengajak warganya untuk mencari jawaban-jawaban hidup dari petunjuk illahi, yaitu dari firman, kuasa dan kehadiran (bimbingan) Allah.
Kedua, pentingnya tugas konseling dalam gereja ini juga diperlihatkan oleh beberepa perikop firman Tuhan. Pertama, 1 Petrus 5:1-4 mengemukakan bahwa penatua gereja adalah gembala, pengarah iman, pembimbing dan pendorong semangat orang-orang percaya. Mereka memberi pengarahan iman ditengah-tengah banyaknya kepalsuan pengajaran. Mereka memberikan bimbibingan berkaitan dengan hidup rumah tangga, dan hidup kerohanian. Mereka dituntut memberikan dorongan berupa perkataan dan perbuatan yang membangun karena jemaat menghadap tekanan batiniah, bahkan tekanan yang nyata secara sosial, kultural dan politik. Sebagai gembala penatua harus memerankan tugasnya seperti disebutkan oleh Mazmur 23:1-6 yakni: mengenal, memelihara, memebrikan hiburan bagi warganya. Mereka juga meneladani Yesus Sang Gembala yang mengenal kebutuhan daoba-domba-Nya, bahkan rela memberikan diri dan kehidupan-Nya (Yohanes 10:10, 14-18).
Kedua, Yakobus 5:14-16 menasehatkan agar penatua rajin mendoakan warganya yang sedang dilanda kesakitan. Tidak semua penyakit karena kuman. Banyak penyakit terjadi karena kelemahan emosi, kelelhan pikiran, bahkan karena kehampaan (kekosongan) rohani (spiritual). Nah, para penatua perlu membangun semangat mereka, melalui nasehat, dorongan, ajaran yang banar serta melalui doa, yang sungguh-sungguh. Elia dikemukakan Yakobus sebagai orang benar yang berdoa, dan doanya dijawab oleh Tuhan. Doa merupakan permohonan kepada Allah agar Ia menyingkapkan apa sebenarnya yang terejadi dalam didi seseorang yang kita doakan. Lalu Allah sendiri memberikan jawabnya.
Ketiga, Ibrani 10:24-25 mengajak jemaat untuk saling membangun khususnya dalam masa kesukaran. Kolose 3:15-17 mengajak jemaat untuk saling mengajar dan menegur dengan dasar bahwa mereka dikuasai oleh damai sejahtera dan kasih Yesus Kristus. Bukan oleh kebencian atau kecemburuan atau kecemburuan atau niat-niat negatif lainnya. Galatia 6:1-4 mengisayaratkan pentingnya memberikan bimbingan bagi saudara-saudara seiman yang sedang menghadapi “pencobaan dan godaaan” agar mereka bangkit kembali dalam jalan kebenaran. Kita harus bersikap lemah lembut, ramah dan sabar sambil menjaga diri agar tidak ikut terjerumus. Juga disebut perlunya menguji diri agar tidak ikut terjerumus. Juga disebut perlunya menguji diri apakah kita dalam kondisdi yang benar dan teguh iman. Matius 18:15-20 mendesak jemaat untuk mendapatkan kembali saudara yang telah melakukan pelanggaran. Kasusnya harus diperiksa secara teliti, supaya dapat memberikan nasehat. Perlu ada dua atau tiga orang saksi. Kalau sekiranya yang bersangkutan menolak mengakui kesalahannya serta menolak untuk berubah, barulah jemaat menyatakan disiplin. 1 Tesalonika 4:13-18 menegaskan perlunya kita memberikan konseling peneguhan dan penghiburan bagi mereka yang ditimpa dukacita. Harapan mereka kepada Yesus yang akan datang itu perlu dibangkitkan. 2 Tesalonika 3: 11-15 memberi dorongan bagi kita untuk membina saudara seiman yang tidak tertib hidupnya. Mereka ini sibuk dengan dirinya sendiri, menggosip orang-orang lain dan tidak bekerja untuk hidup keluarganya.
D. Firman Tuhan sebagai Dasar Konseling
Konseling harus kita jalankan dalam gereja perlu sekali berdasarkan firman Allah. Mengapa demikian? Sebab firman Allah itu tajam bagaikan pedang bermata dua,sanggup memberikan pertimbangan, dorongan dan peneguhan (Ibrani 4:12). Firman Allah itu berguna untuk “memberikan pengajaran”, “menyatakan kesalahan”, “memperbaiki kesalahan”, dan “mendidik orang dalam kebenaran” (2 Timotius 3:16).
Apakah kata firman Tuhan tentang manusia? Manusia itu ciptaan Allah yang begitu berharga, sebagai pembawa gambar dan rupa Allah (imago Dei) (Kejadian 1:26-27). Allah menjadikan manusia dengan dua kodrat — jasmani dan rohani (Kejadian 2:7). Manusia dapat karena “terhembusi oleh nafas Allah .” Manusia mempunyai kebutuhan jasmani seperti: sandang, pangan, udara, kesehatan, atau bebas dari kuman. Akan tetapi, manusia tidak dapat menemukan makna atau arti dari hidup diluar Allah. Pada manusia ada “kekekalan” yang membuatnya harus berjumpa dengan Allah yang kekal (Pengkhotbah 3:11). Pada diri manusia ada unsur jiwa (psikhe), pikiranm perasaan (emosi) dan kehendak serta dimensi roh sebagai pusat hidupnya.
Pendalaman Materi:
1. Jelaskan bahwa Bimbingan dan Konseling Kristen adalah Tagas Gereja (Gembala Sidang)?
2. Menurut saudara apakah bentuk-bentuk Bimbingan dan Konseling di gereja?
3. Mengapa Pelayanan melalui konseling di dalam gereja perlu kita pikirkan dan kembangkan?
4. Jelaskan Mengapa Firman Allah harus menjadi dasar Bimbingan Konseling Kristiani?
Bagian VI
Prosedur Bimbingan dan Konseling Secara Umum
Sebagai sebuah layanan profesional, layanan bimbingan dan konseling tidak dapat dilakukan secara sembarangan, namun harus dilakukan secara tertib berdasarkan prosedur tertentu, yang secara umum terdiri dari enam tahapan sebagai, yaitu:
A. Identifikasi kasus
Identifikasi kasus merupakan langkah awal untuk menemukan peserta didik yang diduga memerlukan layanan bimbingan dan konseling. Robinson (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi peserta didik yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan dan konseling, yakni :
1. Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua peserta didik secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan peserta didik yang benar-benar membutuhkan layanan konseling.
2. Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru pembimbing dengan peserta didik. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya.
3. Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran peserta didik akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan peserta didik yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya.
4. Melakukan analisis terhadap hasil belajar peserta didik, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi peserta didik.
5. Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan peserta didik yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial.
B. Identifikasi Masalah
Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan peserta didik dapat berkenaan dengan aspek : (1) substansial – material; (2) struktural – fungsional; (3) behavioral; dan atau (4) personality.
Untuk mengidentifikasi kasus dan masalah peserta didik, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah peserta didik, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk menemukan kasus dan mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi peserta didik, seputar aspek : (1) jasmani dan kesehatan; (2) diri pribadi; (3) hubungan sosial; (4) ekonomi dan keuangan; (5) karier dan pekerjaan; (6) pendidikan dan pelajaran; (7) agama, nilai dan moral; (8) hubungan muda-mudi; (9) keadaan dan hubungan keluarga; dan (10) waktu senggang.
C. Diagnosis
Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor penyebab kegagalan belajar peserta didik, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar peserta didik, yaitu : (1) faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri peserta didik itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (2) faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.
D. Prognosis
Langkah ini dilakukan untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami peserta didik masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya, Hal ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan ketiga. Proses mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang dihadapi siswa untuk diminta bekerja sama guna membantu menangani kasus - kasus yang dihadapi.
E. Treatment
Langkah ini merupakan upaya untuk melaksanakan perbaikan atau penyembuhan atas masalah yang dihadapi klien, berdasarkan pada keputusan yang diambil dalam langkah prognosis. Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru pembimbing atau konselor, maka pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri (intervensi langsung), melalui berbagai pendekatan layanan yang tersedia, baik yang bersifat direktif, non direktif maupun eklektik yang mengkombinasikan kedua pendekatan tersebut.
Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing/konselor sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten (referal atau alih tangan kasus).
F. Evaluasi dan Follow Up
Cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya tetap dilakukan untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi peserta didik.
Berkenaan dengan evaluasi bimbingan dan konseling, Depdiknas (2003) telah memberikan kriteria-kriteria keberhasilan layanan bimbingan dan konseling yaitu:
1. Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh peserta didik berkaitan dengan masalah yang dibahas;
2. Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan melalui layanan, dan
3. Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh peserta didik sesudah pelaksanaan layanan dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang dialaminya.
Sementara itu, Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2004) mengemukakan beberapa kriteria dari keberhasilan dan efektivitas layanan yang telah diberikan, yang terbagi ke dalam kriteria yaitu kriteria keberhasilan yang tampak segera dan kriteria jangka panjang.
Kriteria keberhasilan tampak segera, diantaranya apabila:
1. Peserta didik (klien) telah menyadari (to be aware of) atas adanya masalah yang dihadapi.
2. Peserta didik (klien) telah memahami (self insight) permasalahan yang dihadapi.
3. Peserta didik (klien) telah mulai menunjukkan kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan masalahnya secara obyektif (self acceptance).
4. Peserta didik (klien) telah menurun ketegangan emosinya (emotion stress release).
5. Peserta didik (klien) telah menurun penentangan terhadap lingkungannya
6. Peserta didik (klien) telah melai menunjukkan sikap keterbukaannya serta mau memahami dan menerima kenyataan lingkungannya secara obyektif.
7. Peserta didik (klien) mulai menunjukkan kemampuannya dalam mempertimbangkan, mengadakan pilihan dan mengambil keputusan secara sehat dan rasional.
8. Peserta didik (klien) telah menunjukkan kemampuan melakukan usaha –usaha perbaikan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sesuai dengan dasar pertimbangan dan keputusan yang telah diambilnya.
9. Sedangkan kriteria keberhasilan jangka panjang, diantaranya apabila:
10. Peserta didik (klien) telah menunjukkan kepuasan dan kebahagiaan dalam kehidupannya yang dihasilkan oleh tindakan dan usaha-usahanya.
11. Peserta didik (klien) telah mampu menghindari secara preventif kemungkinan-kemungkinan faktor yang dapat membawanya ke dalam kesulitan.
12. Peserta didik (klien) telah menunjukkan sifat-sifat yang kreatif dan konstruktif, produktif, dan kontributif secara akomodatif sehingga ia diterima dan mampu menjadi anggota kelompok yang efektif.
Pendalaman materi:
Unjuk Kerja :
Lakukan Bimbingan kepada salah satu rekan terdekat, secara bergantian sesuai dengan prosedur Bimbingan dan Konseling secara umum!
Bagian VII
Proses Konseling Kristen
Keluhan yang sering diterima seorang konselor dari klien pada umumnya adalah rasa kecewa, putus asa, kekhawatiran, dan ketakutan yang disebabkan oleh suatu hal yang sangat mengganggu kehidupan kliennya.
Menanggapi hal tersebut konselor tidak boleh langsung menyarankan pada kliennya untuk membaca Alkitab dan berdoa serta menyerahkan semua permasalahannya kepada Tuhan. Bagi orang Kristen semua permasalahan memang berasal dari dosa kita dan satu-satunya jalan keluar adalah dengan beriman kepada Kristus. Sebenarnya yang menjadi sumber dari permasalahan hidup orang Kristen adalah iman atau kepercayaan yang salah, pandangan yang tidak tepat serta tidak Alkitabiah bahkan berlawanan dengan iman yang Alkitabiah.
Dengan mengubah beberapa bagian dari bagan yang diberikan Lawrence J. Crabb Jr., (Basic Principles of Christian Counseling, 1975) penulis menggambarkan proses konseling Kristen sebagai berikut:
1. Perasaan Negatif
Situasi Negatif
|
2. Perbuatan Negatif
|
3. Iman Negatif
(Misbelief)
|
| 6. Perasaan Positif
|
|
5. Perbuatan Positif
|
4. Iman Positif
|
|
|
Pengajaran Alkitab dan
|____________________ Bimbingan Roh Kudus
____________________|
1. Konselor mendengarkan dan menanyakan keluhan-keluhan konsele yang biasa dinyatakan melalui perasaan dan situasi negatifnya. Meskipun tidak selalu, namun perasaan seorang bisa menjadi negatif karena kelakuan yang negatif (perbuatan dosa).
2. Konselor kemudian menanyakan dan menyelidiki bersama konsele, perbuatan-perbuatan negatif apa saja yang telah diperbuat konsele. Perbuatan-perbuatan dosa dengan perasaan yang negatif sering disebabkan oleh pikiran dan kepercayaan (iman) yang negatif.
3. Konselor mencari penyebab atas perbuatan dan perasaan negatif konsele dengan melihat (mencari dan memperkirakan) pikiran, pandangan, pendapat, iman konsele -- yang salah, yang negatif, dan berdosa (misbelief). Langkah ini merupakan hal yang terpenting sebelum melangkah kepada terapinya. Beberapa bahan untuk didiskusikan dengan konsele antara lain mengenai latar belakang kehidupannya, keluarganya, hubungan dengan keluarganya, pengalamannya di masa lalu, pandangan atau sikap atau filsafat keluarganya maupun dirinya sendiri.
4. Setelah mengetahui iman atau kepercayaan yang salah, kita memperlihatkan dan mengajarkan kepada konsele iman atau kepercayaan yang benar dan yang Alkitabiah. Misbelief yang tampak pada langkah ketiga ini mungkin disebabkan oleh:
a. Konsele tidak mengetahui iman atau pandangan yang benar sehingga konselor wajib mengajarkan iman dan pandangan yang benar.
b. Konsele mengetahui iman yang benar tetapi tidak yakin dengan kebenarannya. Ia tidak yakin bahwa cara hidup yang diajarkan oleh Alkitab ialah cara hidup yang paling baik sehingga kita harus berusaha untuk menerangkan dan meyakinkannya lagi dan tetap berharap kepada Roh Kudus untuk meyakinkan konsele itu.
c. Konsele sesungguhnya mengetahui dan yakin akan kebenaran iman yang benar, tetapi ia sengaja memilih kepercayaan yang salah. Dalam hal ini yang harus dilakukan oleh konselor adalah memberikan pilihan kepada konsele yaitu iman yang benar dan melakukan perbuatan yang benar atau ia sama sekali menolak dan tetap hidup dalam dosa dengan segala masalah yang menyertai penolakannya.
5. Apabila konsele rela hidup sesuai dengan Alkitab dan beriman benar, maka konselor bersama konsele membuat rencana untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang benar berdasarkan iman yang benar yang harus dilakukan konsele.
6. Jika langkah yang kelima sudah dilakukan maka timbullah perasaan yang benar dan positif. Situasi mungkin saja membaik tetapi mungkin juga tidak bila diakibatkan oleh perbuatan orang lain.
Proses konseling seperti ini berlaku terutama untuk konseling terhadap masalah-masalah hidup tetapi dapat juga diterapkan untuk konseling karena musibah terutama karena perbuatan-perbuatan negatif.
Tujuan utama proses konseling ini adalah secara radikal mengubah pola hidup dan tingkah laku seseorang yang bersifat dosa bukan mengganti perasaan yang negatif menjadi positif karena perubahan perasaan tidak akan bertahan lama bila masalah utamanya tidak diselesaikan dengan benar.
Proses konseling ini bersifat Kristen sehingga hanya dapat dilakukan oleh seorang konselor Kristen. Hal ini dikarenakan konselor Kristen sangat mengharapkan keterlibatan Roh Kudus serta segala tindakannya harus didasarkan pada Alkitab. Ia harus memiliki keyakinan bahwa hidup yang benar hanya sesuai dengan Firman Allah yang benar.
Contoh dari proses konseling ini adalah seorang istri datang kepada seorang konselor karena ia benci dan marah terhadap suaminya (ini adalah langkah pertama pada diagram di atas). Konselor mendengarkan pernyataan istri itu tentang sebab-sebab dan situasi konflik dengan suaminya yaitu bahwa akhir-akhir ini ia mendapati suaminya sudah tiga kali pergi ke WTS. Karena konselor hanya berbicara dengan sang istri, maka ia hanya mencurahkan perhatiannya pada perbuatan dan tanggapan sang istri. Tentunya ia perlu berusaha untuk bertemu juga dengan sang suami dan melakukan pembicaraan bertiga. Tetapi bila sang suami menolaknya, ia dapat tetap melayani sang istri.
Setelah mengetahui kebencian dan kemarahan sang istri, konselor tidak boleh langsung melompat dari langkah pertama ke langkah keenam dengan mengatakan bahwa sebagai orang Kristen kita tidak boleh membenci dan menyarankan agar istri tersebut segera bertobat dan kembali mengasihi suaminya. Pernyataan ini tidak akan menyelesaikan masalah.
Konselor sebaiknya menanyakan apa yang dilakukan sang istri setelah mengetahui perbuatan suaminya. Mungkin sang istri dengan jujur mengakui bahwa ia telah memaki-maki suaminya dengan kata-kata yang kasar atau bahkan tidak mengajak suaminya berbicara selama satu minggu.
Setelah itu konselor harus masuk pada langkah yang ketiga yaitu menyelidiki, mendiskusikan, dan mengerti bagaimana konsele menghadapi seluruh peristiwa dalam hidupnya. Konselor berusaha mencari tahu apa yang menyebabkan ibu tersebut marah-marah kepada suaminya. Hal-hal apa saja yang membuat ibu tersebut tidak bahagia. Apabila konselor sudah menemukan dan menunjukkan iman yang salah yang mengakibatkan perbuatan, perasaan salah dan negatif, maka tugas konselor selanjutnya adalah mengajarkan iman yang benar dan yang Alkitabiah. Konselor dapat mengatakan bahwa sebenarnya kebahagiaan itu tergantung pada Allah bukan pada suami yang setia. Disinilah konselor Kristen sepenuhnya bergantung pada karya Roh Kudus untuk meyakinkan konsele.
Langkah keempat adalah membicarakan dan mencari penyebab mengapa suaminya pergi ke WTS. Lebih baik lagi jika sang suami juga diajak berbicara karena persepsi dari satu pihak saja tidak akan cukup untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Setelah selesai dengan langkah ini, selanjutnya konselor bisa mendiskusikan langkah- langkah apa yang sebaiknya dilakukan dan tentu saja harus sesuai dan berdasarkan pada iman yang positif. Kadang-kadang tindakan yang tepat tidak bisa segera diperoleh sehingga perlu dilakukan berbagai tindakan yang harus dicari sendiri oleh konsele (langkah kelima).
Langkah yang terakhir adalah bila iman dan tindakan konsele telah tepat maka perasaan positif akan datang dengan sendirinya. Dengan demikian sang istri bisa bertahan dan memiliki hidup yang positif meskipun suaminya mempunyai kebiasaan yang buruk.
Pendalaman materi:
Unjuk Kerja :
Lakukan Bimbingan kepada salah satu rekan terdekat, secara bergantian sesuai dengan Proses atau prosedur Bimbingan dan Konseling secara Kristen!
Study Kasus:
Setelah Saudara menonton Film Air Mata Doa, Seandainya Saudara sebagai Konselor, apakah bantuan yang bisa saudara berikan kepada Heri (Kepala Keluarga) dan Mira (Istri Heri) yang selalu curiga terhadap Heri yang ada main dengan perempuan lain!
Bagian VIII
Persoalan-Persoalan Bimbingan Konseling
dan Penanganannya
A. Persoalan Dosa (Kejadian 3: 8- 4:8)
Kata firman Tuhan, manusia sudah berdosa (Roma 3:10, 23). Manusia cenderung berbuat dosa saja dengan tubuh, jiwa dan rohnya. Mengapa demikian? Karena manusia pertama telah jatuh kedalam dosa, Oleh satu orang (Adam) semua orang telah berbuat dosa pula (Kejadian 3:1-4:19; Roma 5:12). Dosa itu buruk akibatnya. Dosa membawa berbagai persoalan bagi kita, berkaitan dengan tubuh jasmani dan rohani. Di bawah ini akan kita bahas secara ringkas aspek-aspke diri kita yang amat perlu memperoleh layanan konseling.
1. Tubuh kita membuahkan berbagai sifat dan buah dosa; hawa nafgsu daging yang tak mampu kita lawan atau hilangkan (Roma 7:14-25). Tubuh kita ini terus mengalami pemerosotan, mudah terserang penyakit, mudah lelah; mempunyai siklus yang harus kita perhatikan; dan bahkan akan ditelan oleh ketuaan serta kematian. Konseling juga berkaitan dengan aspek tubuh, masalah-masalah kejasmanian. Tubuh perlu dipersembahkan kepada Tuhan agar menjadi senjata kebenaran (Roma 6:14). Tubuh harus dipelihara kekudusannya karena tubuh kita adalah tempat
2. Pikiran kita memberontak, menyatakan masalah Tuhan tidak masuk akal atau “nonsense”. Pikian tidak mau taat kepada firman Tuhan, melainkan ingin merdeka. Meskipun orang rajin ke gereja, namun tuntutan-tuntutan firman Tuhan dianggap tidak logis, kuno (! Korintus 2:14). Misalnya, firman Tuhan mengehendaki kita memberikan persembahan persepuluhan tetapi pikiran kita menyatakan tidak perlu (Maleakhi 3:10; Amasal 3: 9,10). Firman Tuhan menyatakan bahwa siapa yang percaya dan menerima Yesus dalam hidupnya pasti beroleh hidup kekal datau kedudukan di surga. Tetapi pikiran menyatakan tidak masuk akal (bd. Yohanes 1:12; 3:16; 5:24).
Sebab itu, konseling terhadap pikiran amat penting agar ia tunduk di bawah firman Tuhan. Pikiran kita harus terus menerus mengalami pembaharuan Roh (Roma 12:2. Pikiran kita harus dikuasai oleh damai sejahtera Allah (Filipi 4:7) Pikiran juga harus dilatih untuk berpikir positif, melihat sisi-sisi yang baik dari segala orang dan peristiwa (Filipi 4:8). Pikiran kita harus dibimbing agar beroleh hikmat sorgawi, yaitu hikmat dari Allah, bukan dari dunia dan hawa nafsu (Yakobus 3:13-18). Banyak orang percaya yang rajin ke geraja hidup dalam cara birpikir sempit, keliru, degatif. Pikiran degatif bisa mempengaruhi perasaan dan kehendak dan bahkan roh. Pikiran negatif juga bisa mempengaruhi tuguh (fisik ). Karena itu bimbingan yang membangun cara berpikir amat penting kita lakukan. Jika pikiran kalut dan bingung bahkan ternatas, peneranganlah yang kita butuhkan.
3. Emosi atau perasaan perlu sekali memperoleh pembaharuan. Emosi yang masih dikuasai oleh dosa cenderung negatif, menyimpan akar pahit, dendam, kemarahan, kecemasan bahkan depresi. Pada emosilah bersarang ketakutan, kecemasan, kekuatiran, dan kemarahan (Efesus 4: 30). Emosi yang tertekan mempengaruhi pikiran, kehendak bahkan tubuh jasmani. Kemarahan yang tersimpan membuat lahirnya penyakit jantung, darah tinggi dan stress serta depresi.
Konseling diperlukan untuk mengatasi ini. Emosi kita harus dikuasai oleh damai sejatera Kristus (Yohanes 14:27; Kolose 3:15; Filipi 4:4,7). Kalau orang menerima pengampunan dari Tuhan Yesus, maka Roh Allah akan mengangkat semua beban emosi itu. Seterusnya, Roh Kudus di dalam kita akan memberikan buah — kasih, sukacita, damai sejahtera, kemurahan, kelemahlembutan, kesetiaan, kebaikan dan penguasaan diri (Galatia 5:22-23). Itu sebabnya mengapa kita perlu dipenuhi oleh kehadiran Roh Tuhan (Efesus 5:8) Kita perlu dibimbing dan dikendalikan oleh Roh Allah (Galatia 5:16-17, 18,25).
4. Karena pengaruh dosa, kehendak kita untuk berbuat baik begitu lemah. Terlalu banyak kemauan sehingga sulit untuk membuat prioritas. Kehendak yang lemah ini juga diperbesar oleh didikan di masa lalu. Kurangnya kasih sayang, penerimaan, penghargaan yang kita terima dari orang tua, membuat kita sukar untuk mandiri. Sulit untuk mempunyai keteguhan hati. Padahal, keteguhan hati penting untuk kemajuan hidup. Anak yang memperoleh kasih dan disiplin yang baik dari orang tua akan maju di dalam studi, karier dan kehidupannya. Masalah pemulihan kehendak, pengambilan keputusan perlu kita bicarakan dalam jemaat. Dalam kitab Efesus dikatakan bahwa hidup bijaksana berarti bersedia mengerti kehendak Tuhan dalam hidupnya (Efesus 5:15-17). Kehendaka yang lemah memerlukan dorongan, semangat sebagi upaya membangkitkan rasa percaya diri.
5. Karena dosa, maka roh kita tidak mampu menjangkau kehendak atau keinginan Tuhan. Sekalipun orang rajin je gerha tetapi rohnya belum mendapat pembaharuan. Akibatnya, masalah ketuhan dan masalah emosi dipecahkan secara kedagingan dan rasional. Dalam 1 Korintus 2:14 dikatakan bahwa kalau orang belum mengalami kehadiran Roh Allah, perkara-perkara rohani akan cepat membosankan. Kematian rahani membuat orang tak berdaya menghadapi dosa dan hawa nafsu (Efesus 6:11-13; 1 Yohanes 2:18-27; 4:1-6). Namasnya orang Kristen, rajin ke gereja, tetapi ia masih berpegang teguh keoada kuasa-kuasa kedukunan, tenaga kebatinan dan sejenisnya.
Nikodemus, seorang ahli Taurat Yahudi yang amat disegani punya kasus seperti ini. Dalam Yohanes 3:1-18 dikemukakan bahwa Nikodemus tak mehamai kalau orang bisa masuk ke dalam kerajaan Sorga. Nikodemus malu menemui Yesus siang hari meskipun ia begitu kagum. Secarasembunyi-sembunyi ia menemui Yesus dan mencoba berdiskusi. Baginya Yesus hanya guru biasa, bukan Tuhan apalagi Anak Allah. Yesus sebaliknya kasihan melihat Nikodemus. Ia menawarkan jalan. Nikodemus harus menerima dan percaya kepada Dia yang diutus Allah (Mesias). Jika percaya kepada Yesus berarti ia dilahirkan kembali oleh Allah melalui pekerjaan Roh-Nya. Karena itu agar rohani cerah, orang harus mengalami kelahiran baru (Yohanes 3:3, 5, 7).
Sebelum Paulus menerima Yesus ke dalam hidupnya, ia aktif bekerja bagi Allah. Akan tetapi ia menyiksa banyak orang yang mengikut Yesus. Akan tetapi ia mengira berbuat baik bagi Tuhan. Setelah peristiwa di jalan menuju Damsyik, Paulus menyerahkan diri kepada Yesus (Kisah 9:1-19). Lalu Roh Allah hadir dalam hidupnya (Efesus 1: 13,14). Roh Allah itu menghidupkan rohnya. Ia menjadi ciptaan baru (2 Korintus 5:17). Roh membantunya memahami rahasia pribadi dan pekerjaan Allah. Paulus menjadi giat bekerja bagi Tuhan. Ia pun rela mati bagi Kristus.
Jadi, bimbingan rohani amat perlu bagai warga gereja kita. Maksudnya, bimbingan untuk pembaharuan roh! Betapa banyaknya kita menaggapi masalah kerohanian dan kegerejaan secara kedagingan? Solusi terhadap ini, agar kita berkobar-kobar hidup bagi Tuhan, adalah pembaharuan roh. Dimana ada Roh Allah di situ ada kemerdekaan, kebebasan roh, pikiran, emosi, bahkan kesegaran tubuh (2 Korintus 3:17,18; Roma 8: 26-27).
6. Masalah berikutnya yang perlu kita kembangkan adalah teknik konseling. Bagaimana prinsip praktisnya jikalau kita melibatkan diri dalam pelayanan konseling? Beberapa prinsip saja yang perlu kita berikan disini.
Pertama, kita harus kuat di dalam anugerah Tuhan. Mental, emosi dan rohani kita harus mantap di dalam pertumbuhannya. Sebab jika tidak, maka kita tidak punya hikmat, wibawa dan kuasa Tuhan (Efesus 6:10; 2 Timotius 2:2). Kita harus selalu menjaga diri agar tidak menjadi “batu sandungan” bagi orang lain (Galatia 6: 1,4).
Kedua, kita harus rela mendengar sebelum berbicara dan mengemukakan nasehat, pertimbagan atau bimbingan. Harus tahu apa masalahnya (Amsal 10:19; 12:18: 15:1-2,4; 16:24). Masalah pribadikah? Masalah keluargakah? Masalah moralkah? Yesus Kristus menerapkan prinsip demikian. Ia banyak mendengar ketika berhadapan dengan Nikodemus (Yohanes 3: 1-21); dengan Wanita Samaria (Yohanes 4:1-44); dengan orang-orang Farisi yang membawa seorang perempuan berdosa kepada-Nya (Yohanes 12:1-11); dengan seorang muda yang kaya (Matius 19:16-26) dan ketika Ia menghadapi konflik diantara para murid (Matius 18:1-5; 20:20-28).
Ketiga, berikan jawaban secara relevan sesuai dengan pergumulan dan kebutuhan. Beri pengajaran firman Tuhan kalau ia kekurangan informasi atau penejlasan kebenaran. Artinya, konselor itu adalah guru. Koreksi perasaaan yang negatif melalui dorongan dan pemberian semangat. Konselor sebagai pemberi arah. Mampukan untuk melakukan perkarea-perkara luhur meskipun tampak kecil. Konselor berperan sebagai pemampu, pemberi semangat. Jangan lupa berdoa bersama secara bergantian. Sebab, konselor sebagai juru safaat.
Keempat, andalkan peranan Roh Kudus yang adalah “counselor” sejati dari Allah bagi roangpercaya (Yohanes 14:25,26; 15:26,27; 16:6-13). Dia “counselor” yang mendapingi, memberikan kecerahan suara hati, memberikan keinsyafan akan dosa dan kejahatan, juga menyatakan kebenaran. Bergantunglah kepada-Nya dalam doa dan kesadaran penuh. Betapa perlunya seorang pembimbing untuk bersandar kepada Roh Tuhan yang mampu memberikan kearifan dalam pikiran, sikap dan perbuatan (Efesus 5:15-18).
B. Karena Krisis
Untuk dapat memberi pertolongan kepada orang yang mengalami krisi, Konselor perlu memahami krisis dan aspek-aspeknya. Pemahaman ini berpengaruh terhadap pertolongan yang diberikan. Berdasarkan prosedur umum Bimbingan dan Konseling bahwa sebagai sebuah layanan profesional, layanan bimbingan dan konseling tidak dapat dilakukan secara sembarangan, namun harus dilakukan secara tertib berdasarkan prosedur tertentu, pertama-tama harus mengindetifikasi kasus. Identifikasi kasus merupakan langkah awal untuk menemukan peserta didik yang diduga memerlukan layanan bimbingan dan konseling.
1. Pengertian Krisis
Salah satu batasan krisis yang diberikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah “keaaan yang genting; kemelut. Sedangkan genting adalah “bahaya” dan kemelut diberi batasan “keadaan yang Berbahaya”
Beberapa batasan krisis yang lain menekankan situasi kehidupan atau peristiwa kehidupan yang berbahaya, walaupun pemberi batasan itu tidak bermaksud mengatakan bahwa situasi seperti itu adalah suatu krisis. Berikut ini beberapa contoh Krisis menurut Collins adalah “situasi….yang paling dahsyat dan dengan demikian mengancam keseimbangan psikologis kita” (Collins, 1982, hal. 48). Sedangkan Kliman, mengatakan bahwa krisis adalah “ peristiwa apa pun di luar diri seseorang yang mengubah keseimbangan hidupnya” (Kliman, 1986, hal. 199).
Adam memberi batasan krisis sebagai “segala situasi yang kedalamnya Allah telah memimpin seseorang, yang sekarang atau nanti menuntut tindakan menentukan yang akan membawa akibat-akibat penting” (Adam, 1979, hal. 10-11). Dalam pandangan teologis ini Allah diperhitungkan. Dalam situasi itu orangdiharuskan menentukan pilihan yang sangat penting yang pada intinya bersifat keagamaan atau sebuah pilihan ‘iman” (Gerkin, 1979, hal 32).
Ketika menolong seorang yang mengalami krisis, penting sekali konselor memperhatikan rekasi orang atas suatu peristiwa yang menimbulkan krisis daripada peristiwa itu sendiri.
2. Dinamika dan perkembangan krisis
Krisis perkembangan berkenaan dengan suatu tuntutan hidup yang sukar dan berbahaya, yang lazim dialami oleh kebanyakan orang dalam budaya tertentu pada saat tertentu dalam perkembangan hidupnya. Hal itu dapat juga dikatakan sebagai perasaan tidak berdaya dalam menjalankan tuntutan-tuntutan perkembangan yang seharusnya diselesaikan pada tingkat hidup tertentu sebelum orang dapat berhasil menjalankan tuntutan perkembangan berikutnya. Krisis ini biasa, dalam arti krisis itu terjadi sebagai bagian integral dari suatu proses pertumbuhan. Contoh situasi yang dapat menimbulkan krisis jenis ini ialah : kelahiran, disapih (lepas susu ibu), latihan ke kamar kecil, kompleks odepus, ke sekolah, masa remaja, memilih pekerjaan, meninggalkan rumah, meninggalkan sekolah, pertunangan, penyesuaian diri dalam pernikahan, kehamilan, menjadi orang tua, usia tengah baya, kehilangan orang tua, mati haid (menopause), pensiun, kematian teman hidup, kematian teman-teman, kematiannya sendiri. Pengalaman-pengalaman itu adalah saat krisis bagi orang sejauh hal itu menimbulkan masalah yang tak dapat ditanggulangi secara memuaskan dengan cara-cara yang pernah digunakan.
Dalam diagram berikut Stone menggambarkan pemisahan itu dan menyebutkan suatu tahap yang tidak tegas-tegas dinyatakan dalam pendapat Caplan. Menurut Stone perkembangan krisis ialah :
Diagram 1 – Perkembangan Krisis
Menurut diagram itu, dalam suatu perkembangan krisis, pertama-tama harus ada perangsang atau kejadian pemicu (faktor pencetus). Kejadian itu berbahaya dan membangkitkan emosi, misalnya : kematian, kehilangan pekerjaan, dan sebagainya. Tahap kedua ialah tafsiran seseorang atas situasi itu. Di sini orang itu “mengolah” kejadian tersebut dan memahaminya sebagai ancaman yang berat. Di sini bukan hanya meliputi pengetahuan dan kepercayaan, gagasan dan harapan orang itu, melainkan juga persepsinya yang unik atas unsur-unsur khusus dari situasi itu. Di sini setiap orang mempunyai cara sendiri-sendiri untuk memandang kejadian tertentu.
Pada tahap berikutnya, cara penanggulangan orang itu dan sumber daya pribadinya (yaitu sumber daya dari luar – misalnya : teman, relasi, pendeta, dokter, dan sumber daya dari dalam – misalnya : kemampuan menanggulangi dan menghadapi situasi, masalah, dan perasaan-perasaan baru), dipakai untuk melakukan sesuatu atas pemahamannya mengenai kejadian itu.
Di sini kelayakan sumber daya dan cara penanggulangan yang tersedia mempengaruhi sampai sejauh mana kejadian yang dialami itu menjadi krisis. Jika orang menganggap suatu motif atau nilainya yang penting terancam, maka kegiatan penanggulangan digerakkan atas dasar ancaman itu, dan atas dasar pemahaman bahwa hidupnya, kesehatannya, kekayaannya, atau hubungan sosial yang disenanginya dalam bahaya.
Di samping itu ada pula faktor-faktor yang ikut mempengaruhi krisis. Yang pertama, adalah daya pemahaman. Orang yang cukup punya daya pemahaman akan dapat melihat akibat-akibat suatu peristiwa secara wajar, tidak akan menerima suatu peristiwa sebagai sesuatu yang nyata bila tidak benar-benar terjadi, dan mudah menerima kenyataan. Ia akan dapat memanfaatkan perbendaharaan kecakapannya dengan baik bahkan dapat lebih mudah memunculkan kecakapan baru dalam menghadapi peristiwa yang berpotensi memicu krisis.
Di samping daya pemahaman, yang tak kalah pentingnya ialah jaringan penopang, Jaringan penopang itu akan membantunya menghadapi peristiwa-peristiwa kehidupan sehingga itu tidak sempat memicu krisis. Kemudian faktor mekanisme penanggulangan. Mekanisme penanggulangan yang realistis akan mencegah timbulnya krisis. Dan faktor yang terakhir adalah kerentanan. sebagaimana dijelaskan di atas. Ketika orang dalam keadaan rentan, misalnya : ketika sakit, tidak siap, atau baru mengalami kesulitan, ia akan mudah mengalami krisis. Menurut Stone perkembangan krisis ialah :
Hal ini berhubungan dengan waktu terjadinya peristiwa
Diagram 2 – Perkembangan Krisis Lebih rinci
Jadi berbicara mengenai krisis menurut pendapat di atas bukan berbicara mengenai kejadian di luar diri seseorang, walaupun kejadian seperti itu ada yang menjadi pemicu krisis.
Dalam diagram itu terlihat bahwa perkembangan krisis sejak sebelum terjadi sampai kemungkinan-kemungkinan akibatnya, yaitu : Pada suatu saat di perjalanan hidupnya, seseorang menyadari terjadinya atau akan terjadinya suatu peristiwa. Peristiwa itu mungkin peristiwa yang benar-benar terjadi atau hanya khayalan belaka, mungkin sudah terjadi, mungkin juga dianggap akan terjadi, mungkin sudah dapat diduga sebelumnya, atau tiba-tiba saja terjadi. Peristiwa yang jelas yang berpotensi menimbulkan krisis itu adalah peristiwa yang menuntut perubahan persepsi dan hubungan-hubungan, atau yang menuntut perubahan gaya hidup.
Pada tahap kedua, orang itu memandang peristiwa itu, baik secara rasional atau tidak rasional, sebagai peristiwa yang membahayakan atau tidak membahayakan. Jika ia memandangnya tidak membahayakan, maka tidak terjadi masalah. Tetapi, jika ia memandangnya sebagai peristiwa yang membahayakan, maka ia menyadari akan adanya masalah. Ia mengalami ketidakseimbangan jiwa karena terancam oleh kemungkinan hilangnya hal-hal yang selama ini memenuhi kebutuhannya dan menyenangkannya. Ia menyadari adanya ancaman terhadap keutuhannya sebagai pribadi.
Selanjutnya, orang itu lalu mengerahkan segala daya dan cara yang telah dimilikinya untuk menanggulangi ketidakseimbangan itu. Jika ia berhasil dan cara itu sehat, maka berlalulah masalah itu dan ia kembali dalam keadaan seimbang.
Tetapi, jika hal itu tidak berhasil, maka timbullah krisis itu, yaitu suatu perasaan tak berdaya dalam menanggulangi ancaman yang datang. Jika cara itu tidak sehat, untuk sementara krisis tidak terjadi, tetapi lama-kelamaan akan timbul juga. Bisa juga orang itu belum atau tidak berusaha menanggulangi ancaman dan langsung menyerah, dan krisis itu segera terjadi.
Dengan adanya krisis itu orang mengerahkan daya dan cara yang baru untuk menghadapinya. Jika cara yang baru itu sehat dan berhasil mengatasi krisis, maka pulihlah keseimbangannya. Krisis itu bukan saja berlalu, melainkan ia juga mengalami pertumbuhan sebab bertambahnya perbendaharaan cara dan daya yang dimilinya untuk menghadapi masalah dalam hidupnya. Melaui rasa tidak aman, gangguan, keterasingan, bahaya, kesepian, kebingungan, kepedihan hati, dan penderitaan, ia mengalami pertumbuhan pribadi.
Jika ia tidak dapat memecahkan masalah itu dengan segala daya dan upayanya, maka keadaan bisa menjadi makin parah. Orang itu mungkin menjadi sakit jiwa atau bunuh diri karena menurutnya itulah satu-satunya cara untuk lari dari krisis sampai tidak terkejar. Mungkin juga ia menggunakan cara yang tidak sehat untuk menghadapi krisis. Dengan demikian kelihatannya ia berhasil, tetapi sesungguhnya hanya meredakan situasi untuk sementara. Lambat atau cepat krisis akan muncul kembali dan terasa semakin parah. Jika pada akhirnya, situasinya masih juga tidak dapat diatasi, akibatnya ialah sakit jiwa atau bunuh diri.
Apakah perubahan hidup akan menjadi krisis atau tidak dan apakah krisis itu terselesaikan atau tidak ditentukan juga oleh kondisi orang yang mengalaminya. Menurut Wright, orang yang mudah kena krisis dan sulit menghadapi krisis memiliki delapan ciri. Yang pertama, mereka kewalahan terhadap krisis karena sebelum krisis memang emosinya lemah; daya psikologis tidak cukup kuat untuk menghadapi kesulitan-kesulitan hidup secara tegar sehingga mudah bingung, khawatir, takut, menyerah, dan putus asa. Yang kedua, mereka yang keadaan fisiknya lemah/ sakit-sakitan. Ini berkaitan dengan keadaan psikologis yang lemah. Fisik yang lemah dapat menimbulkan kelemahan psikologis dapat menyebabkan kelemahan fisik.
Ciri yang ketiga ialah, mereka yang menyangkal realitas atau kenyataan. Realitas atau kenyataan pemicu krisis itu ada yang tidak dapat diatasi dan semuanya pasti tidak dapat langsung diatasi. Jadi diperlukan penerimaan sementara atau bahkan selamanya agar tidak terjadi krisis. Makin sulit orang menerima kenyataan, makin rentan orang terhadap krisis. Dan yang keempat, mereka yang suka tergesa-gesa atau sebaliknya, mengulur-ulur waktu. Yang suka tergesa-gesa, berhubungan dengan ciri butir tiga. Ia tidak sabar untuk menerima kenyataan itu sementara dan akan mempermudah terjadinya krisis. Yang suka mengulur-ulur pun dapat mempermudah krisis, yaitu karena ia menunda-nunda menyelesaikan masalah atau mencari pertolongan. Berupaya sendiri menyelesaikan masalah memang baik, tetapi akan menjadi buruk bila ia tidak mampu dan terlambat mendapat bantuan.
Berikutnya ialah mereka yang bergumul dengan rasa bersalah secara berlebihan. Bila peristiwa pemicu krisis itu menimbulkan rasa bersalah yang berlebihan dan sulit dihilangkan, maka ia akan mudah mengalami krisis. Di sini penyebabnya adalah rasa bersalah itu. Ciri yang keenam, mereka yang suka menyalahkan orang lain. Ia kurang mampu bertanggung jawab atas peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya sehingga selalu mencari penyebabnya pada orang lain sehingga ia tidak bisa proaktif menanggulangi peristiwa-peristiwa pemicu krisis. Akibatnya kemampuan baru untuk menghadapi peristiwa itu terhambat munculnya dan krisis mudah dialami.
Dua ciri yang terakhir, ialah mereka yang cenderung terlalu bergantung pada orang lain atau terlalu mandiri. Mereka yang terlalu bergantung kepada orang lain, selalu ingin orang lain menghadapi masalahnya sehingga tidak akan punya kemampuan baru untuk menghadapi peristiwa pemicu krisis. Sebaliknya, orang yang terlalu mandiri tidak merasa perlu pertolongan sementara atau dukungan untuk menghadapi peristiwa pemicu krisis. Dengan kedua kecenderungan ini orang mudah terkena krisis. Dan akhirnya, mereka yang kurang percaya akan kedaulatan dan pemeliharaan Allah. Orang yang tidak percaya bahwa Allah selalu baik dan selalu punya maksud-maksud baik terhadapnya, setia, tidak pernah berkhianat akan mudah memiliki penafsiran negatif terhadap peristiwa-peristiwa buruk yang dialaminya. Padanya mudah timbul perasaan-perasaan krisis. Sebaliknya; orang yang berkepercayaan teguh bahwa Allah yang selalu baik itu berdaulat atas segala peristiwa dan memelihara anak-anakNya melewati segala peristiwa akan dapat menghadapi peristiwa buruk dalam kehidupannya.
4. Pertolongan dalam menghadapi Krisis
a. Pertolongan yang tidak sehat
b. Pertolongan yang sehat
Krisis perkembangan berkenaan dengan suatu tuntutan hidup yang sukar dan berbahaya, yang lazim dialami oleh kebanyakan orang dalam budaya tertentu pada saat tertentu dalam perkembangan hidupnya. Hal itu dapat juga dikatakan sebagai perasaan tidak berdaya dalam menjalankan tuntutan-tuntutan perkembangan yang seharusnya diselesaikan pada tingkat hidup tertentu sebelum orang dapat berhasil menjalankan tuntutan perkembangan berikutnya. Krisis ini biasa, dalam arti krisis itu terjadi sebagai bagian integral dari suatu proses pertumbuhan. Contoh situasi yang dapat menimbulkan krisis jenis ini ialah : kelahiran, disapih (lepas susu ibu), latihan ke kamar kecil, kompleks odepus, ke sekolah, masa remaja, memilih pekerjaan, meninggalkan rumah, meninggalkan sekolah, pertunangan, penyesuaian diri dalam pernikahan, kehamilan, menjadi orang tua, usia tengah baya, kehilangan orang tua, mati haid (menopause), pensiun, kematian teman hidup, kematian teman-teman, kematiannya sendiri. Pengalaman-pengalaman itu adalah saat krisis bagi orang sejauh hal itu menimbulkan masalah yang tak dapat ditanggulangi secara memuaskan dengan cara-cara yang pernah digunakan.
Collins (1980, hal. 50) menyebut jenis krisis yang ketiga, yaitu krisis eksistensial (keberadaan). Krisis ini bertumpang tindih dengan dua jenis krisis sebelumnya, dan datang ketika menghadapi kenyataan yang mengganggu karena mengaburkan makna (tujuan dan kelayakan) hidup seseorang, seperti kesadaran bahwa : saya gagal, saya terlalu tua untuk mencapai tujuan hidup saya, saya telah kehilangan kesempatan, saya sekarang janda/ duda, hidup saya tanpa tujuan, pernikahan saya telah berakhir dengan perceraian, penyakit saya tak tersembuhkan, tidak ada lagi yang dapat saya percaya, rumah dan harta saya musnah karena kebakaran, saya telah pensiun, saya telah ditolak karena suku saya. Dapat dikatakan bahwa dalam hal ini orang tidak berdaya menghadapi kemungkinan terjadinya hal-hal yang bila benar-benar terjadi akan merusak integritasnya, keutuhannya, dan identitasnya. Atau bila orang tidak mampu mencegah kehilangan hal-hal yang memberinya makna hidup, yaitu segala sesuatu yang telah banyak diinventasikannya secara emosional.
Pendalaman materi:
Jawablah Pertanyaan di bawah ini dengan tepat!
1. Menurut diagran 1, Jelaskan mengapa sebuah kejadian atau peristiwa dapat menjadi suatu
krisis?
2. Menurut Diagram 2 jelaskan bahwa kepribadian, pengalaman, dan lingkungan seseorang
sangat menentukan arah dan corak perkembangan krisis!
3. Apakah perbedaan diagram satu dan diagram ke dua dalam perkembangan sebuah krisis (atau
krisis tersbut bisa terjadi)!
4. Bagaimana saudara menghadapi kejadian atau peristiwa yang dapat memicu krisis bagi
saudara?
Kesimpulan:
Krisis? Tergantung : kepribadian, pengalaman, dan lingkungan sekitar. Kendati demikian
semua orang tidak bebas dari krisis. Ada bermacam-macam cara menghadapi krisis. Ada orang yang tidak suka menyerah (dengan daya dan penanggulangan) krisis. Ada yang menghindari dengan bunuh diri atau ada yang ingin menyelesaikan krisis dengan cara yang salah.
DAFTAR RUJUKAN
AACE. (2003). Competencies in Assessment and Evaluation for School Counselor. http://aace.ncat.edu
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor. Naskah Akademik ABKIN (dalam proses finalisasi).
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2005). Standar Kompetensi Konselor Indonesia. Bandung: ABKIN
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.
Bandura, A. (Ed.). (1995). Self-Efficacy in Changing Soceties. Cambridge, UK: Cambridge University Press.
BSNP dan PUSBANGKURANDIK, Balitbang Diknas. (2006). Panduan Pengembangan Diri: Pedoman untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Draft. Jakarta: BSNP dan PUSBANGKURANDIK, Depsiknas.
Browers, Judy L. & Hatch, Patricia A. (2002). The National Model for School Counseling Programs. ASCA (American School Counselor Association).
Bimbingan dan Konseling Indonesia Nomor 01/Peng/PB-ABKIN/2007 bahwa Tenaga Profesional yang melaksanakan pelayanan professional Bimbingan dan Konseling disebut Konselor dan minimal berkualifikasi S1 Bimbingan dan Konseling.
Cobia, Debra C. & Henderson, Donna A. (2003). Handbook of School Counseling. New Jersey, Merrill Prentice Hall
Corey, G. (2001). The Art of Integrative Counseling. Belomont, CA: Brooks/Cole.
Comm, J.Nancy. (1992). Adolescence. California : Myfield Publishing Company.
Depdiknas. (2003). Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Puskur Balitbang.
Depdiknas, (2005), Permen RI nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
Depdiknas, 2006), Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi,
Depdiknas, (2006), Permendiknas no 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan SI dan SKL,
Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi. (2003). Dasar Standardisasi Profesionalisasi Konselor. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kepen-didikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Depdiknas, 2004. Dasar Standarisasi Profesi Konseling. Jakarta : Bagian Proyek Peningkatan Tenaga Akdemik Dirjen Dikti
Engels, D.W dan J.D. Dameron, (Eds). (2005). The Professional Counselor Competencies: Performance Guidelines and Assessment. Alexandria, VA: AACD.
Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Nomor 22 tentang Standar Isi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Nomor 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Michigan School Counselor Association. (2005). The Michigan Comprehensive Guidance and Counseling Program.
Muro, James J. & Kottman, Terry. (1995). Guidance and Counseling in The Elementary and Middle Schools. Madison : Brown & Benchmark.
Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Pikunas, Lustin. (1976). Human Development. Tokyo : McGraw-Hill Kogakusha,Ltd.
Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. (2003). Panduan Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Balitbang Depdiknas.
Sunaryo Kartadinata, dkk. (2003). Pengembangan Perangkat Lunak Analisis Tugas Perkembangan Peserta didik dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pelayanan dan Manajemen Bimbingan dan Konseling di Sekolah/Madrasahdrasah (Laporan Riset Unggulan Terpadu VIII). Jakarta : Kementrian Riset dan Teknologi RI, LIPI.
Syamsu Yusuf L.N. (2005). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah/Madrasah. Bandung : CV Bani Qureys.
——–. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Remaja Rosda Karya.
——–.dan Juntika N. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
Stoner, James A. (1987). Management. London : Prentice-Hall International Inc.
Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2006 tentang Guru dan Dosen
Wagner William G. (1996). “Optimal Development in Adolescence : What Is It and How Can It be Encouraged”? The Counseling Psychologist. Vol 24 No. 3 July’96.
Woolfolk, Anita E. 1995. Educational Psychology. Boston : Allyn & Bacon.
Prayitno, dkk. 2004. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas
I. Djumhar dan Moh. Surya. 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Guidance & Counseling). Bandung : CV Ilmu.
Shertzer, B. & Stone, S.C. 1976. Fundamental of Gudance. Boston : HMC
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Konseling. Cetakan ke dua.
Winkel, W.S,.2005. Bimbingan dan Konseling di Intitusi Pendidikan, Edisi Revisi. Jakart a: Gramedia
LAMPIRAN:
Lampiran 1:
Contoh Makalah/ Artikel Tentang Bimbingan Konseling
PENTINGANYA BIMBINGAN DAN KONSELING DISEKOLAH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Bimbingan dan Konseling sangat penting di sekolah manapun. Dengan Bimbingan dan Konseling ini akan tercipta keserasian hubungan antara siswa dengan guru.
1.2.Tujuan Pembahasan
a.Fungsi Bimbingan dan Konseling
b.Tujuan Bimbingan dan Konseling
c.Asas-asas Bimbingan dan Konseling
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Fungsi Bimbingan dan Konseling
Ditinjau dari segi sifatnya, layanan Bimbingan dan Konseling dapat berfungsi sebagai :
a.Fungsi Pencegahan (preventif)
Layanan Bimbingan dan Konseling dapat berfungsi pencegahan artinya : merupakan usaha pencegahan terhadap timbulnya masalah. Dalam fungsi pencegahan ini layanan yang diberikan berupa bantuan bagi para siswa agar terhindar dari berbagai masalah yang dapat menghambat perkembangannya. Kegiatan yang berfungsi pencegahan dapat berupa program orientasi, program bimbingan karier, inventarisasi data, dan sebagainya.
b.Fungsi pemahaman
Fungsi pemahaman yang dimaksud yaitu fungsi Bimbingan dan Konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan keperluan pengembangan siswa pemahaman ini mencakup :
1)Pemahaman tentang diri siswa, terutama oleh siswa sendiri, orangtua, guru, dan guru pembimbing.
2)Pemahaman tentang lingkungan siswa (termasuk di dalam lingkungan keluarga dan sekolah) terutama oleh siswa sendiri, orangtua, guru, dan guru pembimbing.
3)Pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas (terutama di dalamnya informasi pendidikan, jabatan/pekerjaan dan/atau karier dan informasi budaya/nilai-nilai terutama oleh siswa.
c.Fungsi Perbaikan
Walaupun fungsi pencegahan dan pemahaman telah dilakukan, namun mungkin saja siswa masih menghadapi masalah-masalah tertentu. Disinilah fungsi perbaikan itu berperan, yaitu fungsi Bimbingan dan Konselingyang akan menghasilkan terpecahnya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami siswa.
d.Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan
Fungsi ini berarti bahwa layanan Bimbingan dan Konseling yang diberikan dapat membantu para siswa dalam memelihara dan mengembangkan keseluruhan pribadinya secara mantap, terarah, dan berkelanjutan. Dalam fungsi ini hal-halyang dipandang positif agar tetap baik dan mantap. Dengan demikian, siswa dapat memelihara dan mengembangkan berbagai potensi dan kondisi yang positif dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.
2.2.Tujuan Bimbingan dan Konseling
a.Tujuan Umum
Tujuan umum dari layanan Bimbingan dan Konseling adalah sesuai dengan tujuan pendidikan sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Tahun 1989 (UU No. 2/1989), yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnyayang cerdas, yang beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Depdikbud, 1994 : 5).
b.Tujuan Khusus
Secara khusus layanan Bimbingan dan Konseling bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan meliputi aspek pribadi, sosial, belajar dan karier.
Bimbingan pribadi – sosial dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pribadi – sosial dalam mewujudkan pribadi yang taqwa, mandiri, dan bertanggung-jawab. Bimbingan belajar dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pendidikan. Bimbingan karier dimaksudkan untuk mewujudkan pribadi pekerjayang produktif.
1.Dalam aspek tugas perkembangan pribadi – sosial layanan Bimbingan dan Konseling membantu siswa agar :
a)Memiliki kesadaran diri, yaitu menggambarkan penampilan dan mengenal kekhususan yang ada pada dirinya.
b)Dapat mengembangkan sikap positif, seperti menggambarkan orang-orang yang mereka senangi.
c)Membuat pilihan secara sehat
d)Mampu menghargai orang lain
e)Memiliki rasa tanggung jawab
f)Mengembangkan ketrampilan hubungan antar pribadi
g)Dapat menyelesaikan konflik
h)Dapat membuat keputusan secara efektif
2.Dalam aspek tugas perkembangan belajar, layanan Bimbingan dan Konseling membantu siswa agar :
a)Dapat melaksanakan ketrampilan atau belajar secara efektif
b)Dapat menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan
c)Mampu belajar secara efektif
d)Memiliki ketrampilan dan kemampuan dalam menghadapi evaluasi/ujian
3.Dalam aspek tugas perkembangan karier, layanan Bimbingan dan Konseling membantu siswa agar :
a)Mampu membentuk identitas karier, dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan di dalam lingkungan kerja
b)Mampu merencanakan masa depan
c)Dapat membentuk pola-pola karier, yaitu kecenderungan arah karier
d)Mengenal ketrampilan, kemampuan dan minat
2.3.Asas-Asas Bimbingan dan Konseling
Dalam menyelenggarakan layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah hendaknya selalu mengacu ada asas-asas Bimbingan dan Konseling dan diterapkan sesuai dengan asas-asas Bimbingan dan Konseling.
Untuk mendapatkan wawasan yang memadai mengenai asas-asas pokok Bimbingan dan Konseling dijelaskan sebagai berikut :
a.Asas Kerahasiaan
Secara khusus usaha layanan Bimbingan dan Konseling adalah melayani individu-individu yang bermasalah. Masih banyak orang yang beranggapan bahwa mengalami masalah merupakan suatu aib yang harus ditutup-tutupi sehingga tidak seorang pun (selain diri sendiri) boleh tahu akan adanya masalah itu. Keadaan seperti ini sangat menghambat pemanfaatan layanan bimbingan oleh masyarakat
Pustaka
I. Djumhar dan Moh. Surya. 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Guidance & Counseling). Bandung : CV Ilmu.
Shertzer, B. & Stone, S.C. 1976. Fundamental of Gudance. Boston : HMC
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Konseling. Cetakan ke dua.
Winkel, W.S,.2005. Bimbingan dan Konseling di Intitusi Pendidikan, Edisi Revisi. Jakart a: Gramedia
Lampiran 2:
Fungsi, Tujuan dan Asas-Asas Bimbingan dan Konseling
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Bimbingan dan Konseling sangat penting di sekolah manapun. Dengan Bimbingan dan Konseling ini akan tercipta keserasian hubungan antara siswa dengan guru.
1.2.Tujuan Pembahasan
a.Fungsi Bimbingan dan Konseling
b.Tujuan Bimbingan dan Konseling
c.Asas-asas Bimbingan dan Konseling
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Fungsi Bimbingan dan Konseling
Ditinjau dari segi sifatnya, layanan Bimbingan dan Konseling dapat berfungsi sebagai :
a.Fungsi Pencegahan (preventif)
Layanan Bimbingan dan Konseling dapat berfungsi pencegahan artinya : merupakan usaha pencegahan terhadap timbulnya masalah. Dalam fungsi pencegahan ini layanan yang diberikan berupa bantuan bagi para siswa agar terhindar dari berbagai masalah yang dapat menghambat perkembangannya. Kegiatan yang berfungsi pencegahan dapat berupa program orientasi, program bimbingan karier, inventarisasi data, dan sebagainya.
b.Fungsi pemahaman
Fungsi pemahaman yang dimaksud yaitu fungsi Bimbingan dan Konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan keperluan pengembangan siswa pemahaman ini mencakup :
1)Pemahaman tentang diri siswa, terutama oleh siswa sendiri, orangtua, guru, dan guru pembimbing.
2)Pemahaman tentang lingkungan siswa (termasuk di dalam lingkungan keluarga dan sekolah) terutama oleh siswa sendiri, orangtua, guru, dan guru pembimbing.
3)Pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas (terutama di dalamnya informasi pendidikan, jabatan/pekerjaan dan/atau karier dan informasi budaya/nilai-nilai terutama oleh siswa.
c.Fungsi Perbaikan
Walaupun fungsi pencegahan dan pemahaman telah dilakukan, namun mungkin saja siswa masih menghadapi masalah-masalah tertentu. Disinilah fungsi perbaikan itu berperan, yaitu fungsi Bimbingan dan Konselingyang akan menghasilkan terpecahnya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami siswa.
d.Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan
Fungsi ini berarti bahwa layanan Bimbingan dan Konseling yang diberikan dapat membantu para siswa dalam memelihara dan mengembangkan keseluruhan pribadinya secara mantap, terarah, dan berkelanjutan. Dalam fungsi ini hal-halyang dipandang positif agar tetap baik dan mantap. Dengan demikian, siswa dapat memelihara dan mengembangkan berbagai potensi dan kondisi yang positif dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.
2.2.Tujuan Bimbingan dan Konseling
a.Tujuan Umum
Tujuan umum dari layanan Bimbingan dan Konseling adalah sesuai dengan tujuan pendidikan sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Tahun 1989 (UU No. 2/1989), yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnyayang cerdas, yang beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Depdikbud, 1994 : 5).
b.Tujuan Khusus
Secara khusus layanan Bimbingan dan Konseling bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan meliputi aspek pribadi, sosial, belajar dan karier.
Bimbingan pribadi – sosial dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pribadi – sosial dalam mewujudkan pribadi yang taqwa, mandiri, dan bertanggung-jawab. Bimbingan belajar dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pendidikan. Bimbingan karier dimaksudkan untuk mewujudkan pribadi pekerjayang produktif.
1.Dalam aspek tugas perkembangan pribadi – sosial layanan Bimbingan dan Konseling membantu siswa agar :
a)Memiliki kesadaran diri, yaitu menggambarkan penampilan dan mengenal kekhususan yang ada pada dirinya.
b)Dapat mengembangkan sikap positif, seperti menggambarkan orang-orang yang mereka senangi.
c)Membuat pilihan secara sehat
d)Mampu menghargai orang lain
e)Memiliki rasa tanggung jawab
f)Mengembangkan ketrampilan hubungan antar pribadi
g)Dapat menyelesaikan konflik
h)Dapat membuat keputusan secara efektif
2.Dalam aspek tugas perkembangan belajar, layanan Bimbingan dan Konseling membantu siswa agar :
a)Dapat melaksanakan ketrampilan atau belajar secara efektif
b)Dapat menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan
c)Mampu belajar secara efektif
d)Memiliki ketrampilan dan kemampuan dalam menghadapi evaluasi/ujian
3.Dalam aspek tugas perkembangan karier, layanan Bimbingan dan Konseling membantu siswa agar :
a)Mampu membentuk identitas karier, dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan di dalam lingkungan kerja
b)Mampu merencanakan masa depan
c)Dapat membentuk pola-pola karier, yaitu kecenderungan arah karier
d)Mengenal ketrampilan, kemampuan dan minat
2.3.Asas-Asas Bimbingan dan Konseling
Dalam menyelenggarakan layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah hendaknya selalu mengacu ada asas-asas Bimbingan dan Konseling dan diterapkan sesuai dengan asas-asas Bimbingan dan Konseling.
Untuk mendapatkan wawasan yang memadai mengenai asas-asas pokok Bimbingan dan Konseling dijelaskan sebagai berikut :
a.Asas Kerahasiaan
Secara khusus usaha layanan Bimbingan dan Konseling adalah melayani individu-individu yang bermasalah. Masih banyak orang yang beranggapan bahwa mengalami masalah merupakan suatu aib yang harus ditutup-tutupi sehingga tidak seorang pun (selain diri sendiri) boleh tahu akan adanya masalah itu. Keadaan seperti ini sangat menghambat pemanfaatan layanan bimbingan oleh masyarakat
Untuk dapat merequest file lengkap yang dilampirkan pada setiap judul, anda harus menjadi special member, klik Register untuk menjadi free member di Indoskripsi.
Semua Special Member dapat mendownload data yang ada di download area.
NB: Ada kemungkinan data yang diposting di website ini belum ada filenya, karena dikirim oleh member biasa dan masih menunggu konfirmasi dari member yang bersangkutan. Untuk memastikan data ada atau tidak silahkan login di download area.
Lampiran 3:
TEORI CLIENT CENTERED COUNCELING DAN ANALISIS TEORI DALAM PENERAPANNYA DI DUNIA PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan berpikir dan kesadaran manusia akan diri dan dunianya, telah mendorong terjadinya globalisasi. Situasi global membuat kehidupan semakin kompetitif dan membuka peluang bagi manusia untuk mencapai status dan tingkat kehidupan yang lebih baik. Dampak positif dari kondisi global telah mendorong manusia untuk terus berfikir, meningkatkan kemampuan, dan tidak puas terhadap apa yang dicapainya pada saat ini. Adapun dampak negatif dari globalisasi tersebut adalah (1) keresahan hidup di kalangan masyarakat yang semakin meningkat karena banyaknya konflik, stress, kecemasan, dan frustasi; (2) adanya kecenderungan pelanggaran disiplin, kolusi, dan korupsi, makin sulit diterapkannya ukuran baik-jahat serta benar-salah secara lugas; (3) adanya ambisi kelompok yang dapat menimbulkan konflik, tidak saja konflik psikis, tetapi juga konflik fisik; dan (4) pelarian dari masalah melalui jalan pintas yang bersifat sementara juga adiktif, seperi penggunaan obat-obat terlarang.
Carl R. Rogers mengembangkan terapi client-cendered sebagai reaksi terhadap apa yang disebutkannya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Pada hakikatnya, pendekatan client-cendered adalah cabang khusus dari terapi humanistik yang menggarisbawahi tindakan mengalami klien berikutnya dunia subjektif dan fenomenalnya. Terapis berfungsi terutama sebagai penunjang pertumbuhan pribadi kliennya dengan jalan membantu kliennya itu dalam menemukan kesanggupan-kesanggupan untuk memecahkan masalah-masalah. Pendekatan client-centered manaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan klien unyuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri. Hubungan terapeutik antara terapis dan klien merupakan katalisator bagi perubahan; klien menggunakan hubungan yang unik sebagai alat unuk meningkatkan kesadaran dan untuk menemukan sumber-sumber terpendam yang bisa digunakan secara konstruktif dalam pengubahan hidupnya.
B. Rumusan Masalah
Untuk memfokuskan isi pembahasan dalam makalah ini, maka dibuatlah sebuah rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan bimbingan dan konseling?
2. Apa yang dimaksud dengan client centered counseling?
C. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bimbingan Konseling Anak Berkebutuhan Khusus
2. Mengetahui konsep dasar bimbingan dan konseling
3. Mengetahui lebih dalam teori-teori konseling khususnya client centered counseling
D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode kepustakaan dengan telaah pada buku-buku aau sumber lain yang dapat dijadikan sumber atau referensi serta memiliki ketersambungan atau keterkaitan materi dengan kajian atau pokok bahasan dalam makalah ini.
E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembacadalam menganalisa atau menelaah makalah ini, maka penyusun menyajikan sebuah gambaran isi menenai pokok-pokok pembahasan makalah ini melalui sisematika penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Metode Penulisan
E. Sistematika Penulisan
BAB II KONSEP DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling
B. Tujuan, Fungsi, Asas dan Prinsip Bimbingan dan konseling
C. Klasifikasi Bimbingan dan Konseling
D. Teori-teori Bimbingan dan Konseling
BAB III CLIENT CENTERED CONSELING
A. Konsep Dasar Client Centered Counseling
B. Ciri-ciri Client Centered Counseling
C. Tujuan Client Centered Counseling
D. Proses dan Prosedur Client Centered Counseling
E. Kritik dan Kontribusi Client Centered Counseling
BAB IV ANALISIS TEORI TERHADAP DUNIA PENDIDIKAN LUAR BIASA
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
syalom pak...trimakasih banyak atas tulisannya, sangat menarik dan memberi kontribusi untuk kemajuan pelayanan anak-anak Tuhan. Tuhan memberkati bapak dan kel
BalasHapus