Selasa, 23 Agustus 2011

Bahan Kulian Strategi Pembelajaran PAK



Prinsip-prinsip kegiatan belajar-mengajar
Panduan prinsip-prinsip pembelajaran efektif
Pembelajaran efektif berkaitan langsung dengan keberhasilan pencapaian pengalaman belajar
Pembelajaran efektif menguatkan praktek dalam tindakan
Pembelajaran efektif mengintegrasikan komponen-komponen kurikulum inti
Pembelajaran efektif bersifat dinamis dan dapat membangkitkan kegairahan
Pembelajaran efektif merupakan perpaduan antara seni dan ilmu tentang pengajaran
Pembelajaran efektif membutuhkan pemahaman komprehensif tentang siklus pembelajaran
Pembelajaran efektif dapat menemukan ekspresi terbaiknya ketika guru berkolaborasi untuk mengembangkan, mengimplementasikan, dan menemukan bentuk praktek mengajar yang profesional

UNSUR BELAJAR MENGAJAR:
1. Peran Guru :
memperhatikan dan bersikap positif;
mempersiapkan baik isi materi pelajaran maupun praktek pembelajarannya;
memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap siswanya;
memiliki sensitivitas dan sadar akan adanya hubungan antara guru, siswa, serta tugas masing-masing;
konsisten dan memberikan umpan balik positif kepada siswa.
2. Peran Siswa :
tertarik pada topik yang sedang dibahas;
dapat melihat relevansi topik yang sedang dibahas;
merasa aman dalam lingkungan sekolah;
terlibat dalam pengambilan keputusan belajarnya;
memiliki motivasi;
melihat hubungan antara pendekatan pembelajaran yang digunakan dengan pengalaman belajar yang akan dicapai.
3. Tugas pembelajaran :
spesifik dan dapat dikelola dengan baik
kemampuan yang dapat dicapai dan menarik bagi siswa
secara aktif melibatkan siswa
bersifat menantang dan relevan bagi kebutuhan siswa

Variabel-variabel dalam memilih bentuk pembelajaran
Sejumlah variabel sebaiknya dijadikan pertimbangan ketika guru menyeleksi model pembelajaran, strategi, dan metode-metode yang akan digunakan. Variabel-variabel tersebut di antaranya :
- hasil dan pengalaman belajar siswa yang diinginkan;
- urutan pembelajaran (sequence) yang selaras : deduktif atau induktif;
- tingkat pilihan dan tanggung jawab siswa (degree);
- pola interaksi yang memungkinkan;
- keterbatasan praktek pembelajaran yang ada.


KERANGKA KERJA PENGAJARAN


Model-model Pembelajaran
Model menggambarkan tingkat terluas dari praktek pendidikan dan berisikan orientasi filosofi pembelajaran.
Model digunakan untuk menyeleksi dan menyusun strategi pengajaran, metode, keterampilan, dan aktivitas siswa untuk memberikan tekanan pada salah satu bagian pembelajaran (topik konten).
Joyce dan Weil (1986) mengidentifikasi empat model yakni (a) model proses informasi, (b) model personal, (c) model interaksi sosial, dan (d) model behavior.
Strategi Pembelajaran
Dalam setiap model terdapat beberapa strategi yang dapat digunakan.
Menurut arti secara leksikal, strategi adalah rencana atau kebijakan yang
dirancang untuk mencapai suatu tujuan.
Dengan demikian strategi mengacu kepada pendekatan yang dapat dipakai oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Strategi dikelompokkan menjadi strategi langsung (direct), strategi tidak langsung (indirect), strategi interaktif (interactive), strategi melalui pengalaman (experiential), dan strategi mandiri (independent).

Metode-metode Pembelajaran
Metode digunakan oleh guru untuk mengkreasi lingkungan belajar dan menkhususkan aktivitas di mana guru dan siswa terlibat selama proses pembelajaran berlangsung.
Biasanya metode digunakan melalui salah satu strategi, tetapi juga tidak tertutup kemungkinan beberapa metode berada dalam strategi yang bervariasi, artinya penetapan metode dapat divariasikan melalui strategi yang berbeda tergantung pada tujuan yang akan dicapai dan konten proses yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran.

Keterampilan-keterampilan pembelajaran
Keterampilan merupakan perilaku pembelajaran yang sangat spesifik.
Di dalamnya terdapat teknik-teknik pembelajaran seperti teknik bertanya, diskusi, pembelajaran langsung, teknik menjelaskan dan mendemonstrasikan.
Dalam keterampilan-keterampilan pembelajaran ini juga mencakup kegiatan perencanaan yang dikembangkan guru, struktur dan fokus pembelajaran, serta pengelolaan pembelajaran.

STRATEGI PEMBELAJARAN



1.Strategi Pembelajaran Langsung (direct instruction)
Strategi pembelajaran langsung merupakan strategi yang kadar berpusat pada gurunya paling tinggi, dan paling sering digunakan. Pada strategi ini termasuk di dalamnya metode-metode ceramah, pertanyaan didaktik, praktek dan latihan, serta demonstrasi.
Strategi pembelajaran langsung efektif digunakan untuk memperluas informasi atau mengembangkan keterampilan langkah demi langkah


2.Strategi Pembelajaran Tidak Langsung (indirect instruction)
Pembelajaran tidak langsung memperlihatkan bentuk keterlibatan tinggi siswa dalam melakukan observasi, penyelidikan, penggambaran inferensi berdasarkan data, atau pembentukan hipotesis.
Dalam pembelajaran tidak langsung, peran guru beralih dari penceramah menjadi fasilitator, pendukung, dan sumber personal (resource person).
Guru merancang lingkungan belajar, memberikan kesempatan siswa untuk terlibat, dan jika memungkinkan memberikan umpan balik kepada siswa ketika mereka melakukan inkuiri.
Strategi pembelajaran tidak langsung mensyaratkan digunakannya bahan-bahan cetak, non-cetak, dan sumber-sumber manusia.

3.Strategi Pembelajaran Interaktif (interactive instruction)
Strategi pembelajaran interaktif merujuk kepada bentuk diskusi dan saling berbagi di antara peserta didik.
Seaman dan Fellenz (1989) mengemukakan bahwa diskusi dan saling berbagi akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan reaksi terhadap gagasan, pengalaman, pandangan, dan pengetahuan guru atau kelompok, serta mencoba mencari alternatif dalam berpikir.
Strategi pembelajaran interaktif dikembangkan dalam rentang pengelompokkan dan metode-metode interaktif.
Di dalamnya terdapat bentuk-bentuk diskusi kelas, diskusi kelompok kecil atau pengerjaan tugas berkelompok, dan kerjasama siswa secara berpasangan.

4.Strategi Belajar Melalui Pengalaman (experiential learning)
Strategi belajar melalui pengalaman, berpusat pada siswa, dan berorientasi pada aktivitas.
Penekanan dalam strategi belajar melalui pengalaman adalah pada proses belajar, dan bukan hasil belajar.
Guru dapat menggunakan strategi ini baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Sebagai contoh, di dalam kelas dapat digunakan metode simulasi, sedangkan di luar kelas dapat dikembangkan metode observasi untuk memperoleh gambaran pendapat umum.

5.Strategi Belajar Mandiri (independent study)
Strategi belajar mandiri merujuk kepada penggunaan metode-metode pembelajaran yang tujuannya adalah mempercepat pengembangan inisiatif individu siswa, percaya diri, dan perbaikan diri. Fokus strategi belajar mandiri ini adalah merencanakan belajar mandiri siswa di bawah bimbingan atau supervisi guru.
Belajar mandiri menuntut siswa untuk bertanggungjawab dalam merencanakan dan menentukan kecepatan belajarnya.
Bahan Kuliah
Strategi Pengajaran Pendidikan Agama Kristen
Dosen: Ev. T.Sukarman, S.Th, S.PAK, M.Th.

Ruang Lingkup Pendidikan Agama Kristen


Ruang lingkup PAK meliputi aspek-aspek sebagai berikut. Allah Tritunggal (Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus) dan karya-Nya
Nilai-nilai kristiani. Pada jenjang pendidikan SD peserta didik diperkenalkan pada hakikat Allah dan perspektif hubungan-Nya dengan manusia. Allah tidak berkarya di dalam ruang kosong, tetapi berkomunikasi dengan manusia. Allah membina relasi dengan manusia melalui karya-Nya.


Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

KLS SMTR STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR






I 1 1. Menerima dan mensyukuri keberadaan dirinya sebagai ciptaan Allah dalam relasinya dengan ciptaan lain 1.1 Menerima keberadaan dirinya sebagai pemberian Allah
1.2. Menjawab kasih Allah dengan
cara mengasihi keluarganya
2 2. Menerima dan mensyukuri keberadaan dirinya sebagai ciptaan Allah dalam relasinya dengan ciptaan lain 2.1.Mensyukuri alam ciptaan Allah dan isinya
2.2. Mensyukuri hidup bersama
orang lain








II 1 1. Menerapkan makna mengasihi dan menghargai manusia dalam kepelbagaian dan perbedaan yang ada
1.1 Mensyukuri kepelbagaian budaya,suku, agama dan bangsa
1.2 Mengasihi teman dan guru serta sesama di sekolah dan di sekitarnya
2 2. Menerapkan makna mengasihi dan menghargai manusia dalam kepelbagaian dan perbedaan yang ada
2.1 Menghargai teman dan guru serta sesama tanpa memandang perbedaan
2.2 Menolong orang yang sedang menderita yang ada di sekitarnya








III 1 1. Mendeskripsikan arti mensyukuri pemeliharaan Allah dalam kehidupan keluarga serta menunjukkan syukur melalui tanggung jawabnya dalam keluarga dan sesama
1.1 Mensyukuri pemeliharaan Allah pada setiap anggota keluarga

1.2 Memberikan yang terbaik bagi keluarga

2 2. Mendeskripsikan arti mensyukuri pemeliharaan Allah dalam kehidupan keluarga dan menunjukkan syukur melalui tanggung jawabnya dalam keluarga dan sesama 2.1 Turut serta menciptakan hidup rukun dalam keluarga dan sesama
2.2 Memelihara alam ciptaan Allah









IV 1 1. Memahami dan mengakui kemahakuasaan Allah dalam wujud tindakan manusia yang bergantung sepenuhnya kepada Allah
1.1 Memahami kemahakuasaan Allah
1.2 Mengakui keterbatasannya sebagai manusia dan ketergantungannya pada kemahakuasaan Allah

2 2. Memahami dan mengakui kemahakuasaan Allah dalam wujud tindakan manusia yang bergantung sepenuhnya kepada Allah
2.1 Memahami wujud tindakan manusia yang sepenuhnya bergantung pada Allah
2.2 Mensyukuri kemahakuasaan Allah






V 1 1. Menjelaskan bahwa manusia berdosa, tetapi diselamatkan Allah melalui penebusan Yesus Kristus
1.1 Menjelaskan bahwa manusia itu berdosa
1.2 Menunjukkan kerinduan memohon ampun

2 2. Menjelaskan bahwa manusia berdosa, tetapi diselamatkan Allah melalui penebusan Yesus Kristus
2.1 Menjelaskan bahwa Allah adalah penyelamat manusia
2.2 Menunjukkan sikap sebagai orang yang sudah diselamatkan









VI 1 1. Menerapkan makna ibadah yang sesungguhnya, khususnya dalam seluruh aktivitas hidup manusia
1.1 Memahami dan menghayati makna ibadah
1.2 Memahami makna kegiatan sehari-hari sebagai ungkapan syukur kepada Allah
2 2. Menerapkan makna ibadah yang sesungguhnya, khususnya dalam seluruh aktivitas hidup manusia
2.1 Memahami makna kegiatan sehari-hari sebagai ungkapan syukur kepada Allah
2.2 Melayani Allah dan sesama sebagai ungkapan syukur kepada Allah




Arah Pengembangan PAK Sekolah Dasar
Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan indikator pencapaian kompetensi, materi pokok, kegiatan pembelajaran, yang diperlukan untuk penilaian. Dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu diperhatikan Standar Proses dan Standar Penilaian.


PERENCANAAN PEMBELAJARAN PAK



Pengajaran PAK di SD :
Belajar merupakan suatu proses yang artinya kegiatan belajar senantiasa mengarah kepada terjadinya perubahan dalam diri seorang siswa dimana siswa dari tidak tahu menjadi tahu atau tidak mengerti menjadi mengerti. Pembelajaran PAK yang adalah kegiatan belajar mengajar di dalam Pendidikan Agama Kristen sangat penting dilaksanakan oleh seorang guru Agama Kristen dalam mengemban tugas atau amanat Tuhan Yesus , seperti tertulis dalam Injil Matius 28: 19-20: “…….dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman.”
Beberapa hal yang diperhatikan dan dilaksanakan dalam pelaksanaan pengajaran PAK, di Sekolah Dasar, yaitu:
1. Perencanaan Pengajaran PAK
Rencana pengajaran adalah rencana guru mengajar mata pelajaran tertentu pada waktu dan kelas tertentu serta topik tertentu untuk satu pertemuan atau lebih. Rencana pengajaran berupa bahan-bahan yang dipersiapkan oleh guru sehingga menolong guru dan siswa. Bahan-bahan tersebut berupa buku-buku atau diktat, alat peraga untuk kegiatan belajar mengajar. Rencana Pengajaran tersebut berisi mengenai garis besar pelajaran, keterangan-keterangan, petunjuk-petunjuk atau gambar-gambar dan soal-soal. Selain itu rencana pengajaran juga merangkum segala kegiatan lain yang berkaitan dengan pengajaran, misalnya ; hubungan antara murid dengan murid, murid dengan guru, serta motivasi dan suasana itu akan mempengaruhi hasil pendidikan.
Dalam kurikulum 1994, guru membuat program satuan pelajaran (SP) atau sekarang dalam Kurikulum KTSP (Kurikulim Tingkat Satuan Pendidikan) tahun 2006 dengan nama Rencana Pelaksanaan Pembalajaran (RPP) untuk setiap pokok bahasan yang akan disampaikan dalam satu atau dua kali pertemuan. Sedangkan Rencana Pembelajaran Harian (RPH) atau Rencana Harian (RH) dibuat seminggu sebelum materi menyampaikan. Rencana Pembelajaran pada Kurikulum 2006 berupa silabus, yaitu ; garis besar atau pokok materi pelajaran. Adapun rencana pengajaran yang dipersiapkan guru setiap hari merupakan Kompetensi Dasar (KD) yang akan dicapai dalam materi pokok. Secara sistematis rencana pembelajaran dalam bentuk satuan pelajaran adalah sebagai berikut :
a. Identitas mata pelajaran (nama pelajaran, kelas, semester dan waktu pertemuan yang dialokasikan).
b. Standar Kompetensi, Kompetensi dasar dan indikator yang hendak dijadikan tujuan dapat diambil dari kurikulum dan hasil belajar yang ditetapkan pemerintah. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
c. Materi pokok (beserta uraiannya yang perlu dipelajari siswa dalam mencapai kompetensi dasar).
d. Metode, Media Pembelajaran dan sumber belajar digunakan untuk kegiatan pembelajaran.
e. Strategi pembelajaran atau proses belajar mengajar, yaitu ; kegiatan pembelajaran secara konkrit yang dilakukan guru dan siswa dalam berinteraksi dengan materi pelajaran untuk menguasai kompetensi.

Strandar Kompetensi (SK) berfungsi mengembangkan potensi peserta didik, materi standart berfungsi memberi makna terhadap kompetensi dasar, indikator hasil belajar menunjukkan keberhasilan pembentukan kompetensi pada peserta didik. Sedangkan penilaian berbasis kelas untuk mengukur pembentukan kompetensi, menentukan tindakan tercapai atau tidaknya. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran atau RPP dalam struktur dan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Rencana pembelajaran PAK seharusnya memenuhi beberapa syarat, yaitu ; disusun menurut kebutuhan tiap-tiap jenis pengajaran, sesuai dengan Alkitab yang artinya segala pokok pengajaran bersumber pada Alkitab.
Dalam setiap pemanfaatan atau penggunaan alat peraga sebagai media pembelajaran PAK pada siswa SD ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu antara lain:

a. Pemilihan Media Pembelajaran
Mengapa perlu memilih Media Pembelajaran? Media pada hakekatnya merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran. Sebagai komponen, media hendaknya merupakan bagian integral dan harus sesuai dengan proses pembelajaran secara menyeluruh. Akhir dari pemilihan media adalah penggunaan atau pemanfaatan media tersebut dalam kegiatan pembelajaran, sehingga memungkinkan siswa dapat berinteraksi dengan media yang kita pilih. Salah menentukan alternatif media yang akan kita gunakan dalam pembelajaran, maka pertanyaan berikutnya sudah tersediakah media tersebut di sekolah atau di pasaran ? Jika tersedia, maka kita tinggal meminjam atau membelinya saja. Itupun jika media yang ada memang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah kita rencanakan, dan terjangkau harganya. Jika media yang kita butuhkan ternyata belum tersedia, maka tidak ada alternatif lain kecuali kita harus membuat sendiri alat peraga sesuai keperluan tersebut.
Jadi, pemilihan media itu perlu kita lakukan agar kita dapat menentukan media yang terbaik, tepat dan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sasaran didik. Untuk itu, pemilihan jenis media harus dilakukan dengan prosedur yang benar, karena begitu banyak jenis media seperti telah Penulis paparkan pada bab dimuka, dengan berbagai kelebihan dan kelemahan masing-masing.
Pemilihan media merupakan keputusan yang menarik dan menentukan terhadap ketepatan jenis media yang akan digunakan, yang selanjutnya sangat mempengaruhi efektvitas dan efisiensi proses pembelajaran. Dalam menentukan ketepatan media yang akan dipersiapkan dan digunakan melakui proses pengambilan keputusan adalah berhubungan dengan kemampuan yang dimiliki oleh media, termasuk kelebihan dari karakteristik media yang bersangkutan dihubungkan dengan berbagai komponen pembelajaran. Belum tentu jenis media yang mahal, yang lebih modern, lebih serba maju akan mendukung terciptanya pembelajaran yang efektif dan efisien. Sebaliknya jenis media yang sederhana, harganya murah, mudah dibuat atau mudah didapat mungkin lebih efektif dibanding yang lebih modern dan mahal tersebut Begitu juga posisi media dalam pola pembelajaran yang akan dilaksanakan sangat mempengaruhi ketepatan jenis media yang akan digunakan.
Sebelum melakukan proses pemilihan media ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Adanya kejelasan tentang maksud dan tujuan pemilihan media tersebut
2. Tujuan pemilihan media harus dihubungkan dengan tujuan dari penggunaan media.
3. Penggunaan media pembelajaran untuk mencapai tujuan kognitif, afektif atau psikomotor harus diperhatikan masing-masing dari aspek tujuan tersebut.
4. Dalam pemilihan media harus diperhatikan pula dalam mempertimbangkan sebagai media pembelajaran apakah untuk sasaran individu, kelompok, atau klasikal, atau untuk sasaran tertentu, misalnya anak balita, orang dewasa, masyarakat petani, orang buta, orang tuli, dan sebagainya

Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran
Dalam memilih media sebagai sarana atau alat peraga dalam pemeblajaran disamping memperhatikan karakteristik sebuah media dan prosedur yang benar, juga perhatikan kriteria dalam memilih media, yaitu antara lain:
1. Alat peraga harus dipilih untuk menjelaskan inti cerita yang mau
disampaikan.
2. Alat peraga yang dipilih akan menolong anak mencapai tujuan
khusus.
3. Alat peraga yang dipilih tepat bagi golongan usia yang diajar
4. Alat peraga yang dipilih akan dapat membangkitkan rasa ingin tahu,
berimajinasi, makin kreatif atau makin berani mengungkapkan
ekspresinya.
4. Alat peraga yang dipilih mudah didapat , terjangkau secara ekonomi.
5. Guru yakin menguasai alat peraga itu, sehingga penyampaian pelajaran
dapat terjadi dengan baik.
b. Memilih Metode Pembelajaran
Metode merupakan alat perantara demi mencapai tujuan yang artinya cara-cara mengajarkan suatu pokok pelajaran untuk menjadikan efektif dalam penyampaiannya. Dalam penggunaan metode tidak ada metode atau teknik tertentu yang efektif untuk semua golongan atau umur dan semua kesempatan belajar mengajar. Oleh karena itu, guru tidak hanya menggunakan satu metode saja dan mengesampingkan metode yang lain. Beberapa cara atau tehnik dapat digunakan sekaligus demi kesuksesan belajar mengajar. Meskipun demikian perlu disadari bahwa metode apapun yang digunakan guru keberhasilan pengajaran tidak hanya ditentukan oleh metode itu sendiri melainkan guru yang merupakan faktor penting dalam pembelajaran PAK. Pribadi guru dan seluruh hidupnya sangat mempengaruhi cara mengajar dan yang menentukan keberhasilan suatu metode pengajaran adalah kuasa Roh Kudus.
Beberapa metode atau cara yang digunakan dalam pengajaran PAK di SD Kedungmjundu 01, Semarang agar pengajarannya berhasil adalah :
1. Metode ceramah
Cara menyampaikan materi pelajaran secara lisan untuk mencapai suatu pengajaran dari guru kepada siswa. Dalam metode ini guru menguasai dan menjelaskan pokok pelajaran sedangkan siswa menerima, memperhatikan dan membuat catatan serta mengikuti pelajaran yang disampaikan guru.

2. Metode bercerita
Mengandung kebenaran dan menyampaikan suatu pelajaran yang penting pada pendengarnya.

3. Metode percakapan/diskusi
Merupakan suatu cara dimana dua orang atau lebih mengajukan pendapat untuk mencari jawaban dari masalah yang dihadapi.

4. Metode tanya-jawab
Menyajikan suatu pengajaran dengan jalan mengajukan pertanyaan supaya mendapatkan jawaban baik lisan maupun tertulis.

5. Metode audio visual
Cara ini sangat menarik perhatian dan mudah diingat oleh siswa karena menggunakan gambar-gambar terang, film bersuara, papan flanel dan sebagainya.

6. Metode lakon atau sandiwara
Digunakan para pemain supaya semua penonton menghayati segala peristiwa dengan penuh perasaan
Oleh : T. Sukarman


2. Pelaksanaan Pembelajaran
Tugas utama seorang guru adalah melaksanakan tugas pembelajaran sesuai dengan yang telah direncakakan sebelumnya yang berupa perangkat KTSP, yaitu antara lain, Silabus, Program Tahunan, Program Semester, Rencana Pelaksanaan Pembalajaran (RPP), maupun Rencana Harian (RH). Setiap pembelajaran PAK selalu memperhatikan:

a. Pendahuluan
Setiap proses pembelajaran selalu memiliki pendahuluan karena merupakan susunan pelajaran yang penting supaya pelajaran yang disampaikan guru berhasil dan tercapai. Pendahuluan atau permulaan adalah bagian penting yang dapat menarik perhatian murid kepada pokok pelajaran yang diajarkan. Hal ini agar perhatian siswa timbul terlebih dahulu karena adanya kontak atau rangsangan dalam pikiran siswa sehingga dari diri siswa ada minat dan keinginan untuk mengetahui pengajaran yang diajarkan.
Bentuk pendahuluan dalam pembelajaran bisa dimulai dengan curah pendapat, tanya jawab, pernyataan, tangapan maupun apresiasi dari siswa. Kemudian Pujian satu atau dua lagu yang berkaitan dengan materi pokok, dan indikator, tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan sebelumnya. Doa pembukaan oleh siswa maupun guru. Bisa doa beryair, berbalasan. Dari pribadi siswa maupun sesuai teks yang sudah disiapkan oleh guru maupun penulis buku pelajaran PAK.
Pembukaan diusahakan singkat, padat dan menarik. Jangan terlalu lama. Ambil sepuluh persen ( 8 – 10 menit) dari semua alokasi waktu dalam satu kali pertemuan tersebut. Pembukaan yang baik akan menentukan seberapa jauh minat anak belajar selanjutnya. Apalagi jika pembukaan dengan alat peraga atau media, siswa akan lebih termotivasi; imajinasi siswa dirangsang; perasaan disentuh dan kesan yang dalam diperoleh siswa. Dengan media dalam pendahuluan perhatian siswa terhadap materi pembelajaran meningkat.

b. Isi/ Inti
Setelah siswa diarahkan kepada pelajaran sehingga memiliki minat, motivasi untuk belajar, serta perhatian yang dalam terhadap materi yang akan dipelajari, maka guru harus terus menjaga perhatian supaya siswa tetap fokus akan pengajaran yang disampaikan. Usahakan materi mulai dengan yang mudah, dasar atau konsep, istilah dan contoh-contoh. Materi sampaikan dengan sistematis interaktif dan menarik. Pendalaman materi merupakan hal yang penting setelah penjelasan istilah atau konsep dasar. Aktifkan dan libatkan siswa dalam seluruh proses pembelajaran. Media pembelajaran adalah salah satu alat bantu mengajar untuk meningkatkan kreatifitas dan perhatian siswa dalam proses pembelajaran.

c. Penutup
Dalam susunan pengajaran bagian terakhir adalah kesimpulan, penutup atau penerapan, karena pengajaran belum bisa dianggap selesai apabila belum mengarah pada penerapan yang dilakukan siswa. Dengan menyimpulkan maka dapat menjelaskan kebenaran yang dipelajari sehingga mendorong siswa untuk melakukan atau menerapkannya. Dalam penutup juga tugas rumah yaitu untuk meperdalam materi, maupun persiapan untuk matri berikutnya. Pekerjan rumah hendanya berfariasi sesuai dengan kecerdasan majemuk. Pekerjaan rumah, bisa berupa proyek, hasta karya, penyelidikan, pengamatan, maupun mengerjakan soal-soal yang jawabannya bisa ditemukan sendiri melalui bacaan, mengapatan maupun pengalaman sendiri.
Pemberikan tugas rumah harus jelas materinya, kriteria penilaian, batas waktu mengerjakan dan kapan tugas tersebut harus dikumpul. Juga harus dipertimbangkan waktunya dan tugas tersebut untuk pribadi maupun dalam kelompok. Penutup diakhiri dengan pujian maupun doa penutup oleh guru maupun siswa.


Pentingnya Bimbingan Konseling di Sekolah


TUJUAN pendidikan menengah acap kali dibiaskan oleh pandangan umum; demi mutu keberhasilanakademis seperti persentase lulusan, tingginya nilai Ujian Nasional, atau persentase kelanjutan ke perguruan tinggi negeri. Kenyataan ini sulit dimungkiri, karena secara sekilas tujuan kurikulum menekankan penyiapan peserta didik (sekolah menengah umum/SMU) untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi atau penyiapan peserta didik (sekolah menengah kejuruan/SMK) agar sanggup memasuki dunia kerja. Penyiapan peserta didik demi melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi akan melulu memperhatikan sisi materi pelajaran, agar para lulusannya dapat lolos tes masuk perguruan tinggi. Akibatnya, proses pendidikan di jenjang sekolah menengah akan kehilangan bobot dalam proses pembentukan pribadi. Betapa pembentukan pribadi, pendampingan pribadi, pengasahan nilai-nilai kehidupan (values) dan pemeliharaan kepribadian siswa (cura personalis) terabaikan. Situasi demikian diperparah oleh kerancuan peran di setiap sekolah. Peran konselor dengan lembaga bimbingan konseling (BK) direduksi sekadar sebagai polisi sekolah. Bimbingan konseling yang sebenarnya paling potensial menggarap pemeliharaan pribadi-pribadi, ditempatkan dalam konteks tindakan-tindakan yang menyangkut disipliner siswa. Memanggil, memarahi, menghukum adalah proses klasik yang menjadi label BK di banyak sekolah. Dengan kata lain, BK diposisikan sebagai “musuh” bagi siswa bermasalah atau nakal.
Penulis merujuk pada rumusan Winkel untuk menunjukkan hakikat bimbingan konseling di sekolah yang dapat mendampingi siswa dalam beberapa hal. Pertama, dalam perkembangan belajar di sekolah (perkembangan akademis). Kedua, mengenal diri sendiri dan mengerti kemungkinan-kemungkinan yang terbuka bagi mereka, sekarang maupun kelak. Ketiga, menentukan cita-cita dan tujuan dalam hidupnya, serta menyusun rencana yang tepat untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Keempat, mengatasi masalah pribadi yang mengganggu belajar di sekolah dan terlalu mempersukar hubungan dengan orang lain, atau yang mengaburkan cita-cita hidup. Empat peran di atas dapat efektif, jika BK didukung oleh mekanisme struktural di suatu sekolah.

Proses cura personalis di sekolah dapat dimulai dengan menegaskan pemilahan peran yang saling berkomplemen. Bimbingan konseling dengan para konselornya disandingkan dengan bagian kesiswaan. Wakil kepala sekolah bagian kesiswaan dihadirkan untuk mengambil peran disipliner dan hal-hal yang berkait dengan ketertiban serta penegakan tata tertib. Siswa mbolosan, berkelahi, pakaian tidak tertib, bukan lagi konselor yang menegur dan memberi sanksi. Reward dan punishment, pujian dan hukuman adalah dua hal yang mesti ada bersama-sama. Pemilahan peran demikian memungkinkan BK optimal dalam banyak hal yang bersifat reward atau peneguhan. Jika tidak demikian, BK lebih mudah terjebak dalam tindakan hukum-menghukum.
Mendesak untuk diwujudkan, prinsip keseimbangan dalam pendampingan orang-orang muda yang masih dalam tahap pencarian diri. Orang-orang muda di sekolah menengah lazimnya dihadapkan pada celaan, cacian, cercaan, dan segala sumpah-serapah kemarahan jika membuat kekeliruan. Namun, jika melakukan hal-hal yang positif atau kebaikan, kering pujian, sanjungan atau peneguhan. Betapa ketimpangan ini membentuk pribadi-pribadi yang memiliki gambaran diri negatif belaka. Jika seluruh komponen kependidikan di sekolah bertindak sebagai yang menghakimi dan memberikan vonis serta hukuman, maka semakin lengkaplah pembentukan pribadi-pribadi yang tidak seimbang.
BK dapat diposisikan secara tegas untuk mewujudkan prinsip keseimbangan. Lembaga ini menjadi tempat yang aman bagi setiap siswa untuk datang membuka diri tanpa waswas akan privacy-nya. Di sana menjadi tempat setiap persoalan diadukan, setiap problem dibantu untuk diuraikan, sekaligus setiap kebanggaan diri diteguhkan. Bahkan orangtua siswa dapat mengambil manfaat dari pelayanan bimbingan di sekolah, sejauh mereka dapat ditolong untuk lebih mengerti akan anak mereka.
Tantangan pertama untuk memulai suatu proses pendampingan pribadi yang ideal justru datang dari faktor-faktor instrinsik sekolah sendiri. Kepala sekolah kurang tahu apa yang harus mereka perbuat dengan konselor atau guru-guru BK. Ada kekhawatiran bahwa konselor akan memakan “gaji buta”. Akibatnya, konselor mesti disampiri tugas-tugas mengajar keterampilan, sejarah, jaga kantin, mengurus perpustakaan, atau jika tidak demikian hitungan honor atau penggajiannya terus dipersoalkan jumlahnya. Sesama staf pengajar pun mengirikannya dengan tugas-tugas konselor yang dianggapnya penganggur terselubung. Padahal, betapa pendampingan pribadi menuntut proses administratif dalam penanganannya.
BK yang baru dilirik sebelah mata dalam proses pendidikan tampak dari ruangan yang disediakan. Bisa dihitung dengan jari, berapa jumlah sekolah yang mampu (baca: mau!) menyediakan ruang konseling memadai. Tidak jarang dijumpai, ruang BK sekadar bagian dari perpustakaan (yang disekat tirai), atau layaknya ruang sempit di pojok dekat gudang dan toilet. Betapa mendesak untuk dikedepankan peran BK dengan mencoba menempatkan kembali pada posisi dan perannya yang hakiki. Menaruh harapan yang lebih besar pada BK dalam pendampingan pribadi, sekarang ini begitu mendesak, jika mengingat kurikulum dan segala orientasinya tetap saja menjunjung supremasi otak. Untuk memulai mewujudkan semua itu, butuh perubahan paradigma para kepala sekolah dan semua pihak yang terlibat dalam proses kependidikan.
Bahan Kuliah Bimbingan Konseling
Untuk Mahasiswa Prog. S1 Teologia STT Efata Salatiga




PUNGSI, PRINSIP DAN ASAS
BIMBINGAN KONSELING
A. Fungsi Bimbingan dan Konseling adalah :
1. Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
2. Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).
3. Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.
4. Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
5. Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
6. Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli.
7. Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
8. Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
9. Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli.
10. Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli

B. Prinsip
Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fundasi atau landasan bagi pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian pelayanan bantuan atau bimbingan, baik di Sekolah/Madrasah maupun di luar Sekolah/Madrasah. Prinsip-prinsip itu adalah:
1. Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli. Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli atau konseli, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita; baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan (individual).
2. Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap konseli bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan konseli dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah konseli, meskipun pelayanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok.
3. Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada konseli yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang.
4. Bimbingan dan konseling Merupakan Usaha Bersama. Bimbingan bukan hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala Sekolah/Madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka bekerja sebagai teamwork.
5. Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang Esensial dalam Bimbingan dan konseling. Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi konseli untuk memper-timbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan kemampuan konseli untuk memecahkan masalahnya dan mengambil keputusan.
6. Bimbingan dan konseling Berlangsung dalam Berbagai Setting (Adegan) Kehidupan. Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan/industri, lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.

C. Asas-asas Bimbingan Konseling
Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut.
1. Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
2. Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang diperlu-kan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
3. Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli (konseli). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
4. Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
5. Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli (konseli) sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian konseli.
6. Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli (konseli) dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
7. Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9. Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli (konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
10. Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.
Bahan Kuliah Bimbingan Konseling
Untuk Mahasiswa Prog. S1 Teologia STT Efata Salatiga
























GEREJA DAN PELAYANAN BIMBINGAN KONSELING

A. Rencana Pelayanan Bimbingan Konseling
Setiap tubuh orang percaya yang ingin mengembangkan suatu pelayanan bimbingan harus melakukannya berdasarkan pedoman-pedoman Kitab Suci dan didalam kerangka gereja yang ada. Artikel berikut ini memberikan saran tentang cara-cara untuk mengembangkan dan melakukan pelayanan bimbingan. Beberapa saran mungkin tidak dapat dipraktekkan dalam setiap gereja, namun kerangkanya dapat memberikan suatu titik tolak.
Bimbingan alkitabiah harus berada dibawah wewenang tubuh gereja setempat dan bertanggung jawab kepada pemimpin gereja. Masing-masing pembimbing harus tunduk kepada Tuhan, pimpinan, dan Tubuh Kristus. Para pembimbing harus diangkat dan ditunjuk oleh pemimpin untuk melayani Tuhan dengan melayani orang-orang dalam jemaat yang sedang menderita masalah-masalah kehidupan. Karena kebergantungan yang kuat kepada Roh Kudus dan karena bimbingan merupakan suatu fungsi Tubuh Kristus dan suatu pernyataan kasih Allah, maka tidak ada biaya bimbingan. Idealnya, bimbingan harus merupakan saluran kasih dan pelayanan yang wajar dalam persekutuan orang-orang percaya yang saling mengenal dan saling mengasihi. Bimbingan mungkin muncul dari hubungan kepercayaan yang telah terjalin antara pemimpin dan anggota pelayanan kelompok kecil dalam sebuah gereja.
Pelayanan bimbingan alkitabiah di gereja kami tumbuh karena suatu kebutuhan dalam Tubuh Tuhan. Pendeta kami menjadi terlalu dibebani dengan tugas bimbingan, namun merasa bertanggung jawab untuk melayani kawanan domba. Ia mulai memanggil beberapa orang dari kami dalam jemaat untuk ikut memikul masalah-masalah kehidupan. Ketika kami semakin terlibat, kami melihatnya sebagai suatu pelayanan yang diinginkan Allah bagi umat-Nya -- suatu fungsi Tubuh Kristus.
Dalam kitab Kejadian, Yitro menyarankan suatu rencana yang mirip bagi Musa. Hari demi hari orang-orang berbaris di luar tenda Musa untuk meminta bimbingan dan nasihat, sama seperti banyak orang di gereja mungkin datang kepada pendetanya untuk bimbingan. Yitro dapat melihat bahwa itu adalah tugas yang terlalu berat untuk dilakukan oleh satu orang dan menyarankan agar Musa membagi tanggung jawab ini dengan orang-orang lain. Musa menugaskan pemimpin-pemimpin kelompok dan mengajarkan cara-cara Allah kepada mereka agar dapat membimbing mereka yang perlu mengetahui cara Allah dalam suatu situasi tertentu dan menemukan cara Allah untuk penyelesaian masalah. Dalam Tubuh Kristus diperlukan jauh lebih banyak pelayanan daripada yang dapat dilakukan oleh satu orang. Kevin Springer dalam "Pastoral Renewal" merasa prihatin bahwa "banyak pemimpin menghabiskan waktu yang lama dan sukar dengan sekelompok kecil dari bangsa mereka, dan mengabaikan anggota-anggota yang lebih bertalenta, anggota-anggota orang dewasa yang terabaikan -- justru anggota-anggota yang dapat diperlengkapi untuk melayani orang lain". Seorang pendeta yang bijaksana akan memimpin orang-orang lain ke dalam segi-segi pelayanan yang dipikul bersama sehingga seluruh tubuh boleh berfungsi bersama dan menyatakan keutuhan dan kekudusan yang dimaksudkan oleh Tuhan bagi gereja.
Sangatlah menolong bila seorang pendeta dapat menyarankan seseorang supaya pergi kepada seorang pembimbing alkitabiah dalam persekutuan setempat sehingga orang yang membutuhkan bimbingan tidak jatuh ke dalam tangan "pembimbing gadungan" atau tidak usah berpaling kepada orang-orang di luar gereja yang mungkin membimbing menurut filsafat dan pengajaran yang tidak sesuai dengan pengajaran dalam persekutuan. Tidak ada bagian dalam Kitab suci yang mengatakan agar menyuruh seorang percaya pergi ke dunia untuk menemukan pertolongan bagi masalah-masalah kehidupan. Yesus memanggil murid-murid-Nya untuk melayani, dan Ia mengutus Roh Kudus untuk memenuhi kebutuhan umat.
B. Mengembangkan Suatu Pelayanan Bimbingan
Unsur-unsur dasar bagi perubahan sudah ada dalam gereja yang mempunyai lingkungan kasih dan pengajaran firman Allah yang kuat. Bimbingan alkitabiah dalam sebuah gereja semata-mata merupakan bentuk pelayanan belas kasihan dan kebenaran Allah yang lebih pribadi dan khusus. Karena itu, bimbingan alkitabiah tidak boleh dirasakan asing. Sekalipun demikian, banyak hamba Tuhan dan orang awam merasa sama sekali tidak diperlengkapi karena mereka mengira bahwa bimbingan alkitabiah bagaimanapun juga harus menyamai bimbingan psikologis.
Bimbingan alkitabiah melibatkan persekutuan kasih dalam tubuh (lingkungan bagi perubahan) dan khotbah serta pengajaran firman (arah bagi perubahan) dan bukan teknik-teknik dan teori-teori bimbingan psikologis.
Bila seorang pendeta ingin mengembangkan suatu pelayanan bimbingan dalam tubuh, maka apa yang memang sudah ada dalam kelompok hendaklah diterapkan kepada orang-orang secara perseorangan. Dalam bimbingan alkitabiah perhatian menjadi bersifat pribadi dengan cara menyediakan waktu dan bersedia mendengarkan, dan pengajaran menjadi bersifat pribadi untuk memenuhi kebutuhan khusus seseorang. Maka lingkungan dan arah perubahan dengan cara memberikan kemurahan dan kebenaran lebih disesuaikan dengan seseorang daripada dengan suatu kelompok secara keseluruhan. Pendeta mempunyai lebih banyak untuk diberikan daripada yang mungkin disadarinya.
Anggota-anggota jemaat mungkin juga mempunyai lebih banyak untuk diberikan dalam bimbingan daripada yang disadari mereka. Ketika mereka telah berpartisipasi sebagai anggota-anggota suatu lingkungan yang penuh perhatian, dan ketika mereka secara pribadi telah mengikuti kebenaran Kitab Suci dalam kehidupan mereka sendiri, mereka telah mengalami pengaruh-pengaruh dari lingkungan yang penuh kasih dan pengarahan untuk perubahan. Banyak orang telah menyediakan lingkungan yang penuh kasih sayang dan pengarahan untuk perubahan melalui interaksi pribadi dengan sesama orang Kristen. Dengan demikian sudah banyak orang yang telah diperlengkapi untuk melayani sebagai pembimbing alkitabiah.
Kecuali jika suatu jemaat hanya terdiri dari orang-orang percaya yang baru atau masih muda, maka akan ada suatu kelompok orang dalam persekutuan yang diperlengkapi untuk membimbing. Orang-orang ini telah mempelajari Alkitab dan telah menerapkan firman Allah dalam kehidupan mereka sendiri. Mereka mempunyai karunia untuk membimbing di dalam keseimbangan antara kasih sayang dan kebenaran. Semua jemaat yang telah kami hubungi berkenaan dengan suatu pelayanan bimbingan mempunyai anggota-anggota yang bersedia dan mampu melayani dengan segera jika kesempatan diberikan. Memulai suatu pelayanan bimbingan semata-mata menyangkut pemilihan pembimbing, memberi latihan dalam prinsip-prinsip dasar yang akan mereka butuhkan untuk diterapkan dalam pelayanan bimbingan, mengorganisasikan dan mengumumkan pelayanan itu, lalu mempercayakan hasilnya kepada Allah.
Di samping latihan dari Tuhan yang telah diterima mereka, para pembimbing dan calon pembimbing harus terus belajar sementara mereka menyelidiki Kitab suci untuk mencari cara-cara Allah bagi pelayanan kepada orang-orang, sementara mereka membaca buku untuk memperoleh manfaat dari pengalaman orang lain yang membimbing menurut firman Allah, dan juga sementara mereka mulai melayani pribadi-pribadi. Cara terutama untuk belajar bagaimana melakukan sesuatu adalah dengan melakukannya. Pedoman memang diperlukan, namun cara satu- satunya untuk benar-benar belajar adalah dengan mulai menyediakan lingkungan yang penuh kemurahan dengan cara mendengarkan, memperhatikan, dan mendoakan. Kemudian ketika Roh Kudus memberikan hikmat, pengajaran ditambahkan. Kebergantungan kepada Roh Kudus sungguh sangat penting karena lingkungan yang terbaik bagi bimbingan datang dari kehadiran Allah dan arah perubahan datang dari firman- Nya sementara Roh Kudus membuatnya menjadi dapat diterapkan dan hidup.
Tampaknya salah satu aspek yang paling merisaukan dalam memulai suatu pelayanan bimbingan ialah program latihan. Banyak pendeta merasa tidak mampu untuk mengajar sebuah kelas dalam bimbingan alkitabiah. Padahal, prinsip-prinsip Alkitab yang merupakan dasar bimbingan alkitabiah telah dikhotbahkan dan diajarkan dari mimbar selama ini. Karena seorang pembimbing alkitabiah melayani dengan belas kasihan dan kebenaran untuk menyediakan lingkungan dan arah bagi perubahan, maka latihan harus berkisar pada kedua bidang tersebut.
Memberi pengajaran tentang menyediakan lingkungan yang penuh kemurahan tentunya sudah biasa dilakukan oleh seorang pendeta yang telah mendorong jemaatnya untuk menyediakan lingkungan seperti itu. Karena dalam melayani jemaatnya seyogyanya ia telah mengajarkan kasih, kebaikan, kemurahan, kesabaran, pengertian, dan sifat-sifat lain yang harus berkembang sebagai buah Roh, ia memiliki suatu sumber yang kaya akan bahan pelajaran.
Di samping itu, ia harus memilih pembimbing-pembimbing awam yang telah memiliki sifat-sifat tadi dan buah Roh. Pengajaran dalam bidang ini kemudian dapat ditambah dengan artikel-artikel dan buku- buku yang menekankan unsur saling memperhatikan dalam Tubuh Kristus.
Seorang pendeta juga tahu bagaimana melatih pembimbing untuk memberikan arah dalam lingkup bimbingan. Ia akan mengajarkan kepada para pembimbing apa yang harus diajarkan, yaitu bagaimana caranya hidup dalam kehidupan Kristen. Ia akan mengajar mereka untuk menerapkan secara pribadi pengajaran firman Allah yang sama yang diajarkannya dari mimbar; bagaimana menjalani kehidupan Kristen dengan menerima kasih Allah, mempercayai-Nya, dan menaati-Nya.
Karena khotbah, pengajaran kelompok, dan bimbingan pribadi semuanya meliputi pengajaran tentang bagaimana menjalani kehidupan Kristen dan doktrin-doktrin dasar Kitab suci lainnya, adalah menarik untuk melihat beberapa persamaan dan perbedaan yang ada. Khotbah, pengajaran, dan bimbingan alkitabiah harus: (1) didasarkan pada doktrin-doktrin Kitab Suci; (2) berpusatkan pada Allah dan sifat-Nya, firman dan kehendak-Nya; (3) membimbing orang-orang dalam menjalani kehidupan Kristen; (4) memotivasi orang-orang untuk memilih dan melakukan kehendak Allah; (5) menasihati, menjelaskan, mendorong, dan mengasihi; (6) bergantung kepada Roh Kudus; (7) menyadari kebutuhan orang-orang yang mendengarkan; dan (8) mengusahakan kesembuhan, perubahan, dan pertumbuhan.
Dalam beberapa hal bimbingan berbeda dengan khotbah atau pengajaran kelompok. Bimbingan meliputi tindakan mendengarkan dan berbicara. Baik orang yang dibimbing maupun pembimbing belajar satu tentang yang lain dan juga tentang Tuhan. Apa yang diajarkan didasarkan atas kebutuhan seseorang sebagaimana yang dilihat melalui mendengarkan dan berdoa, sedangkan dalam pengajaran atau khotbah pokok bahasan didasarkan atas kebutuhan kelompok sebagaimana dilihat melalui pengenalan akan kelompok dan doa. Adakalanya bimbingan mungkin berupa hubungan pribadi atas kemurahan sementara yang dibimbing memilih petunjuk Allah. Barangkali perbedaan-perbedannya dapat diringkaskan sebagai berikut: bimbingan lebih bersifat pribadi, terjadi melalui percakapan, menyentuh kebutuhan-kebutuhan tertentu, dan menyampaikan kasih sayang dan kebenaran Allah melalui waktu yang diberikan kepada seseorang atau suatu pasangan.
Kebenaran-kebenaran yang sama dapat diajarkan melalui mimbar, di dalam kelas, dan selama bimbingan. Karena itu, seorang pendeta dapat melakukan banyak hal untuk melatih anggota-anggota jemaatnya dalam bimbingan alkitabiah. Namun, bimbingan itu sendiri merupakan suatu karunia yang berbeda dari khotbah dan pengajaran. Cukup sering seorang pendeta yang memiliki karunia dalam berkhotbah dan yang karenanya dapat mengajarkan banyak hal tentang bimbingan mungkin sebenarnya tidak mempunyai karunia membimbing. Sebaliknya, ada orang-orang yang mempunyai kemampuan antar pribadi dan kemampuan untuk mendengarkan dengan penuh pengertian dan kesabaran yang mampu membimbing secara efektif, namun dapat membuat pendengar tertidur kalau ia berkhotbah. Sumber kasih sayang dan kebenaran itu sama, namun karunia, panggilan, dan cara menyajikan berbeda. Karena itu, seorang pendeta yang merasa tidak mampu menjadi seorang pembimbing dapat menjadi alat untuk mengajar orang-orang lain tentang banyak hal yang dibutuhkan mereka untuk memberi bimbingan.




Untuk menjadi gereja yang siap memberikan pelayanan bimbingan (konseling) ada beberapa persyaratan; berikut ini adalah 9 ciri yang dibutuhkan:
C. CIRI-CIRI "GEREJA YANG SALING MEMPEDULIKAN"
1. Terdiri dari jemaat yang percaya pada Tuhan Yesus sebagai Juruselamat dan mau hidup sesuai dengan kebenaran firman-Nya. Jemaat dari gereja yang saling mempedulikan juga memperhatikan penginjilan, pemuridan, dan membekali setiap anggota dengan makanan rohani yang sehat, sehingga mereka juga dapat melayani orang lain, mempedulikan sesama, mengabarkan Injil baik di rumah, di masyarakat sekitarnya maupun di mana saja mereka berada.
2. Pemimpin-pemimpin gereja yang saling mempedulikan termasuk pendetanya, terdiri dari orang-orang yang benar-benar rindu untuk tumbuh sebagai anak-anak Allah dan dengan tulus memperhatikan kebutuhan orang lain. Hal ini diekspresikan dalam sikap mau mendengar, menghibur, mendorong dan membimbing dalam kasih dan pengertian.
3. Suasana kebaktian di gereja yang saling mempedulikan berpusatkan pada Kristus dan pembinaan persaudaraan. Ada usaha yang sungguh- sungguh untuk memberikan sambutan yang hangat pada mereka yang datang. Kebenaran firman dan kebutuhan jemaat merupakan inti dari setiap pemberitaan firman Tuhan dan dapat pengajaran di sekolah minggu. Kesempatan selalu disediakan bagi mereka yang membutuhkan bantuan doa, pertolongan, dan persekutuan.
4. Gereja yang saling mempedulikan juga memberikan kesempatan bagi jemaat, untuk saling menanggung beban dan saling membantu, sehingga ada kesempatan bagi pendeta untuk bekerja sama dengan jemaat untuk saling mendukung dalam pelayanan. Jemaat dapat menunjukkan perhatian pada mereka yang baru pindah, sakit, yang menderita, yang tidak mempunyai keluarga, kesepian, dll. Secara perorangan maupun sebagai jemaat, selalu ada usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada di masyarakat.
5. Kelompok doa, pemahaman Alkitab, dan pelayanan keluar sangat ditekankan. Dalam grup selalu disediakan kesempatan bagi setiap anggota untuk mengutarakan persoalan dan perasaan mereka, dalam suasana kekeluargaan dan kasih.
6. Para pengajar juga memperhatikan kebutuhan murid-muridnya. Mereka berusaha membawa setiap murid dekat pada Tuhan dan belajar mempercayakan setiap kebutuhannya kepada Tuhan.
7. Mempunyai beban misi, tidak saja pada masyarakat sekitarnya tetapi juga di bagian dunia yang lain. Jemaat tidak saja memperhatikan penginjilan tetapi juga kebutuhan sosial mereka, sehingga tidak saja membawa berita keselamatan melalui iman pada Kristus, namun juga memperhatikan kebutuhan jasmani orang-orang lain.
8. Memberikan kesempatan pada jemaat untuk memberikan persembahan bahan maupun pelayanan mereka dalam berbagai bidang.
9. Jabatan kepemimpinan diberikan kepada mereka yang mendemonstrasikan sikap dan perbuatannya sebagai murid Kristus yang patut diteladani dan pada mereka yang sungguh-sungguh memperhatikan sesamanya.

D. Model Konseling Gereja Lokal.
Dalam tahun-tahun terakhir ini tuntutan yang semakin bertambah besar bagi pelayanan konseling telah mendorong studi yang serius bagi para profesional sebagai konselor. Konsep para konselor yang dididik secara tidak profesional telah menjadi populer. Bagi sejumlah orang gagasan "konseling" memiliki pesona dan daya tarik tertentu tetapi yang menyerang prospek sekolah formal. Terutama dalam gereja, kelompok kerja dan konseling teman sebaya telah menyebar dalam gaya epidemis, mengambil bentuk pertemuan pernikahan, latihan kepekaan antar pribadi, analisa pelaksanaan, dan yang semacam itu. Sangat disesalkan, peranan konseling banyak menarik orang-orang yang tidak kokoh yang terpikat oleh kesempatan untuk keintiman secara instan; beberapa orang tertarik oleh posisi otoritas yang kelihatan; yang lainnya melihat titel "Konselor" sebagai pemenuhan secara pribadi. Banyak orang secara tidak sadar sedang berharap untuk menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri dalam kedudukan sebagai konselee.
Dengan semangat yang dikendalikan oleh kewaspadaan terhadap masalah- masalah yang berkaitan, saya meramalkan perkembangan konseling yang penuh arti dalam gereja lokal yang dijalankan oleh para anggota gereja. Apabila itu dioperasikan secara alkitabiah, maka anggota tubuh Kristus dapat memperlengkapi para individu dengan semua sumber yang dapat diperlukan untuk menyesuaikan signifikansi dan sekuriti dalam Kristus. Namun kita tidak seharusnya berpikir bahwa kesempatan untuk pelayanan (yang memenuhi keperluan makna) dan persekutuan (yang memenuhi keperluan rasa aman) secara otomatis akan disambut gembira dengan seksama oleh setiap orang percaya dan dengan jelas dipahami sebagai sesuatu yang relevan dengan kebutuhan-kebutuhan dasar mereka. Pola-pola yang tidak disadari dari tingkah laku yang berdosa dan pendekatan yang keliru terhadap kehidupan yang secara diam-diam berkepanjangan akan terus berfungsi meskipun ada komitmen yang tulus yang dilakukan secara sadar. Hati ini menipu. Keyakinan- keyakinan yang keliru sering bersikeras tetap tinggal sampai disingkapkan di dalam terang kesadaran yang jelas. Konseling individu sering dibutuhkan untuk menangani bentuk-bentuk masalah ini. Paulus mengingatkan orang-orang Kristen di Tesalonika bahwa ia telah bekerja dengan setiap orang secara individu dalam usahanya untuk membimbing mereka kepada kedewasaan rohani (1Tesalonika 2:11). Gereja lokal harus menerima tanggung jawab bagi pribadi secara individu untuk memperhatikan setiap anggota. Dengan nyata tidak ada staf pelayanan yang dengan memadai dapat menangani kebutuhan- kebutuhan yang sangat besar untuk memperhatikan individu dalam anggota tubuh Kristus. Hal ini juga bahkan tidak diusahakan. Pekerjaan itu milik anggota tubuh Kristus.
Ada tiga level konseling -- Feelings/Perasaan, Actions/Tingkah Laku, Thoughts/Pemikiran -- yang dapat dipadukan dengan luwes ke dalam struktur gereja lokal.
Masalah Perasaan Perasaan Alkitabiah | ^ v | Masalah Tingkah Laku Tingkah Laku Alkitabiah | ^ | | | Memastikan Komitmen | ^ v | Masalah Pemikiran Pemikiran Alkitabiah | ^ | | ------------>Mengajar-------------
Dalam model atas yang sederhana tetapi saya yakin komprehensif, tiga kemungkinan jenis konseling dapat dikenali [Perasaan => Dorongan; Tingkah Laku => Nasihat; Pemikiran => Penerangan].
Konseling melalui:
Level 1 Masalah Perasaan ------ DORONGAN -----> Perasaan Alkitabiah
Level 2 Masalah Tingkah Laku -- NASIHAT --> Tingkah Laku Alkitabiah
Level 3 Masalah Pemikiran ----- PENERANGAN --> Pemikiran Alkitabiah
Mengacu pada Diagram
Proposal saya adalah sebagai berikut: semua anggota tubuh Kristus dapat dan harus terlibat dalam konseling Level 1. Beberapa anggota tubuh Kristus (misalnya: tua-tua, gembala sidang, diaken, guru Sekolah Minggu, orang-orang lainnya yang dewasa rohani dan bertanggung jawab) dapat dilatih dalam konseling Level 2. Beberapa individu yang dipilih dapat diperlengkapi untuk menangani masalah- masalah yang lebih dalam, lebih sulit, kompleks dalam konseling Level 3. Jika dikembangkan sebagaimana mestinya, maka mungkin itu pengharapan saya yang optimis tetapi realistis bahwa setiap kebutuhan konseling (kecuali orang-orang yang terlibat masalah organik/biokimia) akan dipenuhi dalam kelompok gereja.
Bahan Kuliah Bimbingan Konseling
Untuk Mahasiswa Prog. S1 Teologia STT Efata Salatiga
Sumber
Halaman:
98 - 99
Judul Artikel:
Konseling Kristen yang Efektif
Penulis Artikel:
Dr. Gary R. Collins
Penerbit:
Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang, 1998
Situs:

Pendidikan Kristen dalam Perjanjian Baru

Pendidikan Kristen dalam Perjanjian Baru
Sel, 29/01/2008 - 15:22 — Pipin
Topic Artikel: Pendidikan
Komunitas Umum: Network Pendidikan
Keywords Artikel: Pendidikan Kristen, Perjanjian Baru

TUHAN YESUS
Apabila kita hendak menyelidiki soal pendidikan agama dalam hubungan Perjanjian Baru, tentu saja pertama-tama dan khususnya kita harus mengarahkan pandangan kita kepada Tuhan Yesus sendiri. Di samping jabatan-Nya sebagai Penebus dan Pembebas, Tuhan Yesus juga menjadi seorang Guru yang agung. Keahlian-Nya sebagai seorang guru umumnya diperhatikan dan dipuji oleh rakyat Yahudi; mereka dengan sendirinya menyebut Dia "Rabbi". Ini tentu suatu gelar kehormatan, yang menyatakan betapa Ia disegani dan dikagumi oleh-orang sebangsanya sebagai seorang pengajar yang mahir dalam segala soal ilmu keTuhanan. Sebab Ia mengajar mereka "sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat yang biasa mengajar mereka" (Mat 7:29).
Tuhan Yesus mengajar di mana saja: di atas bukit, dari dalam perahu, di sisi orang sakit, di tepi sumur, di rumah yang sederhana dan di rumah orang kaya, di depan pembesar-pembesar agama dan pemerintah, bahkan sampai di kayu palang sekalipun. Tuhan Yesus tidak memerlukan sekolah atau gedung tertentu. Tiap-tiap keadaan dan pertemuan dipergunakan-Nya untuk memberitakan Firman Allah.
Tuhan Yesus dalam pengajaran-Nya tidak terikat pula pada waktu tertentu. Siang-malam, pada setiap saat Ia bersedia menerangkan jalan keselamatan dan Kerajaan Sorga yang telah datang itu kepada siapa saja yang ingin belajar kepada-Nya.
Yang menjadi tujuan pengajaran Tuhan Yesus itu bukanlah untuk membahas berbagai pokok agama dan susila secara ilmiah atau secara teori saja, melainkan untuk melayani tiap manusia yang datang kepada-Nya. Setiap orang itu dikenal-Nya, dan dipahami-Nya masalah yang dipergumulkan orang itu.
Cara mengajar-Nya sangat istimewa pula. Biasa-Nya Tuhan Yesus tidak membentangkan sesuatu ajaran dengan menyuruh orang mempercayai itu, tetapi Ia mendorong mereka berpikir sendiri dan menarik kesimpulannya sendiri atas apa yang telah dijelaskan-Nya kepada mereka. Ia tak selalu mencapai hasil-Nya, karena sering kali para pendengar-Nya mengeraskan hati, tetapi tentu Ia senantiasa menyatakan Diri sebagai seorang Guru yang tak ada taranya, karena Ia sendiri adalah Kebenaran.
Banyak metode yang dipakai-Nya, dan segala metode itu masih penting dan perlu dipelajari oleh segala guru agama masa kini. Adakalanya Tuhan Yesus bercerita. Sering Ia memakai perumpamaan. Acap pula Ia mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang kemudian menjadi bahan pengajaran-Nya. Kadang-kadang suatu percakapan biasa berkembang menjadi pengajaran yang indah. Tetapi bukan dengan perkataan-Nya saja Tuhan Yesus mengajar. Tapi juga dengan mempraktekkan apa yang dimaksudkan-Nya, seperti tatkala Ia memeluk anak-anak dan memberkati mereka, itu menjadi teguran pada murid-Nya, atau ketika Ia membasuh kaki mereka untuk mengajar mereka supaya rendah hati.
Bahkan seluruh kehidupan Tuhan Yesus sendiri merupakan pengajaran sampai saat yang terakhir, karena justru dalam sengsara dan kematian-Nya Ia mengajar kita tentang satu-satunya jalan keselamatan bagi manusia yang berdosa. Di atas bukit Golgota, Ia menyuguhkan segala pengajaran-Nya dengan pengorbanan diri-Nya sendiri.
PAULUS
Rasul Paulus juga seorang guru yang ulung. Ia benar-benar tokoh penting di lapangan pendidikan agama. Paulus sendiri dididik untuk menjadi seorang rabbi bagi bangsanya. Ia mahir dalam pengetahuan akan Taurat, dan ia dilatih untuk mengajar orang lain tentang agama kaum Yahudi.
Setelah Yesus memasuki hidupnya, Paulus menjadi seorang hamba Tuhan yang terdorong oleh hasrat yang berapi-api untuk memashurkan nama Tuhan Yesus itu. Ke mana pun Paulus pergi, segala kesempatan dipergunakannya untuk mengajar orang Yahudi dan kaum kafir tentang kehidupan bahagia yang terdapat dalam Injil Yesus Kristus. Paulus berkhotbah di hadapan imam-imam dan rabi-rabi Yahudi, dan di hadapan rakyat jelata di segala kota dan desa yang dikunjunginya. Ia mengajar raja-raja dan wali-wali negeri, orang cendekiawan dan kaum budak, orang laki-laki dan kaum wanita, orang Asia, orang Yunani, orang Romawi, singkat kata, segala golongan manusia telah ditemuinya pada perjalanannya yang banyak dan panjang itu.
Paulus berkeyakinan kuat dan beriman teguh. Selalu ia siap sedia untuk bertukar pikiran, mengajar, menegur dan mengajak. Pasti ia seorang ahli pidato yang besar bakatnya. Meskipun tidak tampan raut muka dan perawakannya, tetapi khotbahnya penuh semangat dan isinya jelas, sehingga membuat kagum pendengarnya. Kadang banyak orang merasa sangat tersinggung, tetapi banyak pula yang segera ditawan oleh kuasa bahasanya.
Paulus mengajar di rumah-rumah tempat ia menumpang, di gedung-gedung yang disewanya, di lorong-lorong kota atau di padang-padang, di atas loteng dan dalam bengkelnya, di pasar dan dalam kumpulan kaum filsuf. Tak ada tempat yang dianggapnya kurang layak untuk menyampaikan beritanya tentang Juruselamat dunia.
Rasul Paulus juga banyak mengajar melalui surat-surat. Segala soal dan kesulitan yang muncul dalam jemaat-jemaat yang didirikannya itu, ataupun yang timbul di antara kaum Kristen yang belum dikunjunginya, semua itu dipakainya untuk menguraikan pokok-pokok kepercayaan atau kesusilaan Kristen yang bersangkutan dengan hal itu. Kebiasaannya itu sungguh menguntungkan seluruh umat Kristen di kemudian hari. Bukankah surat-surat Paulus itu sampai sekarang merupakan pengajaran yang tak ternilai harganya bagi sekalian orang Kristen di segala tempat?
JEMAAT YANG MULA-MULA
Sejak mulai berdirinya, jemaat Kristen telah menjunjung pengajaran agama. Seperti diketahui, orang-orang Kristen muda itu mula-mula masih berpaut kepada adat agama Yahudi, tetapi lambat laun mereka mengembangkan perkumpulannya sendiri. Di dalam perkumpulan itu mereka berdoa, berbicara tentang pengajaran dan perbuatan-perbuatan Tuhan Yesus Kristus, makan sehidangan dan merayakan Perjamuan Suci. Mereka yakin bahwa sejak turunnya Roh Kudus jemaat mereka merupakan Israel baru. Yesus Kristus telah menciptakan Israel baru itu dengan Roh-Nya sendiri. Sekarang mereka berdiri dalam dunia ini dengan keadaan baru dan dengan tugas yang baru pula.
Akibatnya ialah mereka mulai berkhotbah dan mengajar, supaya banyak orang lain juga dapat percaya pada Yesus sebagai Penebus dan Tuhan. Segala orang yang bertobat dan mau bergabung dengan jemaat Kristen itu, dididik dengan seksama. Di dalam dan di luar kebaktian, mereka belajar tentang Diri dan pekerjaan Juruselamat itu, dan lagi tentang panggilan dan tugas seorang Kristen dalam dunia ini. Jemaat-jemaat muda itu mempelajari nubuat-nubuat para nabi zaman dulu mengenai Yesus Kristus, dan mereka asyik membaca surat-surat yang diterimanya dari rasul Paulus dan pemimpin gereja lain. Mereka menganggap dirinya sebagai suatu persekutuan suci, seperti Israel dulu, tetapi dengan mengaku Yesus Kristus selaku Raja, Nabi dan Imam satu- satunya.
Kerajinan dan kesetiaan Israel dalam menjalankan pendidikan agama diturutinya pula, hanya perbedaannya sekarang, Taurat bukan lagi menjadi dasar dan pusat pendidikan itu, melainkan Yesus Kristus. Dengan demikian jemaat purba itu mengajarkan agama Kristen di dalam rumah-rumahnya, kepada tetangganya, di dalam kebaktian dan kumpulannya, bahkan kepada siapa saja yang suka mendengarkan berita kesukaan yang mereka siarkan.
Dari uraian yang pendek ini kita dapat segera menarik kesimpulan bahwa agama Kristen itu adalah suatu agama yang sangat mementingkan pendidikan Agama. Agama kita yakini dan segenap penganutnya sekali- kali tak boleh melupakan perbuatan-perbuatan yang Mahabesar, yang telah dilakukan Tuhan Allah bagi mereka di dalam Yesus Kristus. Anggota-anggota Gereja, baik orang dewasa maupun anak-anak kecil, semuanya wajib mempelajari pekerjaan Tuhan yang telah mendatangkan keselamatan itu. Peristiwa-peristiwa yang agung itu harus diajarkan, diterangkan dan dipercaya, sehingga setiap orang yang mengakui Yesus Kristus sebagai Juruselamat, meninggalkan manusia lamanya dan dan menjadi ciptaan baru di dalam Dia. Jika itu dilakukan, maka Gereja Kristen di dunia ini akan menjadi suatu terang, yang dapat menunjukkan jalan keselamatan kepada banyak orang lain pula.
Sejak zaman Perjanjian Baru, jemaat Kristen sangat mementingkan pendidikan agama. Tugas mengajar itu memang diserahkan khusus kepada kaum guru yang telah mempunyai karunia dan latihan istimewa untuk pekerjaan yang mulia itu, tetapi seluruh jemaat tetap mendukung dan mendoakan mereka. Mulai dari abad pertama tarikh Masehi, pendidikan agama Kristen menyiapkan orang untuk masuk ke dalam persekutuan jemaat Kristus, dan setelah disambut dalam jemaat itu mereka dididik terus supaya dapat semakin berakar dalam pengetahuan dan pengenalan yang mendalam tentang Yesus Kristus, Kepala Gereja itu.
Sumber:
Judul buku: Pendidikan Agama Kristen
Judul artikel: Pendidikan Kristen dalam Perjanjian Baru
Penulis: Dr. E. G. Homrighausen dan Dr. I. H. Enklaar
Penerbit: BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1993
Halaman: 16 -- 20
































Surat Kabar sering menempatkan gambar kartun di tempat yang menarik perhatian pembaca, yaitu di halaman editorial. Seniman menggoreskan garis-garis sederhana untuk membuat karikatur tentang situasi politik, sosial, atau ekonomi yang sedang kita hadapi. Melalui karikatur tersebut, ia dapat menyampaikan pesan yang begitu tajam dan tepat mengenai sasaran. Ketajaman dan ketepatan karikatur itu tidak dapat ditandingi oleh kefasihan bahasa seorang ahli bahasa.

Yesus melukiskan gambaran verbal tentang dunia di sekitarnya melalui perumpamaan-perumpamaan. Ia mengajar dengan menggunakan perumpamaan untuk menggambarkan apa yang sedang terjadi dalam kehidupan nyata. Dia menggunakan sebuah cerita yang diambil dari kehidupan sehari-hari. Ia mengajarkan pengajaran baru dengan menggunakan cerita tentang keadaan yang sudah dikenal dan diterima oleh pendengar-Nya. Pengajaran itu seringkali muncul di akhir cerita dan mempunyai pengertian yang dalam sehingga membutuhkan waktu untuk memahaminya. Ketika pendengar mendengar sebuah perumpamaan, ia akan menyetujuinya karen a cerita itu biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan ia dapat mengerti segala suatu yang diutarakan dalam perumpamaan terebut. Sedangkan yang berkaitan dengan aplikasi dari perumpamaan itu, sekalipun bisa didengar, tetapi aplikasinya tidak selalu dapat dimengerti. Kita dapat memahami suatu cerita yang dibeberkan kepada kita, tetapi kita bisa saja tidak dapat menangkap signifikansi dari cerita itu. [1] Kebenaran tetap tersembunyi sampai mata kita dibukakan dan dapat melihat dengan jelas. Pada sa at itu barulah pengajaran yang baru dari perumpamaan itu akan menjadi berarti. Hal itu dikatakan oleh Yesus kepada murid-murid-Nya, "Kepadamu telah diberikan rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang luar segala sesuatu disampaikan dalam perumpamaan" (Markus 4:11).



Bentuk-bentuk Perumpamaan


Kata perumpamaan dalam Perjanjian Baru mempunyai konotasi yang luas, termasuk bentuk-bentuk perumpamaan yang secara umum dibagi ke dalam tiga kategori. [2] Ada perumpamaan-perumpamaan yang berupa kisah nyata, perumpamaan-perumpamaan yang berupa cerita dan ilustrasi.


1. Perumpamaan-perumpamaan berupa kisah nyata. Perumpamaan-perumpamaan ini menggunakan ilustrasi dari kehidupan sehari-hari yang sudah dikenal oleh para pendengar. Setiap orang mengakui kebenaran dari kisah itu, sehingga tidak ada dasar bagi para pendengar untuk mengajukan keberatan dan kritik. Semua orang telah melihat bahwa benih tumbuh dengan sendirinya (Markus 4:26-29); ragi mengkhamirkan seluruh adonan (Matius 13:33); anak-anak bermain di pasar (Matius 11:16-19; Lukas 7:31, 32); seekor domba yang meninggalkan kumpulannya (Matius 18:12-14); dan seorang wanita yang kehilangan dirham di rumahnya (Lukas 15:8-10). Perumpamaan-perumpamaan ini dan banyak perumpamaan yang lain bertitik-tolak dari gambaran kehidupan manusia maupun alam yang memang demikian pada kenyataannya. Perumpamaan-perumpamaan itu biasanya berkaitan dengan apa yang terjadi pada masa kini.

2.Perumpamaan-perumpamaan berupa cerita. Berbeda dari perumpamaan berupa kisah nyata, perumpamaan ini tidak berdasarkan pada kenyataan atau tata cara yang sudah diterima secara umum. Perumpamaan berupa kisah nyata dipaparkan sebagai kisah nyata yang sedang terjadi, sedangkan perumpamaan berupa cerita menunjuk pada suatu peristiwa yang terjadi di masa lampau. Biasanya berkenaan dengan pen gala man seseorang. Matius 13:24-30 menjelaskan pengalaman dari seorang petani yang menabur gandum dan kemudian mengetahui bahwa musuhnya telah menabur lalang di tempat yang sama. Lukas 16:1-9 menceritakan seorang kaya yang memiliki manajer yang telah menyia-nyiakan hartanya. Lukas 18:1-8 mencatat ten tang seorang hakim yang menjalankan keadilan setelah mendengarkan permohonan yang terus menerus dari seorang janda. Kehistorisan dari cerita-cerita ini tidak dipermasalahkan, karena yang penting bukan apakah peristiwa itu benar-benar terjadi atau tidak, tetapi yang penting adalah kebenaran yang terkandung di dalam cerita itu.

3. Ilustrasi. Cerita-cerita ilustrasi yang muncul di Injil Lukas biasanya dikategorikan sebagai cerita-cerita contoh. Perumpamaan orang Samaria yang baik hati (Lukas 10:30-37); perumpamaan orang kaya yang bodoh (Lukas 12:16-21); perumpamaan orang kay a dan Lazarus (Lukas 16:19-31); dan perumpamaan orang Farisi dan pemungut cukai (Lukas 18:9-14) termasuk dalam kategori ini. Pola dari ilustrasi-ilustrasi tersebut berbeda dari perumpamaan berupa cerita. Perumpamaan berupa cerita merupakan sebuah analogi, sedangkan ilustrasi memperlihatkan contoh-contoh yang harus ditiru atau yang harus dihindari. Ilustrasi langsung dipusatkan pada karakter dan tingkah laku seseorang, sedangkan perumpamaan berupa cerita juga melakukan hal itu hanya tidak secara langsung.


Mengkategorikan perumpamaan bukan merupakan hal yang sederhana. Beberapa perumpamaan menunjukkan karakteristik dari dua kategori, yaitu perumpamaan berupa kisah nyata dan perumpamaan berupa cerita, sehingga dimungkinkan untuk dimasukkan ke dalam kedua kategori di atas. Injil juga berisi banyak perkataan-perkataan parabol. Sulit untuk menentukan secara tepat bagian mana dari perkataan Yesus yang termasuk kategori perumpamaan berupa kisah nyata dan bagian yang mana merupakan perkataan parabola. Pengajaran Yesus tentang ragi (Lukas 13:20,21) diklasifikasikan sebagai perumpamaan berupa kisah nyata, tetapi pengajaran-Nya yang lebih panjang tentang garam (Lukas 14:34, 35) disebut sebagai perkataan parabol. Selain itu ada beberapa perkataan Yesus dinyatakan sebagai perumpamaan. Contohnya, "Yesus menceritakan pula suatu perumpamaan kepada mereka: " Dapatkah orang buta menuntun orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam lubang?" (Lukas 6:39).

Apakah perbedaan perumpamaan dengan alegori? John Bunyan dalam bukunya Pilgrim's Progress memberikan sebuah alegori ten tang perjalanan hidup orang Kristen. Nama-nama dan peristiwa-peristiwa di dalam buku itu adalah pengganti dari siapa dan apa yang ada dalam kenyataan. Setiap fakta, gambaran, dan nama adalah simbolis, dan harus diterjemahkan bagian demi bagian ke dalam kehidupan nyata supaya bisa dimengerti dengan benar. Sedangkan, sebuah perumpamaan benar terjadi dalam kehidupan dan umumnya mengajarkan hanya satu prinsip kebenaran. Dalam perumpamaan, Yesus menggunakan banyak gaya bahasa metafora, misalnya raja, hamba, perawan. Kata-kata metafora itu tidak pernah terlepas dari realita atau tidak pernah berhubungan dengan dunia fantasi atau fiksi. Cerita-cerita dan contoh-contoh itu diambil dari dunia di mana Yesus hidup. Perumpamaan diceritakan untuk menyampaikan kebenaran rohani dengan memakai satu bagian dari perumpamaan itu sebagai bahan perbandingan. Rincian dari cerita mendukung berita yang terkandung dalam perumpamaan yang disampaikan. Perumpamaan-perumpamaan tidak boleh dianalisa bagian demi bagian dan ditafsirkan secara alegoris, sebab hal itu akan mengakibatkan hilangnya signifikansi dari perumpamaan itu.



Komposisi


Meskipun secara umum benar bahwa sebuah perumpamaan mengajarkan hanya satu prinsip kebenaran, namun peraturan ini jangan ditekankan terlalu jauh. Beberapa perumpamaan Yesus mempunyai komposisi yang kompleks. Perumpamaan tentang penabur merupakan satu komposisi yang terdiri dari empat bagian, dan masing-masing bagian memerlukan sebuah penafsiran. Demikian juga, perumpamaan tentang pesta pernikahan bukan merupakan cerita tunggal, tetapi mempunyai bagian tambahan tentang seorang tamu yang tidak memakai pakaian pesta yang selayaknya. Dan kesimpulan dari perumpamaan tentang penyewa beralih dari perumpamaan kebun anggur ke perumpamaan tentang pembangunan. Kesadaran akan adanya kekompleksan ini, maka seorang pengeksegesis yang bijaksana tidak akan memaksakan untuk memakai metode penafsiran satu prinsip kebenaran.

Pada waktu kita membaca perumpamaan-perumpamaan Tuhan Yesus, kita dapat bertanya mengapa banyak rincian yang seharusnya menjadi bagian dari cerita itu yang tidak diceritakan. Contohnya, dalam kisah ten tang seorang ternan yang mengetuk pintu tetangganya di tengah malam meminta tiga ketul roti, istri tetangga itu tidak disebutkan. Dalam perumpamaan tentang anak yang hilang, ayahnya adalah tokoh utama dalam kisah ini, tetapi tidak satu kata pun menyebutkan ten tang ibunya. Perumpamaan tentang sepuluh gadis hanya menyebutkan pengantin laki-laki, dan sarna sekali tidak menyebut tentang pengantin perempuan. Rupanya rincian-rincian ini tidak relevan untuk komposisi yang biasa digunakan dalam perumpamaan Yesus, khususnya jika kita mengerti gaya bahasa tiga serangkai yang sering digunakan di dalam perumpamaan Yesus. Di dalam perumpamaan tentang teman di tengah malam, terdapat tiga karakter: musafir, teman dan tetangga. Perumpamaan anak yang hilang juga terdiri dari tiga orang: ayah, anak bungsu, anak sulung. Dan dalam kisah sepuluh gadis terdapat tiga elemen: lima gadis bijaksana, lima gadis bodoh dan pengantin laki-laki.

Selain itu, di dalam perumpamaan-perumpamaan Yesus yang penting bukan awal cerita tetapi akhir cerita. Penekanannya jatuh pada orang, perbuatan dan perkataan yang terakhir disebutkan. Sebutan "tekanan terakhir" di dalam perumpamaan adalah sebuah pola yang sengaja dibuat di dalam komposisinya[3]. Orang yang terluka itu bukan dibantu oleh ahli Taurat atau orang Lewi, tetapi oleh orang Samaria. Meskipun hamba yang mendapatkan tambahan lima talenta dan hamba yang menghadiahkan dua talenta kepada tuannya menerima pujian dan rekomendasi, tekanan dari kisah ini adalah pada perbuatan hamba yang menguburkan talenta satu-satunya di dalam tanah yang menyebabkan dia mendapatkan murka dan hukuman. Dan di dalam perumpamaan pemilik tanah yang sepanjang hari mempekerjakan orang-orang di kebun anggurnya dan pada pukul enam dia mendengar keluhan dari beberapa pekerja, penekanan yang penting adalah jawaban pemilik tanah: "Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau ... Atau iri hatikah engkau, karen aku murah hati?" (Matius 20:13, 15).

Seni menyusun dan menceritakan perumpamaan yang didemonstrasikan oleh Yesus tidak ditemukan persamaannya di dalam literatur. Perumpamaan yang mirip dengan perumpamaan Yesus yaitu perumpamaan rabi-rabi kuno di abad pertama dan kedua pada zaman kekristenan. Perumpamaan-perumpamaan rabinik biasanya diperkenalkan dengan formula sebagai berikut: "Sebuah perumpamaan: hal ini dapat diumpamakan sebagai?" Juga, dalam beberapa perumpamaan alat-alat literatur yang digunakan adalah tiga serangkai dan tekanan akhir. Contohnya:

Sebuah perumpamaan: hal ini dapat diumpamakan sebagai? Ada seorang pria yang sedang mengadakan perjalanan dan dia bertemu dengan seek or serigala dan dia berhasil melarikan diri dari serigala itu, dan dia melanjutkan perjalanan sambil terus mengingat pen gala man dia bersama serigala itu. Kemudian dia bertemu dengan seekor singa dan berhasil lolos dari singa itu, dan dia melanjutkan perjalanan sambil terus mengingat pengalaman dia dengan singa itu. Kemudian dia bertemu dengan seekor ular dan berhasil lolos dari ular itu, dan dia melupakan dua peristiwa sebelumnya dan dia melanjutkan perjalanan dengan hanya mengingat pengalamannya dengan ular itu. Demikian pula halnya dengan bangsa Israel: kesulitan yang yang terjadi kemudian membuat mereka melupakan kesulitan-kesulitan sebelumnya.[4]

Namun demikian, kemiripan antara perumpamaan Yesus dan perumpamaan rabi hanya bersifat formal. Perumpamaan rabinik biasanya diperkenalkan untuk menjelaskan Hukum Taurat, ayat-ayat Alkitab atau sebuah doktrin. Perumpamaan-perumpamaan rabi tidak digunakan untuk mengajarkan kebenaran-kebenaran baru seperti perumpamaan Yesus. Yes us memakai perumpamaan untuk menjelaskan tema besar dari pengajaran-Nya: Kerajaan Surga; kasih; anugerah; dan kemurahan Allah; pemerintahan dan kedatangan kembali Anak Allah; keberadaan dan akhir nasib dari manusia.[5] Perumpamaan-perumpamaan rabi tidak mengajarkan sesuatu di luar aplikasi Hukum Taurat, sedangkan perumpamaan Yesus merupakan bagian dari wahyu Allah untuk manusia. Di dalam perumpamaan-perumpamaan-Nya Yesus mewahyukan kebenaran-kebenaran baru, karena Dia diperintahkan Allah untuk menyatakan kehendak dan Firman Allah. Oleh karena itu, perumpamaan-perumpamaan Yesus adalah wahyu Allah, sedangkan perumpamaan-perumpamaan rabi bukan wahyu Allah.



Tujuan


Perumpamaan-perumpamaan Yesus menunjukkan bahwa Yesus sepenuhnya mengenal keragaman seluk beluk kehidupan manusia. Dia mempunyai pengetahuan ten tang pertanian, menabur benih, mendeteksi lalang dan penuaian. Dia sangat mengenal tentang seluk beluk kebun anggur, sehingga Dia mengetahui saat memetik buah anggur dan buah ara, dan mengetahui upah yang harus dibayar untuk sehari bekerja. Dia bukan hanya mengenal kehidupan sehari-hari petani, nelayan, tukang bangunan, dan pedagang, tetapi Dia juga sangat mengenal seluk-beluk pengelola perumahan, menteri-menteri keuangan di pengadilan kerajaan, hakim di pengadilan hukum, orang-orang Farisi, dan para pemungut cukai. Dia mengerti kemiskinan Lazarus, namun demikian Dia juga diundang untuk makan malam bersama orang kaya. Perumpamaan-Nya menggambarkan kehidupan kaum lelaki, wanita dan anak-anak, miskin dan kaya, yang terbuang dan yang terhormat. Karena pengenalan-Nya yang luas akan kehidupan manusia, maka Dia dapat me lay ani semua strata so sial. Dia berbicara sesuai dengan bahasa mereka dan mengajar sesuai dengan keberadaan mereka. Yesus menggunakan perumpamaan-perumpamaan supaya pesan-Nya dapat diterima oleh para pendengar. Ia juga menggunakannya untuk mengajar Firman Tuhan kepada orang banyak, untuk memanggil pendengar-Nya bertobat dan beriman, untuk menan tang orang-orang percaya supaya mempraktekkan perkataan mereka di dalam perbuatan, dan untuk mengingatkan pengikut-Nya supaya waspada.

Yesus mengajarkan perumpamaan untuk mengkomunikasikan pesan keselamatan dengan cara yang jelas dan sederhana. Pendengar-Nya dapat mengerti dengan mudah kisah tentang anak yang hilang, dua orang yang mempunyai hutang, perjamuan makan yang besar, serta kisah tentang orang Farisi dan pemungut cukai. Di dalam perumpamaan, mereka bertemu Yesus sebagai Kristus, yang mengajar dengan otoritas tentang berita penebusan Allah yang didasarkan pada kasih-Nya.

Dari catatan Injil, kelihatannya penafsiran terhadap perumpamaan-perumpamaan itu hanya diberikan kepada murid-murid Yesus. Yesus berkata kepada mereka, "Rahasia Kerajaan Allah telah diberikan kepadamu. Tetapi untuk orang luar segala sesuatu disampaikan dalam bentuk perumpamaan supaya,

Sekalipun melihat, mereka tidak menanggap, Sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti,
Supaya mereka jangan berbalik dan mendapat ampun!" (Markus 4:11,12).

Apakah ini berarti bahwa Yesus yang diutus oleh Allah untuk memberitakan pembebasan bagi orang berdosa yang telah jatuh, menyembunyikan pesan ini dalam bentuk perumpamaan-perumpamaan yang tidak dapat dipahami? Apakah perumpamaan-perumpamaan itu semacam teka-teki yang dimengerti hanya oleh mereka yang dipilih?

Kata-kata di dalam Injil Markus 4:11, 12 perlu dimengerti dalam konteks yang lebih luas sesuai dengan maksud dari penulis[6]. Di dalam bab sebelumnya, Markus menjelaskan ten tang pertemuan Yesus dengan orang-orang yang secara terang-terangan tidak percaya dan melawan Dia. Dia dituduh kerasukan Beelzebul dan Dia mengusir setan dengan kuasa dari penghulu setan (Markus 3:22). Yesus mengkontraskan an tara orang-orang percaya dan orang-orang tidak percaya, an tara pengikut dan penentang, an tara penerima dan penolak dari wahyu Allah. Mereka yang melakukan kehendak Allah menerima berita dari perumpamaan-perumpamaan itu, karena mereka masuk di dalam keluarga Yesus (Markus 3:35). Mereka yang berusaha untuk menghancurkan Yesus (Mrk 3:6) telah mengeraskan hatinya terhadap pengetahuan akan keselamatan. Hal ini merupakan masalah iman dan ketidak-percayaan. Orang-orang percaya mendengar perumpamaan, dan menerimanya dengan iman dan mengerti, meskipun pemahaman mereka secara penuh terjadi melalui sebuah proses. Orang-orang tidak percaya menolak perumpamaan karena bertentangan dengan pemikiran mereka[7]. Mereka menolak menangkap dan mengerti kebenaran Allah. Oleh karena mata mereka yang buta dan telinga mereka yang tuli, mereka menarik diri dari keselamatan yang Yesus beritakan, dan membawa diri mereka ke bawah penghukuman Allah.

Tidak mengherankan kalau pada mulanya murid-murid Yesus tidak mengerti sepenuhnya perumpamaan tentang penabur (Markus 4:13). Pengikut-pengikut-Nya yang dekat dibingungkan oleh pengajaran perumpamaan ini karena mereka belum melihat signifikansi pribadi dan pelayanan Yesus dalam hubungannya dengan kebenaran Allah yang dinyatakan melalui perumpamaan. Hanya karen a iman mereka dapat melihat kebenaran yang disaksikan oleh perumpamaan-perumpamaan itu[8]. Yesus memberikan penafsiran yang komprehensif untuk perumpamaan ten tang penabur dan perumpamaan gandum dan lalang. (Di bagian lain Dia kadang-kadang menambahkan klarifikasi dalam kesimpulan.) Murid-murid diberikan penjelasan tentang hubungan an tara kejadian-kejadian yang digambar kan oleh Yesus dalam perumpamaan seorang penabur dengan perumpamaan tentang Kerajaan Surga yang datang dalam pribadi Yesus, sang Mesias[9].



Penafsiran


Di gereja mula-mula, bapak-bapak gereja mulai mencari arti yang tersembunyi dari kedatangan Yesus di kitab sud Perjanjian Lama. Sebagai konsekuensi logis dari trend di atas, bapak-bapak gereja mulai menemukan arti tersembunyi di dalam perumpamaan-perumpamaan Yesus. Mungkin mereka dipengaruhi oleh apologetika orang-orang Yahudi dalam hal mengganti kesederhanaan Alkitab dengan spekulasi-spekulasi yang kabur. Dalam beberapa kejadian, hasil penafsiran terhadap perumpamaan-perumpamaan itu bersifat alegoris. Sehingga dari zaman bapak-bapak gereja sampai pertengahan abad ke sembilan belas, kebanyakan pengeksegesis menafsirkan perumpamaan secara alegoris.
Contohnya, Origen percaya bahwa perumpamaan tentang sepuluh gadis dipenuhi dengan simbol-simbol yang tersembunyi. Origen mengatakan bahwa semua gadis-gadis itu adalah orang-orang yang telah menerima Firman Allah. Gadis-gadis yang bijaksana percaya dan hidup di dalam kehidupan yang benar; gadis-gadis yang bodoh juga percaya tetapi tidak hidup berdasarkan kepercayaannya. Lima lampu darigadis yang bijaksana melambangkan lima pancaindra yang kesemuanya dipelihara untuk penggunaan yang tepat. Lima lampu dari gadis yang bodoh gagal memberikan terang dan keluar menuju kegelapan dunia. Minyak melambangkan pengajaran firman Tuhan, dan penjual minyak itu melambangkan guru. Harga min yak yang mereka minta itu adalah ketekunan. Tengah malam adalah lambang kelalaian. Tangisan kerasberasal dari malaikat-malaikat yang membangunkan semua manusia. Dan pengantin laki-laki adalah Kristus yang datang menemui pengantin perempuan yaitu gereja. Demikianlah Origen menafsirkan perumpamaan tersebut.

Para komentator abad ke sembilan belas masih mengidentifikasi rincian secara individu dari sebuah perumpamaan. Dalam perumpamaan sepuluh gadis, lampu yang menyala melambangkan pekerjaan baik dan minyak melambangkan iman orang percaya. Komentator lain melihat minyak sebagai simbol yang merepresentasikan Roh Kudus.

Namun tidak semua pengeksegesis perumpamaan mengambil jalur alegoris. Pada zaman reformasi, Martin Luther mencoba mengubah arah penafsiran Alkitab. Dia memilih metode eksegesis alkitabiah yang memperhitungkan latar belakang historis dan struktur gramatikal dari sebuah perumpamaan. John Calvin lebih tegas dalam sikapnya terhadap penafsiran secara alegoris. Dia sarna sekali menghindari penafsiran perumpamaan secara alegoris, dan dalam penafsiran dia secara langsung berusaha untuk mencari pokok utama dari pengajaran perumpamaan itu. Bila dia sudah mengetahui dengan pasti arti dari perumpamaan itu, dia tidak peduli dengan rincian-rinciannya. Calvin berpendapat bahwa rincian tidak ada kaitannya dengan tujuan pengajaran Yesus dalam perumpamaan yang diberikan-Nya.

Setelah pertengahan abad ke sembilan belas, C.E. van Koetsveld, seorang sarjana Belanda, memberikan dorongan untuk pendekatan yang diprakarsai oleh para reformis. Dia menjelaskan bahwa penafsiran sebuah perumpamaan secara alegoris yang berlebihan dari beberapa komentator cenderung mengaburkan dan bukan memperjelas pengajaran Yesus[10]. Seorang pengeksegesis, untuk bisa menafsirkan sebuah perumpamaan dengan tepat, harus memegang arti dasarnya dan bisa membedakan antara mana yang dianggap esensial dan mana yang tidak. Van Koetsveld dilanjutkan oleh seorang teolog Jerman A. Jülicher di dalam pendekatannya terhadap perumpamaan-perumpamaan itu. Jiilicher menyatakan bahwa istilah perumpamaan seringkali digunakan oleh para penginjil, namun kata alegori tidak pernah ditemukan di dalam catatan Injil mereka[11].

Di akhir abad ke sembilan bel as, belenggu alegoris yang mengikat penafsiran perumpamaan dipatahkan dan sebuah era baru dalam penelitian perumpamaan muncul[12]. Jülicher melihat Yesus sebagai guru dari prinsip-prinsip moral, C.H. Dodd memandang Yesus sebagai pribadi historis yang dinamis yang dengan pengajaran-Nya menimbulkan masa krisis. Dodd mengatakan, "Tugas seorang pengeksegesis perumpamaan, kalau ia dapat, adalah menemukan latar belakang sebuah perumpamaan di dalam situasi yang dimaksudkan oleh Injil"[13]. Yesus mengajarkan bahwa Kerajaan Allah, Anak manusia, pengadilan, berkat telah memasuki situasi historis pada waktu itu. Menurut Dodd, kerajaan itu bagi Yesus berarti pemerintahan Allah yang ditunjukkan di dalam pelayanan-Nya. Karena itu, perumpamaan-perumpamaan yang diajarkan oleh Yesus harus dimengerti memiliki hubungan langsung dengan situasi nyata berkaitan dengan pemerintahan Allah di dunia.

J. Jeremias melanjutkan karya Dodd. Dia juga mengharapkan bisa menemukan pengajaran parabolik yang kembali kepada Yesus sendiri. Tetapi, Jeremias mulai mencatat perkembangan historis dari perumpamaan-perumpamaan itu, dan dia percaya terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama menyinggung situasi nyata dari pelayanan Yesus, dan tahap yang kedua adalah refleksi dari cara perumpamaan-perumpamaan itu digunakan oleh gereja Kristen mula-mula. Tugas Jeremias sendiri adalah menggali kembali ben tuk asli dari perumpamaan-perumpamaan itu supaya dapat mendengar suara Yesus[14]. Dengan pengetahuannya yang mendalam ten tang tanah, kebudayaan, adat, bangsa, dan bahasa Israel, Jeremias dapat mengumpulkan kekayaan informasi dan menjadikan karyanya sebagai salah satu buku perumpamaan yang paling berpengaruh.
Meskipun begitu, pertanyaan yang dapat diajukan adalah apakah bentuk aslinya dapat dipisahkan dari konteks historis tanpa jatuh pada penebakan. Sebaliknya, seseorang bisa juga mengambil sebuah teks tentang perumpamaan dan menerimanya sebagai presentasi yang benar dari pengajaran Yesus, yaitu teks Alkitab yang telah diberikan oleh para penginjil kepada kita yang merefleksikan konteks historis dari asal mula perumpamaan-perumpamaan itu diajarkan. Kita harus bergantung kepada teks yang telah kita terima, dan kita menerima perumpamaan-perumpamaan itu beserta latar belakang historisnya. Hal ini memang menuntut suatu kepercayaan, yaitu bahwa para penginjil di dalam mencatat perumpamaan-perumpamaan itu memahami tujuan Yesus mengajarkan perumpamaan-perumpamaan itu sesuai latar belakang yang mereka uraikan[15]. Pada saat perumpamaan-perumpamaan itu dicatat, saksi mata dan pelayan-pelayan Firman meneruskan tradisi lisan dari kata-kata dan perbuatan Yesus (Lukas 1:1, 2). Sehubungan dengan saksi mata inilah, kita bisa diyakinkan bahwa konteks di mana perumpamaan-perumpamaan itu dituliskan menunjuk kepada waktu, tempat, keadaan pada saat Yesus pertama kali mengajarkan perumpamaan-perumpamaan itu.

Akhir-akhir ini, wakil-wakil dari sebuah sekolah hermeneutik yang baru secara bertahap semakin mengeluarkan perumpamaan-perumpamaan itu dari latar belakang historisnya ke penekanan literatur yang lebih luas yang berkisar pada struktur eksistensialnya[16]. Para sarjana itu memperlakukan perumpamaan-perumpamaan itu sebagai literatur eksistensial, dengan cara mengeluarkan perumpamaan-perumpamaan itu dari konteks historisnya dan mengganti arti aslinya dengan pesan zaman sekarang. Mereka menyangkal bahwa arti dari sebuah perumpamaan dapat ditemukan di dalam kehidupan dan pelayanan Yesus[17]. Mereka tidak tertarik kepada sumber dan latar belakang perumpamaan itu, tetapi lebih tertarik kepada bentuk literatur dan penafsiran eksistensialnya[18]. Bagi mereka struktur literatur dari perumpamaan itu penting karena struktur itu membawa manusia modern kepada momen keputusan, di mana dia harus menerima atau menolak tantangan yang ada di hadapannya.

Telah disetujui bahwa perumpamaan-perumpamaan itu mengajak manusia untuk bertindak. Pada bagian aplikasi dari perumpamaan orang Samaria yang baik hati, ahli Taurat yang bertanya kepada Yesus diperintahkan, "Pergi dan perbuatlah demikian" (Luk 10:37). Meskipun demikian, eksistensialis di dalam menafsirkan perumpamaan itu mementingkan bentuk imperatif dan mengabaikan bentuk indikatif dari perumpamaan itu. Dia memisahkan perkataan Yesus dari latar belakang budayanya sehingga menghilangkan kuasa dan otoritas yang diberikan oleh Yesus dalam perumpamaan-perumpamaan itu.

Lagipula, oleh karena eksistensialis hanya melihat struktur literatur dari perumpamaan itu dan memisahkan perumpamaan itu dari konteks historisnya, maka eksistensialis harus memberikan konteks baru kepada perumpamaan-perumpamaan itu. Jadi dia menempatkan perumpamaan-perumpamaan itu di dalam konteks zaman sekarang. Metode ini tidak dapat disebut eksegesis, karena filsafat eksistensial dimasukkan ke dalam teks Alkitab. Ini adalah eisegesis bukan eksegesis. Sayangnya, orang Kristen awam yang mencari bimbingan ke wakil-wakil sekolah hermeneutik baru untuk memahami perumpamaan-perumpamaan ini pertama-tama harus belajar filsafat eksistensial, teologi neoliberal dan gaya bahasa literatur ten tang strukturialisme sebelum dia mendapatkan keuntungan dari pandangan mereka.



Prinsip-prinsip


Menafsirkan perumpamaan tidak memerlukan latihan teologi dan filsafat yang mendalam. Pengeksegesis harus memahami beberapa prinsip dasar penafsiran. Prinsip-prinsip tersebut berhubungan dengan sejarah, tata bahasa, dan teologi teks Alkitab. Sedapat mungkin pengeksegesis hams belajar konteks historis dari perumpamaan. Studi ini meliputi analisa rind dari keadaan religius, sosial, politik dan geografis yang dinyatakan dalam perumpamaan. Misalnya, latar belakang perumpamaan orang Samaria yang baik hati menuntut pengenalan ten tang peraturan religius bagi seorang rohaniwan pada waktu itu. Seorang ahli Taurat datang kepada Yesus menanyakan apa yang harus dia lakukan untuk mewarisi kehidupan kekal, cetus an percakapan ini yang menimbulkan kisah orang Samaria yang baik hati.

Berkenaan dengan perumpamaan orang Samaria yang baik hati, pengeksegesis seharusnya memahami asal, status dan agama orang Samaria tersebut; fungsi, kantor, dan tempat tinggal ahli Taurat dan orang Lewi; topografi wilayah antara Yerusalem dan Yerikho; konsep orang Yahudi tentang hidup bertetangga. Dengan memperhatikan konteks historis perumpamaan itu, pengeksegesis bisa melihat alasan Yesus mengajarkan cerita-Nya dan dia mempelajari tujuan pengajaran Yesus yang terkandung dalam perumpamaan itu[19].

Kedua, pengeksegesis harus memberi perhatian kepada literatur dan susunan gramatikal dari perumpamaan itu. Bentuk dan tensa yang dipakai oleh penulis Injil itu sangatlah penting, karen a akan memberi penerang atas pengajaran pokok dari kisah tersebut. Studi kata d alam konteks Alkitab maupun dalam penulisan ekstra kanonikal merupakan bagian yang penting dalam proses menafsirkan perumpamaan. Jadi, studi kata sesama di dalam konteks perintah, "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri," seperti diberikan di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, terbukti menjadi studi yang bermanfaat. Pengeksegesis juga perlu untuk melihat pendahuluan dan kesimpulan dari perumpamaan itu, karena keduanya mungkin berisi bagian literatur seperti pertanyaan retorik, nasihat, atau sebuah perintah. Perumpamaan orang Samaria yang baik hati disimpulkan dengan sebuah perintah, "Pergi dan perbuatlah demikian" (Lukas 10:37). Ahli Taurat yang bertanya kepada Yesus tentang mewarisi kehidupan kekal tidak bisa lari dari perintah untuk mengasihi sesamanya seperti dirinya sendiri. Pendahuluan, dan khususnya kesimpulan, berisi tuntunan yang membantu pengeksegesis dalam menemukan bagian pokok dari perumpamaan itu.

Ketiga, bagian pokok dari perumpamaan yang diberikan harus diperiksa secara teologis berdasarkan seluruh pengajaran Yesus dan seluruh Kitab Suci[20]. Bila pengajaran dasar perumpamaan itu telah digali secara penuh dan dimengerti secara benar, kesatuan Kitab Sud terekspresikan, arti yang tepat dari perikop itu dapat dikembangkan dalam semua kesederhanaan dan kejelasannya.

Akhirnya, penafsir perumpamaan harus menerjemahkan artinya ke dalam istilah-istilah yang relevan dengan kebutuhan sekarang. Tugasnya adalah untuk mengaplikasikan pengajaran pokok sebuah perumpamaan ke dalam situasi kehidupan dari orang yang mendengar penafsirannya. Dalam perumpamaan orang Samaria yang baik hati, perintah untuk mengasihi sesamanya menjadi berarti ketika orang yang dirampok dan terluka sepanjang jalan Yerikho bulan lagi hanya sebagai sebuah gambaran di masa lampau. Sesama yang perlu dikasihi oleh kita adalah para tunawisma, orang miskin, dan pengungsi. Mereka bertemu dengan kita di jalan Yerikho yang dimuat di dalam surat kabar setiap hari dan dalam acara berita malam di TV.



Klasifikasi


Perumpamaan-perumpamaan Yesus dapat dikelompokkan dan diklasifikasikan dalam banyak cara. Perumpamaan tentang penabur, benih yang tumbuh dengan tersembunyi, gandum dan lalang, pohon ara yang tidak berbuah, pohon ara yang berserni termasuk ke dalam perumpamaan natur. Beberapa perumpamaan yang Yesus ceritakan berhubungan dengan pekerjaan dan upah. Beberapa di antaranya adalah perumpamaan pekerja di kebun anggur, penyewa, dan bendahara yang tidak jujur. Perumpamaan yang lain bertemakan pernikahan, dan perayaan-perayaan. Termasuk ke dalamnya adalah perumpamaan tentang anak-anak yang bermain di pasar, sepuluh gadis, perjamuan besar dan pesta perkawinan. Perumpamaan lain menunjuk pada tema umum mengenai yang hilang dan yang ditemukan kembali. Perumpamaan ten tang domba yang hilang, dirham yang hilang, dan anak yang hilang termasuk ke dalam kelompok ini.

Tetapi pengkategorian perumpamaan-perumpamaan itu tidak selalu pasti. Apakah perumpamaan tentang jala ikan termasuk kategori perumpamaan natur atau termasuk kelompok perumpamaan tentang pekerja dan upah? Dan kategori apa yang cocok untuk perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati? Mudah untuk melihat bahwa dalam mengelompokkan perumpamaan-perumpamaan itu bisa dimasukkan ke mana saja dan pada saat tertentu sepertinya dipaksakan.

Injil Sinopsis menyajikan perumpamaan-perumpamaan yang terdapat juga di dalam dua atau sering kali tiga Injil, namun ada juga perumpamaan-perumpamaan yang hanya terdapat dalam satu Injil. Injil Markus hanya mempunyai satu perumpamaan khusus bagi Injilnya (benih yang tumbuh tersembunyi), Injil Matius dan Lukas berisi beberapa perumpamaan khusus. Di dalam presentasi saya tentang perumpamaan, saya mengikuti urutan Injil yaitu pertama-tama mendiskusikan perumpamaan dari Injil Matius, dengan satu perumpamaan yang khusus yang diambil dari Injil Markus secara berurutan yaitu perumpamaan tentang penabur dan perumpamaan ten tang gandum dan lalang, kemudian satu perumpamaan yang diambil dari Injil Lukas. Di dalam perumpamaan yang terdapat juga dalam Injil yang lain, diambil perumpamaan yang hampir sama dari urutan Injil Matius, Markus dan Lukas. Prosedur ini diberlakukan untuk membantu pembaca yang ingin melakukan penelitian berdasarkan keparalelan sinoptik. Contohnya, karya K. Aland yang berjudul Synopsis of the Four Gospels. [21] Di dalam studinya ten tang perumpamaan-perumpamaan, referensi dalam bahasa Yunani dan Ibrani jarang digunakan. Kalau referensi dalam kedua bahasa itu muncul, referensi itu diberi bentuk salinan huruf ke huruf abjad yang lain dan terjemahannya disertakan juga. Alkitab bahasa Inggris yang menggunakan cara ini adalah New International Version (dengan seijin dari Executive Committee). Keuntungan bagi pembaca adalah teks NIV dicetak penuh di bagian permulaan tiap-tiap perumpamaan. Perumpamaan-perumpamaan itu memiliki pararel di dalam ketiga Injil Sinopsis yang diberikan secara berurutan Matius, Markus dan Lukas. Empat puluh perumpamaan dan ucapan-ucapan parabolis didiskusikan di dalam buku ini. Semua perumpamaan pokok dan bagian yang lebih besar dari ucapan-ucapan parabolis didaftar di dalam buku ini. Tentu saja, ucapan-ucapan itu harus diseleksi, sehingga perumpamaan ten tang garam dimasukkan dan perumpamaan ten tang terang dihilangkan. Hanya ucapan-ucapan parabolis dari Injil Sinopsis yang sudah diteliti, Injil Yohanes belum diteliti.

Literatur ten tang perumpamaan sangat banyak, seperti suatu aliran buku-buku dan artikel-artikel yang tidak berhenti. Akhir-akhir ini, hampir tidak ada perumpamaan yang diabaikan oleh sarjana-sarjana. Pandangan baru dari studi ten tang kebudayaan dan hukum Yahudi menjadi sangat berharga untuk mendapatkan pengertian yang lebih baik tentang pengajaran Yesus. Tujuan dari buku ini adalah untuk mempresentasikan dengan penjelasan yang cukup dan kontemporer kepada orang percaya yang mau belajar Alkitab dengan serius dan pendeta, ten tang perumpamaan tanpa hams dibingungkan oleh semua rinciannya. Catatan kaki dan bibliografi yang telah diseleksi akan membantu para teolog yang ingin studi lebih lanjut tentang perumpamaan-perumpamaan Yesus secara lebih intensif. Dengan materi bibliografi dan indeks yang demikian, dia akan mendapatkan jalan masuk kepada literatur yang tersedia tentang perumpamaan-perumpamaan Yesus.



Catatan :

[1] R. Schippers, "The Mashal-character of the Parable of the Pearl," dalam Studia Evangelica, ed. F.L. Cross (Berlin: Akademie-Verlag, 1964), 2:237.

[2] 2. F. Hauck, Teological Dictionary of the New Testament, V:752.

[3] A.M. Hunter, The Parables Then and Now (London: Westminster Press, 1971), 12.

[4] I. Epstein, ed., "Seder Zeraim Berakoth 13a,"dalam The Babylonian Talmud (London: Soncino Press, 1948),73

[5] Hauck, Teological Dictionary of the New Testament, volume: 758. J. Jeremias, di dalam bukunya Die Gleichnisse Jesu edisi ke 8 (Gottingen: Vandenhoeck & Ruprecht, 1970) 8, mengatakan bahwa perumpamaan-perumpamaan Yesus mempunyai kontribusi terhadap perkembangan gaya literatur dari perumpamaan-perumpamaan rabi.

[6] J. Jeremias, The parables of Jesus (New York: Scribner, 1963), 13-18, berpendapat bahwa kata-kata Yesus telah diletakkan secara salah dan berasal dari tradisi lain; kata-kata itu pasti ditafsirkan tanpa referensi dari konteks Injil Markus 4. Menurut Jeremias, penulis memasukkan perikop dari tradisi lain karena slogan parable (perumpamaan) asal mulanya berarti riddle (teka-teki), Jadi Jeremias menganggap ada dua arti untuk kata parable di dalam Markus 4, yaitu perumpamaan yang benar dan arti lain adalah teka-teki. Tetapi peraturan penafsiran, tidak mendukung penafsiran Jeremias, karena selain penginjil menunjukkan perbedaan dalam mengerti sebuah kata, juga harus mennyimpan arti yang sarna di seluruh perikop.

[7] W. Lane, The Gospel According to Mark (Grand Rapids: Eerdmans. 1974), 158; W. Hendriksen, Gospel of Mark (Grand Rapids: Baker Book House, 1975), 145; H.N. Ridderbos, The Coming of the Kingdom (Philadelphia: Presbyterian & Reformed, 1962),124.

[8] C.E.B. Cranfield, "St. Mark 4:1-34," Scot JT 4 (1951): 407.

[9] Lane, Mark, 160.


[10] CE. van Koetsveld, De Gelijkenissen van den Zaligmaker (Schoonhoven, 1869), volume 1,2.

[11] A. Jülicher, Die Gleichnisreden Jesu (Tubingen: Buchgesellschaft, 1963), volume 1, 2.

[12] Tanyakan ke karya studi yang menarik dari M Black, "The Parables of Allegory" dalam BJRL 42 (1960): 273-87; RE Brown, "Parable and Allegory Reconsidered" dalam NTS 5 (1962) : 36-45

[13] C.H. Dodd, The Parables of the Kingdom (London: Nesbit and Co., 1935),26.

[14] Jeremias, Parables, 113, 114.

[15] A.M. Brower, De Gelijkenissen (Leiden: Brill, 1946), 247; G.V. Jones, The Art and Truth of the Parables (London: S.P.C.K., 1964),38.

[16] M.A. Tolbert, Perspectives on the Parables (Philadelphia: Fortress Press, 1979),20.

[17] D.O. Via, Jr., dalam bukunya "A Response to Crossan, Funk, and Peterson," dalam Semeia 1 (1974): 222, menyatakan, "Saya sama sekali tidak tertarik bahkan kepada Pribadi Jesus di dalam sejarah."

[18] J.D. Crossan, dalam bukunya "The Good Samaritan: Towards a Generic Definition of Parable," dalam Semeia 2 (1974): 101, kelihatannya menunjukkan bahwa sebuah dalil yang menarik itu lebih penting daripada sebuah dalil yang benar.

[19] L. Berkhof, Principles of Biblicallnterpretation (Grand Rapids: Baker Book House, 1952),100.

[20] A.B. Mickelsen, Interpreting the Bible (Grand Rapids: Eerdmans, 1963),229.

[21] K. Aland, Synopsis of the Four Gospels (Stuttgart: Wuttembergische Bibelanstalt, 1976).



Disalin dari :

Simon Kistemaker, The Parables of Jesus, 1980, ISBN 979-9532-42-6